Hakekat Diciptakannya Seorang Hamba (Risalah Pena Kangen)

Hakekatpenciptaan1a

RISALAH PENA KANGEN

Tak terasa sekian tahun sudah berlalu, berpisah dengan orang-orang yang dekat dihati demi cita-cita yang tinggi, belajar ilmu syar’i. Ibu, bapak, simbah, mbak, mas, dan adik selalu setia menyemangati perjuangan suci ini menuju surga ilahi. Doa, donasi, telepon, sms, ataupun chating hangat mereka selalu rutin menyapa dikala kerinduan ini menggelora.

Teringat pesan simbah dulu ketika Allah mudahkan pulang ke rumah, “Ajari simbah ngaji ya…” Simbah putri dari jalur ibu menginjak usia diatas 80 tahun. Beliau masih aktif selepas subuh dan maghrib membaca Al Quran dengan mushaf madinah besar hadiah dari cucunya. Dengan jalan tertatih-tatih, beliau tidak mau terluputkan dari keutamaan shalat berjamaah di mushola seberang jalan itu.

Semoga Allah menjadikan simbah, ibu, bapak, dan kita dari orang-orang yang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam sabdakan dalam hadits yang telah dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dari Sahabat Abi Shofwan Abdullah bin Busr Al Aslamy radhiyallahu anhu, ketika itu ditanya “Siapakah manusia yang paling baik?” Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab:

((  مَنْ طَالَ عُمْرُهْ وَحَسُنَ عَمَلُهُ )) [رواه الترمذي  ٢٣٢٩]

“Yang panjang umurnya dan baik amalannya.”(HR Tirmidzi No. 2329)

Tinta ini mengalir, mencurahkan kangen sama keluarga yang begitu mendalam. Walau jarak ribuan mil memisahkan kita tapi hati selalu ingin dekat. Niatan untuk berbincang hangat dengan keluarga selalu muncul tapi apa daya jarak memisahkan kita. Semoga goresan pena ini menjadi pelipur lara kerinduan hati kita.

Coba perhatikanlah sekeliling kita, hamparan bumi menghijau, gunung-gunung gagah menjulang tinggi, dan langit biru cerah terhiasi dengan awan putih. Berjuta-juta makhluk bertebaran di muka bumi ini menjalini siklus kehidupannya masing-masing.

Semuanya berjalan dengan teratur dan rapi, tentunya akal sehat kita akan berpikir pasti ada Dzat yang menciptakan, memiliki, mengatur, dan menyempurnakan itu semua. Ya Dialah Allah, sebagaimana firman-Nya:

{( قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُم مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَمَن ُيخْرِجُ الحَيَّ مِنَ المَيِّتِ وَيُخْرِجُ المَيِّتَ مِنَ الحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللهُ فَقُْل أَفَلَا تَتَّقُونَ )} [يونس: ٣١]

“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki pada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang memiliki pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan mengatakan: “Allah”. Maka katakanlah, “Kenapa kalian tidak bertakwa?” (QS Yunus: 31)

Keteraturan itu juga mengantarkan kita untuk berpikir bahwa pencipta, pemilik, pengatur alam semesta ini cuma satu, Allah semata. Logika mudah kita akan menyatakan kalau pencipta alam lebih dari satu, tentunya masing-masing akan mengatur dengan caranya sendiri-sendiri. Maka berantakan dan hancurlah alam semesta ini, dan hal ini adalah sebuah kemustahilan yang sangat besar. Mobil saja ketika ada dua sopir arahnya tidak menentu, gimana dengan alam semesta ini. Allah pertegas hal ini dalam firman-Nya:

{( مَا اتَخَذَ اللهُ مِن وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِن إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ )} [المؤمنون: ٩١]

“Tidaklah Allah mempunyai anak, tidak pula bersama-Nya sesembahan yang lain, (kalau ada) tentu setiap sesembahan akan pergi dengan apa yang dia ciptakan, dan sebagian mereka akan mengalahkan sebagian lainnya.” (QS Al Mukminun: 91)
Lalu renungkanlah ketika Allah semata pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta, tentunya hal ini melazimkan kita untuk beribadah hanya kepada-Nya. Hanya Dialah yang paling berhak untuk diibadahi dengan segala macam bentuk peribadatan. Allah berfirman:

{( يٓأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَكم تَتَقُونَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ فِرَاشًا والسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِن السَّمَاءِ مَاءً فََأخْرَجَ بِهِ مِن الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُم فَلا تَجْعَلُوا لله أَنْدَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ )} [البقرة: ٢١]

