Ya Allah Jangan Jadikan Kuburku Berhala

Jangan Jadikan Kuburku BerhalaYA ALLAH JANGAN JADIKAN KUBURKU BERHALA

Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman

Inilah untaian doa sekaligus peringatan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam di atas ranjang kematian beliau.

Doa dengan kata-kata yang sarat makna dan sebuah ungkapan yang mengandung luapan kasih sayang, “Ya Allah, jangan jadikan kuburku berhala.”1 Sebuah bentuk semangat yang tinggi dan kasih sayang yang dalam terhadap umatnya. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala:

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At-Taubah: 128)

artinya beliau sangat menginginkan (bersemangat) atas kalian. Kata Ibnu Katsir rahimahullah, yakni bersemangat untuk membimbing kalian dan menyampaikan manfaat dunia dan akhirat kepada kalian. Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggalkan kita dan tiadalah seekor burung yang mengepakkan sayapnya di udara melainkan beliau telah menyampaikan ilmunya.”

Bahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada sesuatu yang mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah disampaikan kepada kalian.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 2/425)

Kasih sayang terhadap kaum mukminin. Diterangkan As-Sa’di, beliau sangat penyayang dan belas kasih kepada mereka, lebih penyayang kepada mereka dibandingkan kasih sayang kedua orangtua mereka. (Tafsir As-Sa’di hal. 313)

Lantunan doa ini sama dengan apa yang telah diucapkan oleh Abu Al-Muwahhidin (bapak para pemeluk tauhid), Khalilullah Ibrahim ‘alaihissalam:

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: ‘Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala’.” (Ibrahim: 35)

Sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Jangan jadikan kuburku sebagai berhala” mengandung beberapa faedah:

1. Sebuah peringatan sekaligus berita ilahi bahwa mayoritas umatnya akan terjatuh ke dalam fitnah (ujian/bala) ini.

2. Usaha beliau menutup segala pintu dan jalan yang akan mengantarkan kepada malapetaka besar dan kepada dosa yang akan mengekalkan di dalam neraka. Itulah bencana dan dosa syirik.

3. Peringatan keras sekaligus pengajaran sikap beragama agar tidak menyerupai sedikitpun orang-orang kafir dalam urusan agama, peribadatan, dan perilaku mereka.

4. Agama yang dibawanya kekal sekalipun beliau telah tiada. Tidak ada kebaikan sedikitpun yang masih tersisa yang belum beliau sampaikan, serta tidak ada kejelekan atau yang akan membawa kepadanya sekecil apapun melainkan beliau telah memperingatkan darinya.

Iblis Pemimpin Penuhan Kubur

Tidak ada seorang muslim pun, bagaimanapun rendah ilmunya tentang agama, yang tidak mengetahui jika iblis merupakan pemimpin kejahatan, musuh Allah Subhanahu wa ta’ala dan musuh orang-orang yang beriman. Akan tetapi berapa dari kaum muslimin yang mengetahui segala bentuk perangkap dan tipu muslihatnya? Betapa banyak mereka yang berada dalam kungkungan dan jeratan iblis, tidak sanggup untuk melepaskan diri darinya, baik orang yang dikatakan berilmu, terlebih yang tidak memiliki ilmu.

Bukankah Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah mengatakan kepadanya:

“Allah berfirman: ‘Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina’.” (Al-A’raf: 13)

“Allah berfirman: ‘Keluarlah dari surga karena sesungguhnya kamu terkutuk dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat’.” (Al-Hijr: 34-35)

“Allah berfirman: ‘Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan’.” (Shad: 77-78)

Dialah iblis yang telah berkata di hadapan Allah Subhanahu wa ta’ala:

“Iblis berkata: ‘Ya Rabbku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan’.” (Shad: 79)

Dialah yang berkata:

“Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)’.” (Al-A’raf: 16-17)

“Iblis berkata: ‘Ya Rabbku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya’.” (Al-Hijr: 39)

“Iblis menjawab: ‘Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya’.” (Shad: 82)

Karena semua usahanya inilah, Allah Subhanahu wa ta’ala menvonisnya:

“Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka semuanya.” (Shad: 85)

Dialah iblis sebagai imam kejahatan, imam penentang Allah Subhanahu wa ta’ala, imam penduduk neraka. Dia berusaha menjerumuskan seseorang agar terjatuh dalam penuhanan kuburan, yakni mengultuskan penghuni kubur serta menjadikannya Tuhan. Iblis melakukan tipu muslihat yang sangat jitu dan berbahaya. Sulit bagi seseorang untuk bisa keluar darinya. Sebagai pemimpin kejahatan, tidak mungkin dia akan menginginkan kebaikan bagi orang-orang yang beriman.

