HUKUM POLIGAMI DENGAN TUJUAN BERSAING DENGAN YANG LAIN ATAU DALAM RANGKA MENDIDIK ISTRI
__Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan: Berkenaan pembicaraan seputar hal-hal yang berkaitan dengan pengantin, pertanyaan:
Apa pendapat anda tentang seseorang yang menikahi isteri keduanya dengan tujuan menyamai (menyaingi) orang lain atau dalam rangka mendidik isterinya sebagaimana yang dia sangka dan kebanyakannya pernikahan ini tidaklah gagal?
Jawaban:
Adapun dari sisi berbilangnya jumlah isteri, manakah yang lebih utama? apakah berpoligami ataukah beristeri satu? Tentang masalah ini, ada dua pendapat yang masyhur di kalangan para ‘ulama:
Pendapat pertama: Beristeri satu itu lebih utama. Pendapat ini yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad rahimahullah di sisi para pengikutnya yang belakangan.
Mereka mengatakan: “Dianjurkan untuk menikahi seorang wanita saja.” Mereka berargumen bahwa hal itu akan lebih jauh dari perbuatan zhalim (tidak adil), lebih menyatukan hati, dan lebih jauh dari kekacauan (keributan).
Dan yang lainnya berpendapat bahwa ta’addud (poligami) itu justru lebih utama, karena ta’adud akan lebih banyak dalam menghasilkan maslahat-maslahat pernikahan.
Dan pendapat yang menyatakan bahwa ta’adud (poligami) itu lebih utama adalah pendapat yang lebih mendekati kebenaran dari pada pendapat yang mengatakan bahwa beristeri tunggal itu lebih utama.
Adapun seseorang yang menikahi (isteri keduanya) dengan tujuan untuk menyamai yang lainnya atau mendebat mereka, maka ini adalah tujuan yang jelek dan tercela. Wanita itu bukanlah pakaian yang dikenakan oleh para lelaki, apabila yang lain mengenakan pakaian baru, maka dia juga harus mengenakan pakaian yang baru. Wanita adalah seorang yang dimuliakan dan memiliki hak-haknya.
Adapun seorang yang menikah dalam rangka mendidik isterinya, maka ini tidak mengapa, karena sebagian wanita ada yang tidak dapat dididik kecuali oleh wanita lainnya.
Oleh karena itu dikatakan: “Didiklah wanita dengan wanita.” Dan banyak wanita yang berbuat nusyuz, tidak menunaikan hak yang wajib kepada suaminya, sehingga suami ingin menyenangkan jiwanya dan menikah lagi. Apabila suaminya menikah lagi, maka sebagian mereka ada yang tetap istiqamah dan sebagian lainnya ada yang malah tambah berbuat nusyuz sehingga ketika itu suami memutuskan untuk menceraikannya dan mengembalikannya kepada keluarganya.
Intinya, bahwa menikah dalam rangka mendidik isterinya yang tengah berbuat nusyuz, tidaklah mengapa, sedangkan menikah dengan tujuan menyamai (menyaingi) manusia yang lainnya maka tidak diperbolehkan.
Alih bahasa : Syabab Forum Salafy
————
حكم التعدد بقصد مجاراة الآخرين أو بقصد تأديب الزوجة
[ السؤال: ]
بما أن الحديث حول مناسبات الأعراس هذا سؤال: ما رأي فضيلتكم فيمن يتزوج امرأة ثانية بقصد المجاراة للغير، أو من أجل أن يؤدب زوجته كما يزعم، وغالباً ما يفشل هذا الزواج؟
الجواب:
أما من حيث تعدد الزوجات، فهل الأفضل التعدد، أو الأفضل الإفراد؟ في هذا للعلماء قولان مشهوران:
القول الأول: أن الأفضل أن يقتصر على واحدة. وهذا هو المشهور في مذهب الإمام أحمد رحمه الله عند أصحابه المتأخرين، قالوا: يسن أن يتزوج نكاح واحدة، وعللوا ذلك: بأنه أبعد عن الجور، وأجمع للقلب، وأبعد عن التشويش.
وقال آخرون: بل الأفضل أن يعدد؛ لأنه أكثر في تحصيل مصالح النكاح.
والقول بالتعدد أقرب إلى الصواب من القول بالإفراد، لكن من تزوج لقصد مجاراة الغير ومماراتهم فهذا قصد سيئ مذموم، النساء لسن ثياباً يلبسهن الرجال، فإذا لبس الآخرون ثوباً جديداً لبس هو ثوباً جديداً، بل المرأة مكرمة لها حقها، ومن تزوج من أجل تأديب زوجته فلا حرج؛ لأن بعض النساء لا يؤدبهن إلا النساء، ولهذا يقال: أدبوا النساء بالنساء. وكثيرٌ من النساء تكون ناشزة لا تؤدي زوجها الحق الواجب له، فيريد أن يبسط نفسه وأن يتزوج عليها، وإذا تزوج عليها فمنهن من تستقيم ومنهن من تزيد نشوزاً، وحينئذٍ يبت طلاقها ويدعها عند أهلها. فالمهم أن التزوج لتأديب الزوجة الناشز لا بأس به، وأما التزوج لمجاراة الناس فلا.
المصدر: سلسلة اللقاء الشهري > اللقاء الشهري [76]