KEJAHATAN DAN MUSIBAH DARI BERMAJELIS DENGAN PENDOSA MUBTADI’ DAN AHLUL HAWA SERTA BALASAN BAGI PELAKUNYA
Oleh: Syaikh Abul Abbas Yasin Al Adeny
قال الله تعالى: (لعن الذين كفروا من بني إسرائيل على لسان داود وعيسى بن مريم، ذلك بما عصوا وكانوا يعتدون، كانوا لا يتناهون عن منكر فعلواه، لبئس ما كانوا يفعلون) (المائدة: ٧٨-٧٩)
Allah berfirman: “Telah dilaknat orang-orang yang kafir dari Bani Israil atas lisannya Daud dan Isa Ibnu Maryam, yang demikian itu dikarenakan kemaksiatan yang mereka lakukan dan mereka telah melampaui batas. Dan mereka tidak saling memperingatkan dari kemungkaran yang telah mereka kerjakan, sungguh jelek apa-apa yang telah mereka kerjakan.” QS Al Maidah 78-79
Berkata Abu Bakar Ahmad bin Ali Ar Rozy Al Jashosh dalam “Akhkamul Quran 4/108”: “Pada ayat ini bersamaan dengan apa yang kami sebutkan dari khabar dalam maknanya ada dalil atas larangan bermajelis dengan orang-orang yang menampakkan kemungkaran, dan bahwasanya tidaklah cukup bagi mereka sekedar larangan tanpa sikap menjauhi dari mereka.”
Dan berkata Al Qurtubi dalam tafsirnya: “Berkata Ibnu Athiyah:”Telah tegak ijma’ tentang wajibnya melarang yang mungkar bagi yang mampu dan aman dari kerusakan yang ditimbulkan baik pada dirinya ataupun kaum muslimin. Dan kalau dia takut, maka mengingkari dengan hatinya dan menjahui dari kemungkaran itu dan tidak mencampurinya.”
Dan telah mengatakan para pakar ahlul ilmi: “Bukanlah syarat bagi orang yang melarang kemaksiatan untuk selamat dari kemaksiatan, bahkan hendaknya sebagian para pelaku maksiat melarang sebagian yang lainnya.”
Dan berkata sebagian ulama dalam bidang ilmu ushul: “Wajib bagi orang-orang yang saling menjamu minuman keras untuk sebagian dari mereka melarang sebagian yang lainnya, dan mereka berdalil dengan ayat ini,
(كانوا لا يتناهون عن منكر فعلوه)
“Mereka tidak saling melarang kemungkaran yang mereka kerjakan.”
Ayat ini mengandung kebersamaan mereka dalam berbuat dosa, dan celan atas peninggalan sikap saling melarang. Dan di dalam ayat ini ada dalil atas larangan bermajelis dengan orang-orang yang berbuat dosa dan ada perintah untuk meninggalkan mereka dan menyikapi mereka.”
Saya katakan: “Lihatlah betapa laknat itu telah mencakupi seluruhnya, dan penyebab dari itu semua adalah kebersamaan mereka dalam berbuat dosa, dan telah dijelaskan yang demikian itu dalam firman-Nya:
(وقد نزل عليكم في الكتاب أن إذا سمعتم أيات الله يكفر بها ويستهزأ بها فلا تقعدوا معهم حتى يخوضوا في حديث غيره إنكم إذا مثلهم إن الله جامع المنافقين والكافرين في جهنم جميعًا) (النساء: ١٤٠)
“Telah turun pada kalian didalam kitab bahwasanya jika kalian mendengar ayat-ayat Allah dikufuri dan diperolok, maka janganlah duduk bersama mereka, sampai mereka tenggelam dalam pembicaraan lainnya, kalau tidak maka kalian seperti mereka, sesungguhnya Allah mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka jahanam semuanya.” (QS An Nisa: 140)
Berkata Ad Darimi dalam “Al Muqodimah No 210”: “Telah mengkhabarkan kami Al Hakam bin Mubarok beliau berkata telah mengkhabarkan kami Amr bin Yahya beliau berkata Saya mendengar bapakku menceritakan dari bapaknya, beliau berkata:
“Dulu kami duduk di depan pintu Abdullah bin Masud sebelum sholat dhuhur, tatkala kami berjalan ke masjid, datang kepada kami Abu Musa Al As’ary dan berkata: “Apakah Abu Abdirahman sudah keluar menuju kalian?” Kami menjawab: ” Belum” Maka dia duduk bersama kami sampai beliau keluar. Tatkala beliau keluar kami berdiri semuanya menuju pada beliau, maka berkata Abu Musa: “Wahai Abu Abdirahman, sesungguhnya aku baru saja menyaksikan di masjid perkara yang aku mengingkarinya, dan tidaklah aku melihat kecuali kebaikan, walhamdulillah.”