Fitnah Kubur adalah Fitnah Besar

Fitnah yang bermakna ujian, merupakan sebuah ketentuan yang pasti terjadi. Ketentuan yang terus bergulir sepanjang kehidupan dunia ini dan akan berakhir dengan ujian yang paling besar, yakni ujian neraka.

Kubur merupakan sebuah fitnah yang melanda umat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada satupun dari negeri muslimin melainkan di sana ada kuburan yang dikultuskan. Sebuah fitnah yang tidak hanya melanda orang rendahan atau orang jahil semata, bahkan mengenai seluruh lapisan. Sebuah fitnah yang telah menjadikan kelabu, suram, gelap jalan hidup kaum muslimin. Bagaimana tidak? Padahal:

Pertama: Rusaknya batiniah mereka karena menyerahkan seluruh persoalan hidupnya, bahagia dan susah, lulus atau gagal, selamat atau celaka, beruntung atau merugi, bahkan baik atau buruk kepada kuburan. Semua jenis ibadah batiniah seperti tawakal, berharap, takut, cinta, dan sebagainya ditujukan untuk kuburan. Oleh karena itu, adakah bagian Allah Subhanahu wa ta’ala yang masih tersisa di tengah umat seperti ini jika semua urusan dikembalikan kepada kuburan?

Bisakah kuburan dan penghuninya berbuat untuk dirinya? Jika hal itu tidak mungkin, bagaimana mungkin dia bisa berbuat untuk orang lain?

Kedua: Rusaknya lahiriah mereka karena telah berkorban yang tidak sedikit untuk sebuah kuburan tertentu, baik dengan menyembelih korban padanya, bernadzar untuknya, atau mempersiapkan bekal yang banyak untuk mengelilingi makam para wali dengan tujuan mendulang berkah darinya. Sungguh, siapakah yang bisa melakukan pengubahan nasib hidup kalau bukan Allah Subhanahu wa ta’ala?

Lalu apakah yang mereka sisakan untuk Allah Subhanahu wa ta’ala jika harta semuanya diperuntukkan bagi kuburan?

Ketiga: Bahkan umat yang telah ditimpa fitnah ini siap berkorban darah terhadap siapa saja yang mengingkari dan menentang perbuatan mereka.

Keempat: Fitnah kuburan akan mengantarkan kepada syirik besar dan kecil. Sementara kita telah mengetahui bahwa syirik merupakan kezaliman yang paling tinggi, dosa yang paling besar, yang akan menghapuskan seluruh amalan di dalam Islam, mengekalkan pelakunya di dalam neraka. Oleh karena itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan keras memperingatkan:

لَعَنَ اللهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدِ

“Allah telah melaknat Yahudi dan Nasrani, karena mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Al-Bukhari (3/156, 198 dan 8/114) dan Muslim (2/67) dari sahabat Aisyah Radhiyallahu ‘anha)

Kuburan dan Masjid, Dua Tempat yang Berbeda

Kuburan dan masjid memiliki hukum yang berbeda. Masjid untuk shalat dan membaca Al-Qur’an dan berbagai amalan shalih. Sementara kuburan bukanlah untuk semuanya itu. Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan:

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya?”

Adapun kuburan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَا

“Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan kalian shalat menghadapnya.” (HR. Al-Bukhari (3/156, 198 dan 8/114) dan Muslim (2/67) dari sahabat Aisyah Radhiyallahu ‘anha)

Di dalam hadits ini Rasulullah melarang untuk shalat menghadapnya dan duduk di atas kuburan, sementara masjid sebaliknya.

