Bismillahirrahmanirrahim
MENJAWAB PESAN KILAT DAN OPINI JAHAT AHMAD NIZA ASSUNDAWI
Alhamdulillah hamdan katsiran thayyiban mubarakan fiih. Kama yuhibbu Rabbuna wa Yardhah. Wa Asyhadu Alla Illaha Illallah Wahdahu Laa Syarika lah, Wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu Wa Rasuluh.
Ahmad Niza as-Sundawi dari Soreang dengan nickname Facebook Ahmad Assundawi, demikian nama itu memproklamirkan permusuhan terhadap Salafiyyin. Sekaligus pula menjadi jurnalis dadakan yang membela ‘watsiqah kufriyyah’ Muhammad al-Imam.
Dengan gaya bahasa yang khas lagi meletup-letup, namun kurang mawas diri. Menunjuk tangan terhadap sekumpulan anak muda yang dinilainya serampangan, dalam kondisi dirinya sendiri bukanlah orang tua.
Diam membisu, sekalinya tampil, menggiring opini publik bahwa watsiqah al-Imam untuk hidup berdampingan dengan Rafidhah Yaman merupakan kebenaran.
Adapun bagi yang mengkritik watsiqah tersebut bagi Ahmad Niza as-Sundawi adalah suatu pencitraan, ujarnya. Sungguh pernyataan yang cukup membuat seseorang yang berakal waras, geli dan mengernyitkan dahi.
Perhatikan penggalan kalimat as-Syaikh al-Walid Rabi’ bin Hadi Umair al-Madkhaly dalam sambutannya atas Risalah at-Ta’kid yang ditulis oleh Asy Syaikh Arafat bin Hasan al-Muhammadi :
“ …Maka yang dituntut atas Muhammad al-Imam adalah untuk mengumumkan pembatalan kesepakatan yang bathil ini. Dan yang menjadi landasan atas keputusan ini adalah Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ‘Syarat apa pun yang tidak sesuai dengan Kitabullah azza wa jalla maka itu merupakan kebathilan meskipun ada seratus syarat”. Dan pengumuman tersebut sangatlah dinanti oleh Salafiyyin. Maka wajib bagi al-Imam untuk bersegera mengumumkan taubatnya. Dengan itu akan mengokohkan Islam, dan akan membebaskannya dari dosa-dosa dan kemarahan Allah Yang Maha Penyayang”
As-Syaikh al-Walid Ubaid bin Abdillah al-Jabiri mengungkapkan dalam sambutan atas Risalah at-Ta’kid yang ditulis oleh Asy Syaikh Arafat bin Hasan al-Muhammadi :
“…Wajib bagi segenap Ulama Yaman dan Thullabul Ilmi untuk mengumumkan secara terang-terangan dan secepat mungkin atas berlepas dirinya mereka dari penandatanganan atas watsiqah (kesepakatan damai) tersebut…”.
As-Syaikh Abdullah bin Abdurrahim al-Bukhari juga mengutarakan dalam sambutan atas Risalah at-Ta’kid yang ditulis oleh Asy Syaikh Arafat bin Hasan al-Muhammadi :
“…Oleh karenanya, merupakan suatu kewajiban bagi saudara kami asy-Syaikh Muhammad al-Imam agar berlepas diri dari perjanjian tersebut, atas apa yang dia sepakati – sebagaimana aku katakan- dari malapetaka yang dia timpakan terhadap Ahlul Haq, dan sebagai pertolongan terhadap Ahlul Haqdi dan Azzandaqoh ( Perusak Islam dan Orang-orang munafik)…”
Kalimat-kalimat diatas merupakan ucapan yang jelas dari Ulama kami atas perjanjian hidup bersama antara Muhammad al-Imam dan Rafidhah Hutsiyyun.
Meminjam bahasa yang digunakan olehnya, bagaimana bisa seseorang yang seharusnya memiliki bobot keilmuan dan basic keagamaan yang mencukupi, Ahmad Assundawi berani dan nekat untuk membangun suatu kesimpulan dan mempublikasikannya dengan begitu keji dan sarat manipulasi?!