Beliau berkata: “Apa itu?” Beliau menjawab: “Kalau engkau masih hidup akan mendapatinya, aku melihat di masjid satu kaum duduk berhalaqoh menunggu sholat, pada setiap halaqoh ada lelaki yang ditangannya ada kerikil kemudian dia berkata: “Bertakbirlah seratus kali” maka mereka bertakbirlah seratus kali, kemudian dia berkata:” Bertahlillah seratus kali maka mereka bertahlil seratus kali, kemudian dia berkata lagi: “bertasbihlah seratus kali” maka mereka bertasbih seratus kali.
Beliau berkata: “Apa yang kamu ucapkan pada mereka?”
Beliau menjawab: “Aku tidak mengatakan sesuatu pada mereka karena menunggu pandangan anda atau perintah anda”
Beliau berkata: “Tidakkah kamu memerintahkan pada mereka untuk menghitung kesalahan-kesalahan mereka dan engkau menjamin dengan itu bahwa kebaikan mereka tidak hilang”
Kemudian beliau berlalu dan berlakulah kami bersama beliau sampai beliau mendatangi satu halaqoh dari halaqoh itu kemudian beliau berdiri dihadapan mereka dan dan bertanya: “Apa yang sedang kalian kerjakan?”
Mereka menjawab: “Wahai Abu Abdurahman, ini hanya kerikil yang kami menghitung dengannya takbir, tahlil dan tasbih”
Beliau berkata: “Maka hitunglah kesalahan-kesalahan kalian dan aku menjamin dengannya bahwa tidak akan hilang dari kebaikan kalian sedikitpun. Wahai umat Muhammad صلى الله عليه وسلم betapa cepat kalian binasa dalam keadaan mereka para sahabat Nabi kalian masih banyak, dan baju beliau belum koyak, bejana-bejana beliau belum pecah. Aku bersumpah demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya sesungguhnya kalian di atas agama yang lebih baik dari agama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم atau kalian pembuka-pembuka pintu kesesatan!”
Mereka menjawab: “Demi Allah, wahai Abu Abdirahman tidaklah kami menginginkan kecuali kebaikan.”
Beliau berkata: “Betapa banyak yang menginginkan kebaikan tapi tidak akan pernah mendapatinya. Sesungguhnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Akan ada satu kaum yang mereka membaca Al Quran tapi tidak melebihi tenggorokan mereka.” Demi Allah aku tidak tahu, sepertinya kebanyakan mereka dari kalian.” Kemudian beliau berpaling dari mereka.
Berkata Amr bin Salamah: “Kami melihat kebanyakan dari mereka yang di halaqoh itu menyerang kami di hari Nahrawain bergabung bersama khowarij.”
Berkata Al Alamah Al Albani di “Silsilah As Shahihah hadits No 2005: “Sanad hadits ini shahih…sampai beliau berkata: “Hanyalah saya fokuskan takhrij dari jalan ini karena padanya ada kisah Ibnu Masud bersama orang-orang yang dihalaqoh itu, karena sesungguhnya padanya ada pelajaran bagi penganut aliran dan halaqoh dzikir yang menyelisihi sunah. Sesungguhnya mereka ini apabila diingkari kemungkaran yang ada pada mereka, mereka menuduh pengingkaran itu ke pengingkaran dzikir pada asalnya, dan ini adalah kekafiran yang tidak ada seorang muslimpun yang jatuh padanya.Tak lain yang diinginkan dengan kemungkaran itu adalah apa yang melekat pada dzikir dari tata caranya dan berkumpulnya mereka yang tidak disyariatkan pada masa Nabi صلى الله عليه وسلم. Kalau bukan itu, lantas apa yang diingkari Ibnu Masud ke orang-orang yang di halaqoh itu? Tidaklah itu kecuali berkumpulnya mereka pada hari tertentu dan berdzikir dengan jumlah yang tidak ada anjurannya. Dan tak lain yang membatasinya adalah pemimpin halaqoh itu dan dialah yang memerintahkan mereka dari diri dia sendiri dan seakan-akan itu disyariatkan dari Allah.