Tentang kuburan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskannya

الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ الْمَقْبَرَةَ وَالْحَمَّامَ

“Semua tanah bisa dijadikan masjid (tempat shalat) kecuali kuburan dan kamar mandi.”  (HR. Muslim, 3/62, dari sahabat Abu Martsad Al-Ghanawi Radhiyallahu ‘anhu)

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa antara masjid dan kuburan berbeda. Maka tidak boleh membangun masjid padanya atau shalat di atasnya atau shalat menghadapnya. Sebagaimana tidak bolehnya kita memberikan hukum-hukum masjid kepada kuburan dan siapapun yang dimakamkan padanya.

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menjelaskan: “Masjid dan kuburan tidak akan berkumpul.” (Tahdzirus Sajid hal. 28)

Makna Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid

Sebagaimana yang telah lewat, fitnah kubur adalah sebuah fitnah yang besar yang telah menghancurkan aqidah kaum muslimin secara khusus dan manusia secara umum. Bagaimana tidak. Tidak ada satupun negeri kaum muslimin melainkan terdapat kuburan yang diagungkan dan dikultuskan. Dari sini kita mengetahui betapa butuhnya umat ini terhadap dakwah tauhid, menuju pembaruan aqidah. Dakwah yang merupakan poros dakwah para rasul.

Dakwah tauhidlah yang telah memberitahukan kepada kita bahwa kuburan akan bisa menggiring umat ini kepada dosa yang paling besar, yaitu menyekutukan Allah. Di antara jalan menuju kesyirikan ini, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Menjadikan kuburan sebagai masjid.” Apakah maknanya?

Menjadikan kuburan sebagai masjid memiliki tiga makna:

1. Shalat di atas kuburan, artinya sujud di atasnya. Makna ini terambil dari banyak hadits, di antaranya:

Dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ n نَهَى أَنْ يُبْنَى عَلَى الْقُبُورِ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ أَو يُصَلَّى عَلَيْهِ

“Bahwa Rasulullah telah melarang untuk membangun di atas kuburan, duduk dan shalat di atasnya.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnad-nya)

Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah mengatakan: “Menjadikan kuburan sebagai masjid artinya shalat di atasnya atau shalat menghadapnya.” (Az-Zawajir, 1/121)

Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullah berkata: “Menjadikan kubur-kubur sebagai masjid lebih umum maknanya dari sekadar shalat menghadapnya atau shalat di atasnya.” (Subulus Salam 1/214)

2. Sujud menghadapnya, atau menghadapnya dalam shalat atau berdoa.

Makna ini telah dijelaskan oleh dalil-dalil, di antaranya:

لاَ تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلاَ تُصَلُّوا إِلَيْهَا

“Jangan kalian duduk di atas kubur dan jangan kalian shalat menghadapnya.”

Al-Munawi dalam Faidhul Qadir berkata: “Mereka menjadikan kuburan-kuburan tersebut sebagai arah kiblat bersamaan dengan keyakinan mereka yang batil.”

3. Membangun masjid di atas kuburan dengan tujuan untuk shalat di atasnya.

Al-Imam Al-Bukhari memberikan judul dalam kitabnya: “Bab dibencinya membangun masjid di atas kuburan.” Yang menguatkan makna ini adalah hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullah:

نَهَى رَسُولُ اللهِ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah telah melarang untuk mengapuri kuburan, duduk di atasnya dan membangun di atasnya.” (Lihat secara ringkas risalah Tahdzirus Sajid, hal. 21 dst)

Dari ketiga makna ini, jelaslah maksud larangan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Jangan menjadikan kuburan sebagai masjid.” Jelas pula hikmah larangan tersebut:

1. Melarang segala bentuk atau jalan yang dikhawatirkan bisa mengantarkan kepada dosa yang paling besar yaitu kesyirikan.

2.  Larangan menyerupai kaum musyrikin dalam segala bentuk peribadatan mereka.

3. Mewujudkan hak tauhid yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan memberikan hak peribadatan itu hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. (Lihat secara ringkas risalah Tahdzirus Sajid hal. 105 dan seterusnya)

Wallahu a’lam.

————————————————-

Sumber : Majalah AsySyariah

© 1446 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.
Enable Notifications OK No thanks