Ahmad Assundawi, bangunlah dari tidurmu.
Engkau sendiri dengan tegas menyatakan bahwa watsiqah yang ditanda tangani oleh Muhammad al-Imam adalah watsiqah thaguthiyah. Maka apakah engkau tidak menyadari betapa aneh caramu dalam membela Muhammad Al Imam sementara engkau menggelari watsiqah yang dipuji-puji dan dibelanya sebagai WATSIQAH THAGHUTIYYAH?!
Apakah pembelaan dengan cara yang unik semacam ini akan mampu melindungi Muhammad Al Imam ataukah engkau hendak membuktikan kebenaran bimbingan Ulama Kibar kepada umat bahwa Muhammad Al Imam benar-benar telah terjatuh dalam kesalahan Thaghutiyyah yang sangat fatal?!
Sebenarnya, penggalan kalimat tersebut telah lebih dari cukup untuk bisa engkau pahami dengan baik dan bijak. Kecuali jika engkau menstatuskannya sambil bermimpi, maka akan sulit untuk bisa memahaminya dengan baik dan bijak kecuali hanya berbalik arah sebagai hujjah untuk menghukumi dirimu sendiri.
Diantara isi dari klausul perjanjian tersebut antara lain : “ Kita (Muhammad al-Imam dan Rafidhah Hutsiyyin) adalah Muslimin semuanya, Rabb kami satu, kitab kami satu, Nabi kami satu, MUSUH KAMI SATU, dan hanyalah kita berbeda pandangan dalam permasalahan Furu’ saja”.
Dengan jelas pula engkau katakan tentang salah satu dari klausul yang ditanda tangani oleh Muhammad al-Imam adalah “Musuh Kita Satu”, yang merupakan kalimat mujmal.
Jika engkau sudah tahu kalau itu adalah kalimat yang mujmal, mengapa engkau tidak merincinya? Dan mengapa pula engkau tidak meminta kepada Muhammad al-Imam untuk merincinya? Sedangkan suatu kesepakatan yang disetujui bersama haruslah sesuatu yang jelas dan mufashhol (terperinci). Dalam keadaan sudah sangat masyhur dan terang bahwa selama ini musuhnya Rafidhah Hutsiyin adalah Ahlus Sunnah Salafiyyin dan Pemerintah Negeri Yaman.
Maka Muhammad al-Imam berada diantara dua pilihan sebagai rincian makna klausul “Musuh Kita Satu”.
Sekarang silahkan engkau pilih wahai Ahmad Assundawi, apakah musuh Rafidhah Hutsiyin adalah Salafiyyin ataukah pemerintah Yaman? Ataukah semuanya? Dan kedua-duanya adalah kesesatan.
Mengapakah kejahatan seperti ini disepakati oleh Muhammad al-Imam? Dan aneh sekali bahwa engkau justru membelanya. Sungguh suatu tindakan yang cukup membuat seseorang yang berakal waras akan merasa geli dan mengernyitkan dahi.
Perhatikan ucapan Muhammad al-Imam dalam khutbah Ied nya :
“ Telah berlangsung antara diriku dengan as-Sayyid Abdul Malik al-Hutsi*. Telah terjadi antara saya dengan dirinya kesepakatan untuk hidup berdampingan. DAN ADANYA WATSIQAH INI TERDORONG SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP ISLAM, keselamatan kehormatan, penjagaan dari pertumpahan darah dan harta benda…”. (at-Ta’kid hal. 6)
*(catatan : Dalam Hadits Shahih yang diriwayatkan Ahmad (22939) dan selainnya : “Janganlah kalian katakan kepada orang munafiq sebagai SAYYID. Karena jika dia menjadi Sayyid, maka sungguh kalian telah membuat murka Rabb kalian azza wa jalla”. Sedangkan Abdul Malik al-Hutsi adalah seorang yang rendah lagi hina. Musuhnya Allah dan Rasul-Nya. Musuhnya Para Shahabat dan kaum Mukminin)
Terkait analogimu yang mengumpamakan antara istana kepresidenan yang kuat saja mampu ditembus oleh Rafidhah Hutsiyin, terlebih lagi jika yang diserang adalah markiz Ma’bar yang lemah. Aisy Hadzal Kalam?? Kamu bukan SAPI !!
