KEBENARAN ITU AGUNG WAHAI SYAIKHUNA AL IMAM
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah untuk Rasulullah, wa ba’du:
Selepas mendengar khutbah asy-Syaikh dan menelaah di beberapa situs, maka saya katakan:
Sungguh para ‘ulama telah menasehati asy-Syaikh al-Imam berkenaan perkara-perkara yang muncul darinya di dalam peperangan saat ini. Namun orang ini tidak mempedulikannya, bahkan mereka memberikan udzur baginya terhadap perkara-perkara yang muncul dari watsiqah sehingga dia pergi menolong jalan syaithan dan menelantarkan tentara ar-Rahman.
Suatu hal yang telah diketahui bahwa umat Islam menjadi sejuk pandangannya dengan berbagai kemenangan ini dan segala yang terjadi dari berbagai konfrontasi terhadap kaum Hutsi yang merupakan sejelek-jelek makhluk yang membuat kerusakan, pencela para shahabat, dan penghalal darah kaum muslimin. Maka di antara pelanggarannya:
1. Tidak mengindahkan seruan pemerintah yang menyeru rakyat dan negara-negara tetangga untuk memerangi kelompok pemberontak.
Dan dia (waliyul amr) berkata di dalam seruannya: “Hutsi adalah pengkhianat, maka wajib melawannya.”
2. Penyelisihannya terhadap penyatuan kata, maka berpegang teguh adalah keselamatan dan perpecahan adalah kebinasaan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Ketaatan kepada waliyul amr (penguasa) yang telah Allah dan Rasul-Nya perintahkan serta menasehati mereka adalah kewajiban setiap muslim, meskipun dirahasiakan. Dan apa yang telah Allah larang dari memaksiati mereka maka itu haram baginya meskipun dipaksakan atasnya.” Selesai penukilan dari beliau. Sebagaimana dalam majmu’ fatawa jilid 35 hal 9
Kemudian beliau rahimahullah berdalil dengan dalil-dalil yang shahih dan sharih (jelas), diantaranya:
a. “Berpegang teguhlah kalian semua pada tali agama Allah dan janganlah berpecah belah.” Al-ayat
b. “Dan supaya engkau tidak mencabut ketaatan tersebut dari ahlinya.” Hadits ini ada di dalam al-Bukhari dan Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit.
c. “Wajib bagimu untuk mendengar dan taat baik di saat susah, senang, semangat, terpaksa (malas), dan lebih mendahulukan beliau di atas dirimu.” Hadits ini ada di “Muslim” dari Abu Hurairah.
d. “Dengarkan dan taatilah. Karena kewajiban mereka adalah apa yang mereka emban dan kewajiban kalian adalah apa yang kalian emban.” Hadits dalam “Muslim” dari shahabat Wail bin Hujr
e. Dalam “Muslim” dari Nafi’ beliau berkata: ‘Abdullah bin ‘Umar datang menemui ‘Abdullah bin Muthi’ ketika terjadinya peristiwa al-Harrah pada zaman Yazid bin Mu’awiyah. Ia berkata:
“Berikan bantal untuk Abu ‘Abdurrahman (Ibnu ‘Umar).” Maka Abu ‘Abdurrahman menjawab: “Sungguh saya mendatangimu tidak untuk duduk. Saya mendatangimu untuk menyampaikan sebuah hadits. Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam bersabda: “Barang siapa melepaskan tangannya (yaitu dari ketaatan), maka pada hari kiamat ia akan berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak memiliki hujjah. Dan barang siapa meninggal dalam keadaan tidak memiliki bai’at di lehernya, maka dia mati sebagaimana matinya orang-orang jahiliyah.”
g. Di dalam ash-Shahihain dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam bersabda:
“Barang siapa melihat sesuatu yang ia benci dari pemimpinnya, maka hendaklah dia bersabar. Karena tidak ada seorang manusia pun yang keluar melawan penguasa sejengkal saja kemudian meninggal melainkan dia meninggal sebagaimana meninggalnya orang-orang jahiliyah.”
h. Di dalam “Muslim” dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam bersabda: “Barang siapa keluar dari ketaatan dan menyempal dari jama’ah kemudian meninggal, maka dia meninggal sebagaimana meninggalnya orang-orang jahiliyah. Dan barang siapa berperang di bawah bendera kesukuan, marah karena fanatisme …..”
