Sumber-sumber Air Untuk Orang Yang Kehausan

SUMBER-SUMBER AIR UNTUK ORANG YANG KEHAUSAN
(Tentang Penyebutan Tahapan-Tahapan Pemberi Nasehat kepada Ibnu Mar’i, Abdurrahman)

بسم الله الرحمن الرحيم

والحمد لله، والصلاة والسلام علی رسول الله وعلی آله وصحبه ومن والاه.

أما بعد

Sesungguhnya fitnah ini, yang benderanya dibawa dan apinya dinyalakan oleh Abdurrahman bin Mar’i al-Adeny, telah diketahui oleh banyak orang, walillaahil hamd.

Hanya saja, bahwasanya pada sebagian ikhwan ada kerancuan dalam beberapa perkara, sehingga mereka pun menjadi bingung dan goncang, di mana mereka mengatakan: “Jika kesalahan-kesalahan (Abdurrahman al-‘Adeni) itu telah terjadi sebelumnya, maka kenapa tidak dibantah pada waktu itu juga?”.

Diantara mereka ada yang mengatakan: “Kenapa kalian tidak bersabar dan menasehati Abdurrahman Mar’i, semoga saja dia mau rujuk?”

Jawabannya adalah:

Ketahuilah – semoga Allah memberi taufik kepada kami dan anda semua -, bahwasanya para pemberi nasehat sudah menjalani beberapa tahapan bersama Abdurrahman Mar’i, yaitu:

Tahapan Pertama: Tahapan menasehati secara sembunyi atas kesalahan-kesalahannya pada masalah aqidah dan manhaj. Aku juga telah menasehatinya pada beberapa perkara, saudara-saudara kalian pun telah menasehatinya – dan jumlah mereka banyak – di antaranya asy-Syaikh Arafat al-Muhammady, asy-Syaikh Abul Khatthab al-Liby, asy-Syaikh Shalah Kantusy, dan saudara kami al-Fadhil Abdurrahman al-Jazairy dan selain mereka. Bahkan sebagian ikhwah yang mereka pada hari ini termasuk orang yang fanatik padanya juga menasehati dan berkata sangat pedas terhadapnya. Namun, tidak ada hasil yang bisa  disebutkan. Kaidah yang selalu diulang-ulang oleh Abdurrahman Mar’i pada kami ketika kami menasehatinya adalah: “Nasehatilah aku namun jangan mengharuskan aku (untuk mengikuti nasehat itu)!”

Tahapan Kedua: Pemberian nasehat oleh sebagian Ulama kita kepada Abdurrahman Mar’i, di antara mereka adalah asy-Syaikh Rabi’, asy-Syaikh ‘Ubaid al-Jabiry, asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab al-Wushaby, dan selain mereka.

Tahapan Ketiga: Menyerahkan permasalahan-permasalahan yang terjadi kepada asy-Syaikh al-Wushabiy. Hal itu terjadi ketika kami berangkat ke Hudaidahdalam rangka dakwah ,  sekitar 1,5 tahun lalu atau lebih. Maka Abdurrahman mulai membicarakan kejelekan sebagian kami – sebagaimana Abdurrahman Mar’i sendiri menyampaikan kepadaku tentang hal itu – di hadapan asy-Syaikh al-Wushobiy. Maka aku masuk bersama al-Akh Shalah Kantusy dan al-Akh Munir as-Sa’diy menemui asy-Syaikh al-Wushabiy. Lalu kami serahkan permasalahan-permasaahan ini kepadanya. Dan kami katakan kepada asy-Syaikh al-Wushabi, bahwa permasalahnya TIDAKLAH seperti yang dikatakan oleh Abdurrahman Mar’i kepada Anda. Bahkan beliau (asy-Syaikh al-Wushabi) mengabarkan kepada kami bahwa beliau sudah menasehati Abdurrahman dengan sebagian dari perkara-perkara ini. Kemudian asy-Syaikh al-Wushabiy mengatakan: “Kalian tuliskan kepadaku kesalahan-kesalahan tersebut, dan aku akan singgah ke Aden dan duduk bersama kalian”.

Tahapan Keempat: Yaitu setelah kami kembali dari Hudaidah. Ketika Abdurrahman Mar’i tahu bahwa kami telah menyerahkan permasalahan kepada asy-Syaikh al-Wushaby, maka dia mengutus beberapa ikhwah kepadaku agar kami menasehatinya. Dan diantara orang yang dia utus kepadaku adalah akhunaa al-Fadhil Akram bin Shalah Arab. Maka akupun pergi bersama Akram dan akhuna Hani al-Qusybury menemui Abdurrahman Mar’i dan aku sebutkan padanya beberapa kesalahan.

Dan dia berjanji bahwa dia akan meluruskan/memperbaiki kesalahan-kesalahan ini. Lalu dia pun meluruskan sebagian dari kesalahan ini.

Tahapan Kelima: Aku melihat bahwa Abdurrahman Mar’i hanya ingin meredakan suasana saja. Dan aku tidak merasakan adanya kejujuran darinya dalam proses meluruskan (kesalahan-kesalahannya). Maka aku menghubungi salah satu murid asy-Syaikh al-Wushaby dan aku katakan padanya: “Kabarkanlah kepada Syaikh bahwa kami menunggu beliau sesuai janji yang disepakati”.
Lalu jawaban asy-Syaikh al-Wushabiy ketika itu kepada utusan ini: “Kabarkan pada Abul Abbas bahwa aku telah menyelasikan perkara ini di antara mereka”(!!) Padahal kami TIDAK MELIHAT adanya sedikit-pun solusi untuk perkara ini!!