Mengapa engkau tidak katakan, “Negara yang kuat saja berhasil mereka kuasai apalagi markiz Ma’bar yang lemah”? Apakah kemudian jika Rafidhah Hutsiyyin menguasai negeri Yaman lalu akan membiarkan Salafiyyin bersantai-santai saja di markiz-markiz mereka ? Apakah kalian yakin bahwa Rafidhah Hutsyiyin akan membiarkan Salafiyyin aman di rumah-rumah mereka? Jangan pernah lupakan sejarah kebengisan Syiah Rafidhah di pelbagai penjuru negeri. Dan apakah tujuan Syiah Rafidhah hanya untuk memusnahkan orang-orang yang menyelisihinya? Ataukah mereka hendak menyerang aqidah dan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah?
Mereka hendak menguasai Negara agar supaya mampu menanamkan aqidah-aqidah Syiah Rafidhah dalam segala bidang kenegaraan, pendidikan ataupun sosial. Dengan tidak ikut campurnya Ahlus Sunnah melawan pemberontak Rafidhah Hutsiyyin bahkan menentang dan melecehkan para ulama yang menyerukan Jihad terhadap mereka, maka ini semakin memudahkan jalan bagi Rafidhah Hutsiyin untuk menguasai Negara. Dan jika itu berhasil, tentu sasaran berikutnya adalah Salafiyyin. Ini bukanlah khayalan dan mimpi, namun telah terbukti dalam sejarah kelam Rafidhah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
“ ar-Rafidhah mereka tidaklah bertindak kecuali dalam rangka merobohkan agama Islam, melepas simpul-simpul pengikatnya, dan merusak kaidah-kaidah didalamnya”. (Minhajussunnah 7/415, at-Ta’kid hal. 9)
Jika Syaikhul Islam telah memperingatkan kaum muslimin bahwa tidaklah Rafidhah bertindak kecuali DALAM RANGKA MEROBOHKAN AGAMA ISLAM maka bagaimana mungkin Muhammad Al Imam berkata yang sebaliknya yakni membela, menguatkan dan memuji klausul watsiqah kufriyyahnya bersama Rafidhah di dalam khutbah Iednya dengan ucapan:
“…Dan adanya watsiqah ini terdorong sebagai bentuk PERLINDUNGAN TERHADAP ISLAM….
“Apa yang kita lakukan tidak ada tujuannya selain UNTUK MENEGAKKAN AGAMA KITA, memperbaiki urusan dunia kita…..”
Diantara dua bimbingan yang saling menafikan tentang Rafidhah tersebut, maka bimbingan siapakah wahai Ahmad Niza yang selayaknya dijadikan sebagai pegangan??? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ataukah Muhammad Al Imam??
Apakah penyerangan pemberontak Rafidhah Hutsiyun pimpinan Abdul Malik Al Houthi terhadap istana negara Yaman dan menawan Presidennya adalah merupakan realisasi dari perlindungan dan penegakan terhadap Islam seperti yang dipromosikandan dijanjikan oleh Muhammad Al Imam wahai Ahmad Niza?!
Seandainya persoalannya adalah benar-benar karena kondisi Salafiyyin yang lemah, maka kesepakatan damai dibenarkan dengan syarat tidak ada kekufuran, kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan dalam perjanjian yang disepakati, dan tentunya ada harapan dari itu, yaitu kemenangan muslimin atas orang-orang kafir. Sedangkan yang menjadi persoalan serius adalah terkait isi klausul dari kesepakatan damai tersebut yang sangat menghinakan prinsip-prinsip dasar Salafiyyin. Siapakah Salaf yang dijadikan contoh oleh Muhammad al-Imam dalam menyusun klausul watsiqah kufriyyah tersebut ?