(أم لهم شركاء شرعوا لهم من الدين ما لم يأذن به الله) (الشورى: ٢١)
“Apakah bagi mereka ada sekutu yang mensyariatkan bagi mereka dari agama ini apa yang Allah tidak menginjinkan padanya.” (QS Asy Syura: 21)
Ditambah lagi telah tetap sunah dari Nabi صلى الله عليه وسلم baik perbuatan maupun perkataan bahwasanya berdzikir itu dengan jari jemari.”
Saya katakan: “Maka perhatikanlah apa yang berkembang dari halaqoh itu, sesungguhnya bid’ah yang kecil akan selalu tumbuh dan berkembang sampai menjadi bid’ah yang besar!”
Ibnul Qoyim mengatakan dalam “Al Madarij 1/224”: “Sesungguhnya bid’ah itu bertahap dari kecilnya hingga besarnya sampai terlepas pelakunya dari agama ini sebagaimana terlepasnya rambut dari adonan roti. Maka kerusakan bid’ah tidaklah mengetahuinya kecuali orang-orang yang memiliki pandangan lebih. Adapun orang-orang yang buta hatinya tersesat dalam kegelapan yang membutakan. Maka siapa yang tidak Allah jadikan padanya cahaya tidak akan ada cahaya baginya.”
Ulama jaman dahulu dan sekarang telah melarang dari bermajelis dengan pelaku bid’ah, ahlul hawa dan pelaku maksiat, saya pilihkan buat anda dari perkataan-perkataan mereka:
– Berkata Abul Qosim Ismail bin Muhammad bin Fadl At Taymi Al Asbahany dalam “Al Hujah Fi Bayanil Muhajah Wa Syarh Aqidah Ahlis Sunnah 2/550: “Amalan meninggalkan majelis-majelis ahlul bid’ah dan meninggalkan pergaulan dengan mereka adalah sunah, supaya hati-hati kaum muslimin yang lemah tidak terpikat dengan sebagian bid’ah mereka, sampai manusia mengetahui bahwasanya mereka adalah ahlul bid’ah. Dan juga jangan sampai bermajelis dengan mereka sebagai perantara untuk menampakkan bid’ah mereka ataupun berdalam-dalam pada perkataan yang tercela. Menjauhi pelaku bid’ah terpuji agar diketahui bahwasanya mereka menyimpang dari jalannya para sahabat رضي الله عنهم.”
– Abu Qilabah mengatakan: “Jangan kalian bermajelis dan jangan pula bergaul dengan mereka, karena aku merasa tidak aman dari mereka yang akan menenggelamkan kalian dalam kesesatan dan mengkaburkan pada kalian sebagian besar apa-apa yang telah kalian ketahui.” (Syarhus Sunah Lialalikai 244)
– Berkata Al Hasan Al Basri: “Janganlah bermajelis dengan pengekor hawa nafsu, hingga akhirnya tertancap pada hati anda apa yang anda mengikut padanya dan anda menjadi binasa atau anda menyelisihinya dan hati anda menjadi sakit.” (Al Bid’ah Wa Nahyi Anhu hal 57)
– Sufyan bin Said Ats Tsauri berkata: “Barang siapa duduk dengan pelaku bid’ah tidak akan selamat dari satu diantara tiga perkara: bisa jadi menjadi fitnah bagi yang lainnya atau tertancap di hatinya sesuatu yang menggelincirkan dia sehingga Allah memasukkannya ke neraka atau dia akan mengatakan “Demi Allah aku tidak peduli dengan pembicaraan mereka, dan aku percaya dengan diriku” Maka barang siapa merasa aman dari Allah terhadap agamanya walaupun sekejap mata, maka Allah cabut agama itu darinya.” (Al Bid’ah Wa Nahyi Anhu hal 54)
– Berkata Mus’ab bin Saad: “Jangan kalian bermajelis dengan orang yang terfitnah, karena dia tidak akan membiarkan kalian kecuali dengan satu dari dua perangainya: bisa jadi memfitnah kalian hingga kalian mengikutinya atau mengganggumu sebelum kalian meninggalkannya.”(Al Itiqod Lil Baihaqi hal 239)
Dan ini hanya sebagai isyarat saja, kalau tidak seandainya kita menelaah nasihat-nasihat para salaf pada bab ini tentu kita membutuhkan sejumlah buku-buku atau bahkan sejumlah muatan yang lebih besar lagi untuk menulisnya. Apa yang telah kami sebutkan Insya Allah mencukupi dan orang yang mencocoki kebenaran adalah orang yang Allah cocokkan padanya kebenaran.
(Fadlu Majalis Ahlil Ilmi wa Dzikri … hal 50-55)
Alih bahasa oleh Abu Abdillah Zaki ibnu Salman