Dalam redaksi lainnya: “Bukan bagian dari umatku, orang-orang yang keluar memerangi umatku, membunuh orang yang baik dan buruknya, tidak memilah orang mukminnya, dan tidak memenuhi janjinya, maka dia bukan golonganku dan aku bukan golongannya.” Selesai penukilan dari beliau dengan sedikit perubahan.
Jama’ah ialah mereka yang berkumpul kepada seseorang yang Allah telah menyerahkan urusan kalian kepadanya dengan baik. Dan memberontak kepada penguasa dapat dilakukan dengan perbuatan maupun melalui ucapan. Dan izinkanlah saya wahai Syaikh untuk mengatakan kepadamu:
Andai engkau menasehati ribuan orang yang berkumpul yang lewat di sampingmu menuju ‘Aden, maka apakah dosa anak-anak dan orang tua-orang tua itu….. Allahu musta’an.
3. Ketika al-Kaeda menyerang kota Lauder, ia menfatwakan untuk membela diri-diri dan kehormatan kalian. Dan ini benar. Namun orang ini tidak mengatakan: “Wahai penduduk ‘Aden, bela diri-diri kalian dari Hutsi” di saat umara’ dan para ‘ulama menyeru untuk membela jiwa dan kehormatan dari kaum hutsi, dan sebelum jiwa dan kehormatan adalah untuk membela agama.
4. Ucapannya -hadahullah-: “Apa yang telah menimpa penduduk ‘Aden dan selain mereka ini adalah sesuatu yang telah Allah takdirkan.” Bandingkan ketika ia berkomentar terhadap apa yang terjadi di Shan’a, “Ini adalah kejahatan.”
Duhai, apakah semangat jahiliyah telah merenggut dirimu ataukah apa?
5. Ucapannya: “Kemenangan-kemenangan apa ini? Kemenangan menuju jahannam.”
Wahai Syaikh, semoga Allah memperbaiki keadaanmu, bukan bagian dari keyakinan ahlus sunnah ucapan anda ini, bahkan ini adalah ucapan khawarij tentang umara’. Dan perkara yang telah diketahui bahwa seorang pembunuh itu berada di bawah masyiah (kehendak Allah).
Dan sebagai faedah: bahwa lafadz-lafadz yang mengandung kesamaran itu hendaknya dijauhi. Sungguh ada yang mengatakan bahwa ia hanya ingin memberikan peringatan saja. Maka kita katakan bahwa itu adalah lafadz musytabih (samar/mengandung kerancuan), wajib bagimu untuk menjauhinya.
6. Alasannya dengan mengatakan: “Ucapanku ini sifatnya umum …..”
Duhai engkau tidak berdalih dengan alasan semisal ini, karena pertama tidaklah didapati peperangan dan kedua tidaklah didapati kemenangan-kemenangan kecuali dalam melawan pengikut syaithan.
Sungguh benar asy-Syaikh Muhammad bin Hadi ketika beliau mengatakan, “Sungguh saya sangat terkejut dan terheran.” Dan termasuk hak beliau untuk terkejut dan terheran. Adapun saya, maka sudah mengangap rekaman tersebut sebagai catatan lama.
7. Kemudian apa yang mendorongmu untuk menyerang umara’ dan ‘ulama serta para mujahidin ketika kaum (hutsi) itu berhasil dipukul mundur? Mengapa tidak berbicara sejak dulu atau tetap diam saja?
Hanya kepada Allah, kami memohon taufik. Dan saya tidaklah mengeluarkan nasehat ini kecuali setelah mengirimkan kepadanya secara sembunyi-sembunyi melalui ‘Abdurrahman Hasan Syaikh. Kemudian dia mengabariku bahwa asy-Syaikh tidak membaca tulisan para ‘ulama yang mereka tulis dalam perang saat ini.
Akhir kata, segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam.
Ditulis oleh: ‘Arif bin Manshur al-Mu’aliqi
Hari Selasa, 26 Syawal 1436 H.
* Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
*******