Perhatikan ucapan Muhammad al-Imam dalam Khutbah Ied : “ …Ketahuilah bahwa keputusanku ini benar-benar terserah kepadaku Alhamdulillah. DAN TIDAK ADA SEORANGPUN YANG MAMPU MEMAKSAKU UNTUK MELAKUKANNYA kecuali dengan al-Haq…”
Simak bukti audio Khutbah Iednya di sini:
Kemudian pernyataanmu yang lancang terhadap para ulama, yaitu suatu kesimpulan yang lahir dari otakmu sendiri bahwa ada diantara Salafiyyin yang menyimpulkan opini tentang “musuh kita satu” adalah bentuk koalisi antara hutsi dan Muhammad al-Imam dalam memberontak pemerintah. Jangan bermimpi, tidak ada kesimpulan seperti itu ditengah Salafiyyin. Jika yang kamu maksudkan adalah apa yang tertera di dalam situs www.tukpencarialhaq.com, maka saya sendiri sudah membuka dan melihat sendiri dalam situs tersebut, tidak adanya kalimat seperti itu. Perhatikan judul yang dituliskan disana, “Pemberontak Houthi Menyerang Istana Kepresidenan Yaman, INGAT KLAUSUL PERSEKUTUAN MUHAMMAD AL IMAM CS DENGAN RAFIDHAH HUTSIYYUN KHAWARIJ: “MUSUH KITA SATU”.
Saya pribadi memberikan apresiasi atas pembuktian yang dituliskan didalam situs tersebut, agar kita semua membuka mata bahwa demikian jahat dan kejinya tindakan Rafidhah Hutsiyyin yang telah bersepakat hidup berdampingan dengan Muhammad al-Imam. Berikanlah kepada kami bukti otentik bahwa kesimpulan Ahmad Assundawi adalah kesimpulan yang dibangun diatas bimbingan Ulama Kibar! Atau benarlah bahwa kalian adalah kumpulan orang-orang jantan dalam seruan yang tidak berekspresi kecuali dengan bimbingan hawa nafsu.
Kerahkanlah oleh kalian para pembela hawa nafsu yang sudah terlatih. Kerahkanlah kopral kalian Harits Aceh yang bergaul bersama orang-orang yang bermanhaj gado-gado untuk mengais kesimpulan dari Ulama-ulama pembela watsiqah sebagaimana yang kamu simpulkan.
Atau kerahkanlah kopral garis merah kalian yang lainnya, Firman Kendari yang tinggal di fuyush yang justru asyik berbuat makar terhadap Salafiyyin. Kerahkanlah dia untuk mengais fatwa dari para Ulama Faj’ah sekaliber Abdurrahman al-Adeni al-Mughoffal.
Yah, jika kalian tidak mampu maka tidak mengapa untuk mendatangkannya dari level ustadz tingkat regional, itu pun kami tidak yakin kalian mampu. Karena pernyataanmu merupakan pernyataan yang konyol dan sama sekali tidak ada landasaannya. Sungguh tidak layak selevel ustadz untuk membangun opini semacam itu.
Duhai siapa saja yang bersama Ahmad Niza, bagaimana engkau mampu bekerja sama bersama orang-orang rendahan. Semodel Mundzir, Farhan Aceh, Syuhada al-Iskandar dan yang semisalnya.
Sebagai penutup kami ingatkan kalian dengan ayat Allah Ta’ala, semoga keimanan yang mengalir dalam hati kalian dapat menghadirkan rasa takut kepada-Nya.
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”. (An Nuur : 19)
Wa Shallallahu ‘ala Muhammad wa ala aliihi wa sallam
Ditulis oleh : Hamzah Rifa’i La Firlaz
Yogyakarta,Malam Jum’at 03 Rabi’ at-Tsany / 23 Januari 2015