Tahapan Keenam: Yaitu tahapan tenang, karena kami tidak ingin mendahului ulama sedikitpun. Pada waktu ini muncullah kasus “Watsiqah” Hutsiyyah yang disepakati oleh Muhammad al-Imam. Mulailah para thullab asing berdatangan ke Fiyusy setelah adanya fatwa dari asy-Syaikh Ubaid al-Jabiry.

Namun karena kondisi Abdurrahman yang fanatik buta kepada Muhammad al-Imam, mulailah dia bersikap keras kepada ikhwah/thullab warga asing (Ghuraba’). Dan yang termasuk di antara sikap keras tersebut adalah usaha mendeportasi mereka dan menuduh mereka sebagai Jihadis (al-Qaeda).

Tahapan Ketujuh: Tatkala Abdurrahman Mar’i tahu bahwa kami pergi menemui para pejabat penanggung-jawab dalam rangka menolong saudara-saudara kami para ikhwah warga asing, maka Abdurrahman mulai khawatir kepada kami karena kami sudah mengetahui hakikat masalah pendeportasian para ikhwah warga asing’.

Lalu Abdurrahman mulai melemparkan pada kami suatu tuduhan, yaitu bahwa kami selalu mengikuti/mencari-cari kesalahan-kesalahannya. Hal itu tidaklah dia lakukan  kecuali untuk mengubur permasalahan para ikhwah warga asing.

Lalu lima orang yang matang akalnya mendatangi kami untuk berdamai. Di antara point-point yang kami (asy-Syaikh Abbas al-Jaunah, asy-Syaikh Abul Khatthab, asy-Syaikh Shalah Kantusy, dan Yasin al-Adeny) tuliskan adalah bahwa kami akan ber-tahkim (meminta keputusan) kepada dua syaikh, yaitu asy-Syaikh Rabi’ dan asy-Syaikh al-Wushabiy.

Dan ketika kondisi keamanan di Hudaidah mengkhawatirkan (pada waktu itu) dan sebagian dari kami juga tidak bisa pergi ke Hudaidah, maka Abdurrahman mulai melemparkan tuduhan kepada kami bahwa kami kami berpendapat tidak ada ulama di Yaman dan bahwa kami mencela ulama Yaman. Dia juga tidak rela untuk meminta keputusan kepada asy-Syaikh Rabi’. Dia mempersyaratkan pada kami bahwa jika kami ingin pergi menemui asy-Syaikh Rabi’ maka dia akan memberi waktu kepada kita 5 hari saja. Dan ini diucapkan sebelum kantor-kantor (biro perjalanan) umroh dibuka.

Tahapan Kedelapan: Yaitu tahapan munculnya jarh dari asy-Syaikh Ubaid al-Jabiry terhadap Abdurrahman Mar’i.

Tahapan Kesembilan: Kepergian kami untuk umroh dan Abdurrahman Mar’i menolak untuk ber-tahkim pada asy-Syaikh Muhammad bin Hadiy dan asy-Syaikh Rabi’ al-Madkhaly, yaitu ketika dia memberikan persyaratan dan alasan-alasan, yang dari situ para masyayikh bisa mengetahui bahwa Abdurrahman al-Adeny hendak melarikan diri dari ber-tahkim. Sebagian ulama pun membicarakan Abdurrahman.

Tahapan Kesepuluh: Abdurrahman Mar’i dalam jalsah-jalsah khusus mulai mengatakan, “Mereka ini tidak memiliki apapun (sebagai kritik) terhadapku, namun tiada lain yang ada pada mereka adalah hasad (dengki)”.

Maka dengan ini saudara-saudara kami akan bisa mengetahui bahwa para pemberi nasehat telah bersabar, sementara Abdurrahman terus membuat makar kepada mereka dan melemparkan tuduhan-tuduhan besar kepada mereka.

Maka kami mulai menjelaskan sebagian kesalahan-kesalahan ‘Abdurrahman sebagai nasehat dan bentuk kasih sayang padanya, agar dia mau bertaubat dan ruju’. Para pemberi nasehat telah menempuh berbagai sarana dan cara, namun itu semua tidak bermanfaat baginya karena sikap penentangan dan kesombongannya.

Dan jika kita melihat darinya sikap penentangannya itu masih berlanjut juga, maka kami akan mengeluarkan juga (bantahan atas) sebagian dari kesalahan-kesalahan dia tersebut, yang sampai saat ini Abdurrahman Mar’i tidak mampu mendustakan kami dalam hal itu. Karena dia tahu akan adanya bukti-bukti dan saksi-saksi atas kesalahan-kesalahan tersebut.

Dan perlu saudara-saudaraku (hafizhahumullah) tahu bahwa kami telah mempersyaratkan kepada lima yang matang akalnya tersebut, agar mereka memaksa Abdurrahman untuk mau duduk bersama saudara-saudaranya yang bersifat rahasia dalam rangka menasehatinya. Namun Abdurrahman MENOLAK hal itu, dan dia pun ternyata tidak menginginkan kecuali terbongkarnya kesalahan-kesalahan dia sendiri.

Laa haula wa laa quwwata illa billaahil ‘Aliyyil ‘Azhiim…

Ya Allah, kembalikannlah orang-orang yang salah kepada kebenaran, dan ampunilah para hamba yang melakukan kejahatan kepada kami.

Ditulis oleh:
Abul ‘Abbas Yasin al-Adeny.
di Aden-Yaman.

Pada hari Sabtu, 4 Rabi’uts Tsany 1436 H

Editing oleh: WhatsApp Manhajul Anbiya

© 1446 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.
Enable Notifications OK No thanks