“Wahai sekalian manusia beribadahlah kalian kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah mudahan kalian menjadi orang-orang yang bertakwa. Yang telah menjadikan bagi kalian bumi sebagai hamparan, dan langit sebagai atap. Dan telah menurunkan hujan dari langit, yang dengannya Dia mengeluarkan buah-buahan sebagai rezki buat kalian, maka janganlah kalian jadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam keadaan kalian mengetahui.” (QS Al Baqarah: 21)

Ahlu tafsir Ibnu Katsir menyatakan: “Pencipta segala sesuatu inilah yang paling berhak diibadahi”

Peribadatan kepada Allah semata merupakan tujuan penciptaan kita di muka bumi. Bukankah sering terlintas dalam benak kita, terdengar merdu ditelinga kita dan terbaca indah dengan mata kita firman Allah:

{( وَمَا خَلَقْتُ الجِّنَ وَالِإِنْسَ إِلَّا لِيَعبُدُنِ )} [الذاريات: ٥٦]

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS Adz Dzariyat :56)

Al Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dalam tafsirnya: “Makna ayat adalah Allah menciptakan makhluk agar mereka beribadah hanya kepada-Nya semata, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka barang siapa mentaati-Nya, Allah akan balas dengan balasan paling sempurna, dan barang siapa memaksiati-Nya, Allah akan adzab dengan adzab yang paling pedih.”

Berkata Ibnul Qoyim rahimahullah: “Allah mengkabarkan bahwa tujuan utama dari penciptaan-Nya adalah peribadatan kepada-Nya.” (Thariq Al Muhajirin 125)

Syaikh Muhammad At Tamimi memperjelas makna ayat ini : “Makna agar mereka beribadah kepada-Ku adalah agar mereka mentauhidkan-Ku.” (Tsalatsatul Ushul wa Adilatuha)

Dan karena tauhid inilah Allah menurunkan kitab-kitab kepada Para Rasul, mengutus Para Nabi dan Rasul kepada setiap umatnya, dan ditutup dengan mengutus Nabi dan Rasul Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam ke seluruh manusia dan jin. Allah jelaskan hal itu dalam firman-Nya:

{( وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كلِّ أُمَةٍ رَسُولاً أَنِ اعبُدُوا اللهَ واجْتَنِبُوا الطَاغُوتَ )} [النحل: ٣٦]

“Dan sungguh Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan) “Beribadahlah hanya kepada Allah dan jauhilah Thaghut” (QS An Nahl: 36)

Dan ini makna syahadat “La ilaha illa Allah”, “La ilaha” meniadakan peribadatan kepada seluruh sesembahan yang disembah selain Allah. Dan “illa Allah” menetapkan peribadatan hanya kepada Allah saja. Sehingga dengannya kita paham makna yang benar dari syahadat “La ilaha illa Allah” yaitu “Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah”. Ketika bebarengan dengan syahadat “Muhammad rasulullah”, keduanya merupakan tolak ukur dan keabsahan Islam seorang muslim.

Amalan yang sangat agung ini Allah janjikan padanya balasan yang sebanding pula bahkan berlipat ganda. Allah wahyukan keutamaan yang besar itu pada Nabi Muhammad shalallahu ‘alahi wasalam dengan sabdanya dihadits yang diriwayatkan dari Sahabat ‘Itban radhiyallahu:

(( فإن الله حرم على النار من قال لا إله إلاّ الله يبتغي بذلك وجه الله )) متفق عليه

“Sesungguhnya Allah haramkan bagi neraka, orang yang mengucapkan “Lailaha illa Allah” dalam keadaan berharap dengannya wajah Allah.” (HR Bukhori No. 425 dan Muslim No. 33)
Bahkan alam semesta ini dengan keindahan, keanekaragaman, keluasan dan kebesarannya, Allah ciptakan untuk menunjang dan menyempurnakan tujuan penciptaan kita yang mulia yaitu mentauhidkan-Nya. Simaklah firman Allah ini:

{( هُوَ الَّذِي خَلَقَ  لَكُمْ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا )}  [البقرة:  ٢٩]

“Dialah yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kalian.” (QS Al Baqarah: 29)

Hal itu tidaklah mengherankan, kalau kita melihat realita yang ada bahwa beribadah kepada Allah semata merupakan perintah Allah yang terbesar dan berbuat kesyirikan  kepada-Nya merupakan larangan Allah yang terbesar. Amalkanlah firman Allah ini:

{( وَأعْبُدُوا اللهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا )} [النساء:  ٣٦]

Beribadahlah kalian hanya kepada Allah, dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatupun” (QS An Nisa :36)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah memaparkan makna ibadah dengan pemaparan yang sempurna, bahkan para ulama setelahnya selalu menukil darinya, beliau menyatakan:

(( العبادة اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأعمال الظاهرة والباطنة )) [مجموع الفتوى ١٠/١٤٩]

“Ibadah adalah nama yang mencakup setiap hal yang Allah cintai dan ridhoi dari perkataan dan perbuatan baik yang tampak maupun yang batin” (Majmul Fatawa 10/149)

Ibadah yang Allah perintahkan macamnya sangat banyak diantaranya doa, rasa takut, berharap, tawakal, kembali kepada-Nya, meminta tolong, meminta perlindungan, meminta pemecahan masalah dalam keadaan yang sangat genting, nadzar, penyembelihan dan yang lainnya.

