JIKA SESEORANG TELAH DIJARH DENGAN HAL-HAL YANG MEMANG TERBUKTI ADA PADA DIRINYA DAN PARA ULAMA TELAH MENCELANYA, APAKAH SEMACAM INI TERANGGAP MENCARI-CARI KESALAHANNYA?

JIKA SESEORANG TELAH DIJARH DENGAN HAL-HAL YANG MEMANG TERBUKTI ADA PADA DIRINYA DAN PARA ULAMA TELAH MENCELANYA, APAKAH SEMACAM INI TERANGGAP MENCARI-CARI KESALAHANNYA?

Asy-Syaikh Rabi’ bin Hady al-Madkhaly hafizhahullah

Pertanyaan: Jika seseorang telah dijarh dengan hal-hal yang memang terbukti ada pada dirinya dan para ulama telah mencelanya, apakah semacam ini teranggap mencari-cari kesalahannya?

Jawaban:

Jika pada dirinya terdapat bid’ah dan pada dirinya terdapat keburukan dan dia ditahdzir, maka ini bukan termasuk mencari-cari kesalahan orang lain. Jika dia menyebarkan keburukan tersebut di tengah-tengah manusia dan mengajak kepadanya serta membela kebathilan, maka orang semacam ini dia tidak memiliki kehormatan. Dia penjahat yang tidak memiliki kehormatan. Dan hal itu bukan termasuk mencari-cari kesalahan orang lain. Tindakan mencari-cari kesalahan orang lain adalah seperti seseorang di rumahnya lalu engkau menyelidiki kesalahannya. Orang yang fasiq jika dia terang-terangan menampakkan kefasiqannya dan seorang mubtadi’ yang terang-terangan menampakkan bid’ahnya wajib ditahdzir. Dan jika dia masih terus-menerus menyebarkan bid’ahnya, maka termasuk bentuk hukuman kepadanya menurut para imam dari Malikiyyah dan Syafi’iyyah serta yang lainnya adalah dengan membunuhnya. Dia dibunuh karena kerusakannya lebih berbahaya dibandingkan kerusakan para penyamun jalanan. Sebab para penyamun jalalan mereka merampas harta manusia. Sedangkan orang yang semacam ini (mubtadi’) dia merampas agama mereka, merusak agama mereka serta merusak aqidah dan manhaj. Mereka ini termasuk makhluk Allah yang paling buruk sehingga wajib mentahdzir mereka. Mentahdzir orang-orang semacam termasuk kewajiban yang paling besar. Karena seorang muslim itu dimuliakan karena dia memuliakan Islam. Maka jika dia tidak memuliakan Islam dan suka menyebarkan aqidah-aqidah sesat dan rusak, berarti tidak ada kehormatan lagi baginya.

Sumber: Innallah Yardha Lakum Tsalatsan, hal. 32-33.

© 1446 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.