Hukum Menyempurnakan Shalat Ketika Safar

Menyempurnakan Shalat Ketika SafarHUKUM MENYEMPURNAKAN SHALAT KETIKA SAFAR

Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -Rahimahullohu- :

Pertanyaan : Apakah boleh menyempurnakan sholat ketika safar?

Jawaban :

Menyempurnakan sholat dalam safar TIDAK BOLEH menurut sebagian ulama yang mereka berpendapat wajibnya qoshor (meringkas sholat) seperti Abu Hanifah.

Adapun menurut ulama yang lain, BOLEH AKAN TETAPI MAKRUH. Dan ini yang lebih mendekati (kebenaran).

Dalilnya : Dahulu para Shahabat -Radhiyallohu ‘anhum- tatkala Utsman -Radhiyallohu ‘anhu- menyempurnakan sholatnya ketika di Mina, mereka mengingkari perbuatan Utsman (yang ketika itu sebagai seorang khalifah -pent).

Akan tetapi mereka tetap sholat bersama beliau dengan menyempurnakan sholat mereka. Seandainya mereka (para shahabat) berpendapat qoshor wajib, niscaya mereka tidak menyempurnakan sholat bersama Utsman. Karena ini berkonswensi menambah (raka’at) dalam sholat yang bukan bagian dari sholat tersebut.

Maka yang lebih mendekati menurut saya adalah pendapat yang terakhir, yaitu TIDAK WAJIB MENGQOSHOR, NAMUN MAKRUH (JIKA DIA MENYEMPURNAKAN SHOLATNYA -PENT).

Ini selama seseorang tidak sholat bersama imam yang menyempurnakan sholatnya. Namun kalau dia sholat di belakang imam yang menyempurnakan sholatnya, maka wajib baginya untuk menyempurnakan sholatnya baik ia mendapati seluruhnya ataupun hanya sebagiannya saja.

Penanya : Bagaimana apabila orang yang safar tersebut menjadi imam dan para ma’mum dari orang yang mukim, apakah tetap makruh (jika dia menyempurnakan sholatnya -pent)?

Asy Syaikh :

Iya. Sekalipun dia sebagai imam dan yang sholat di belakangnya orang-orang yang mukim, maka ia tetap mengqoshor sholatnya.
Dia memberitahu kepada para ma’mum : “Sempurnakan sholat kalian, sesusungguhnya kami dalam keadaan safar.” Supaya nampak sunnah, dikarenakan sunnah ini sekarang tidak dikenal lagi oleh kebanyakan orang. Bahkan sebagian orang awam mengingkarinya.

Namun jika engkau mengenalkannya dan orang-orangpun mengamalkannya maka sunnah tersebut menjadi perkara yang biasa dikalangan manusia dan akan dikenal sebagaimana telah dikenal dalam syari’at.

Maka seyogyanya bagi seseorang, terlebih lagi seorang tholibul ilmu yang diambil ucapannya, untuk menghidupkan sunnah yang telah sirna ini.

Sehingga perkara yang ma’ruf tidak dianggap sebagai kemungkaran.

Sumber: Silsilah Liqoat Babil Maftuh (Liqo 4).

Alih bahasa : Ibrohim Abu Kaysa

© 1446 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.