Semua macam ibadah harus ditujukan pada Allah semata, maka barangsiapa memalingkannya kepada selain Allah, sungguh dia telah musyrik dan kafir. Perhatikanlah firman Allah ini:

{( وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللهِ إلهًا ءَاخَرَ لاَ بُرهَانَ لَهُ بِهِ  فَِإنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِهِ إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الكَافِرُونَ )} [المؤمنون:١١٧]

Dan barang siapa menyembah sesembahan yang lain disamping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya  tentang itu. Maka sesungguhnya perhitungan mereka disisi Rabbnya. Sungguh orang-orang kafir tidak akan beruntung” (QS Al Mukminun: 117)

Ketika seorang telah melakukan kesyirikan maka seluruh amalannya hangus, gugur, dan terhapus seluruhnya tanpa tersisa sedikitpun. Shalat, puasa, zakat, sedekah, haji, dan amalan lainnya yang telah dia kumpulkan bertahun-tahun akan terhapus semuanya tanpa bekas secuilpun. Cermati firman Allah ini:

{( َولَوْ أَشْرَكُوْا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُو يَعْمَلُونَ )} [الأنعام: ٨٨]

“Kalau mereka mempersekutukan Allah, sungguh akan hapus dari mereka amalan yang dahulunya mereka kerjakan.” (QS Al An’am: 88)
Ketika seorang musyrik meninggalkan dunia yang fana ini dalam keadaan masih lekat kesyirikan bersamanya, maka Allah tidak akan mengampuninya selamanya. Berbeda halnya kalau dia benar-benar bertaubat dari kesyirikan sebelum wafat. Allah telah memaparkan hal itu dalam firman-Nya:

{( إِنَّ اللهَ لا َيَغَفِرُ أَن يُشْرِكَ بِهِ وَيَغْفِرُ ماَ دُونَ ذَلكً لمِِنْ يَشٓاء )} [النساء: ٤٨]

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa kesyirikan, dan mengampuni selain itu bagi yang Dia kehendaki.” (QS An Nisa: 48)

Pelaku kesyirikan pun akan kekal di neraka selamanya dan tidak akan pernah masuk surga. Bahkan diharamkan darinya, Allah jelaskan dalam firman-Nya

{( إِنَّهُ مَن يُشْرِك بِاللهِ فَقَد حَرَّم اللهُ عَليه الجَنَة وَمَأوَاهُ الَّنارِ ومَا للظَالمِينَ مِن أنصَارَ )} [المائدة:  ٧٢]

“Sesungguhnya orang yang menyekutukan Allah, telah Allah haramkan baginya surga, dan tempat kembali mereka adalah neraka, dan tidaklah ada penolong bagi orang-orang yang dholim.”(QS Al Maidah:72)

Tatkala kita telah mengetahui betapa ngerinya kesyirikan, maka kita harus menjauhi dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelaku kesyirikan. Nabi Ibrohim ‘alahi salam contohkan sikap itu dan diabadikan dalam firman-Nya:

{( وَإِذ قَالَ إِِبرَاهِيمُ لأِبَيهِ وَقَومِهِ إنَِّنِي بَراءٌ مِمّا تَعبُدُون إِلا الذي فَطَرَنِي )} [الزخرف:٢٦- ٢٧]

“Dan tatkala Ibrohim berkata kepada bapak dan kaumnya: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah selain Yang menciptakan aku.” (QS Zuhruf: 26-27)

Untuk menjalankan tujuan utama penciptaan kita di muka bumi ini, dan melihat rintangan yang menghadang begitu dahsyat dan mengerikan, tentu kita butuh ilmu syar’i untuk membedakan mana tauhid dan mana syirik dalam keseharian kita. Disana ada beberapa macam kesyirikan yang terkadang tersamarkan bagi sebagian orang ataupun terkaburkan sisi kesyirikannya. Sempatkanlah waktu walau sesaat dalam sehari untuk kembali menelaah Islam dengan sebenar-benarnya.

Walau saat ini jarak memisahkan kita, namun kita selalu berdoa, semoga Allah kumpulkan kita semua di Surga Firdaus nan mulia.

Yang Selalu Kangen
Abu Abdillah Zaki ibnu Salman
Fiyus, 20 Rabiu Tsani 1435/20 Februari 2014

© 1446 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.