Hak-Hak Suami Atas Istrinya (Bagian 3)

 

hijau

Ditulis oleh: Ustadz Abu Umar Ibrohim Hafizhahullah

3. Asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Bagi istri untuk menjalankan tugasnya (di rumah) dengan membuatkan roti (makanan), membuat adonan, memasak, dan yang semisalnya.

Asy-Syaikh Abdurrahman  al-’Adeny hafizhahullah menjelaskan:

Di antara hak suami atas istrinya adalah dilayani (oleh istrinya) di rumahnya.

Pada permasalahan ini terdapat khilaf di kalangan para ulama, yakni apakah wajib seorang istri untuk berkhidmah/melayani suaminya dengan mencucikan baju, menyiapkan makanan, menyiapkan/merapikan tempat tidur, dan membersihkan rumah.

Pendapat yang kuat adalah wajib atas istri untuk berkhidmah kepada suaminya.

Dalilnya adalah apa terjadi di masa kenabian berupa khidmah/pelayanan para istri kepada suaminya.

Di antaranya adalah hadits tentang kisah Fathimah radhiyallahu ‘anha.
Alkisah, Fathimah mendengar kedatangan para tawanan di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu, Fathimah mendatangi beliau, tapi tidak mendapati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Fathimah hanya mendapati Aisyah. Maka, Fathimah mengadukan tentang pekerjaan yang dilakukannya, yaitu menggiling adonan tepung dengan tangannya sampai membekas.
Maka, Fathimah ingin minta tawanan yang baru datang untuk dijadikan sebagai khadim (pembantu).
Lalu, datanglah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aisyah pun menceritakan tentang kedatangan Fathimah dan keinginannya. 
Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka berdua (Ali dan Fathimah).
Nabi memberikan arahan kepada mereka dengan zikir.
Beliau berkata, “Apabila engkau ingin tidur, hendaklah bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali, dan bertakbir 34 kali.”
Lalu beliau bersabda, “Ini semua lebih baik bagimu daripada khadim (pembantu).

Hal ini menunjukkan bahwa Fathimah, sayyidah seluruh wanita di alam ini, telah berkhidmah kepada suaminya.
Sampai2 pekerjaannya yang begitu berat membekas di tangannya.

Demikian pula halnya Asma bintu Abi Bakar.
Beliau berkhidmah kepada suaminya, Zubair Ibnul ‘Awwam dengan khidmah yang agung.
Asma mengurusi kudanya Zubair, mencarikan makanan untuk kudanya, dan membawakan sesuatu dari jarak yang jauh (sebagai bentuk khidmahnya kepada suami).
Semua itu terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalil lain yang menunjukkan atas wajibnya istri berkhidmah kepada suaminya adalah hadits Jabir radhiyallahu. Jabir menikahi janda. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Kenapa engkau tidak menikahi gadis saja, sehingga bisa bermain-main dengannya, dan dia juga bisa bermain-main denganmu; engkau bisa bercumbu rayu dengannya, dan dia pun juga.”
Jabir menjawab, “Sesungguhnya aku memiliki banyak saudara perempuan (yang masih kecil), aku ingin memiliki istri yang bisa mengurusi dan melayani keperluan mereka.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sebaik-baik wanita adalah yang mengendarai unta (wanita Arab), dan sebaik-baik wanita adalah Quraisy, karena mereka lebih penyayang terhadap anak2 kecil, dan lebih bisa menjaga/amanah terhadap harta suaminya.” [Bukhari dan Muslim]

Maka, wajib bagi istri untuk berkhidmah kepada suaminya dengan cara yang baik. Allah tidaklah membebani seseorang di luar batas kemampuannya, atau sesuatu yang di luar keumuman adat kebiasaan yang berlaku. Misalnya: di suatu masyarakat tertentu ada kebiasaan untuk seorang istri melayani dengan sempurna seluruh kebutuhan suaminya.
Maka, wanita ketika ingin dinikahi hendaknya dia memberikan syarat kepada calon suaminya untuk tidak melakukan khidmah yang seperti itu.

Asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah menyebutkan sebagian hak suami atas istrinya.

Dan telah diketahui bersama, bahwa hak suami atas istrinya sangatlah besar.

Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya, “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, sungguh aku akan perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”

Wanita yang beriman, salihah, dan bertakwa akan selalu menjalankan seluruh perkara yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.

Inilah sebab yang akan mengantarkannya kepada kebahagiaan, dan memasukkan wanita ke dalam jannah-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila wanita telah shalat 5 waktu, menunaikan zakat hartanya, menjaga kemaluannya, menaati suaminya, dikatakan kepadanya, ‘Masuklah kamu ke jannah dari pintu mana saja yang kamu inginkan.’”

Laki2 adalah pemimpin bagi wanita.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita); dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” [al-Ahzab: 34]

Kenapa Allah letakkan kepemimpinan pada laki-laki?

Hal itu karena 2 perkara:

1. Karena kelebihan yang Allah berikan atas sebagian mereka (laki-laki) di atas sebagian yang lainnya (wanita).

Laki-laki dilebihkan atas wanita pada banyak perkara, di antaranya dalam permasalahan diyat, warisan, dan persaksian.

2. Karena nafkah yang mereka berikan kepada istri.

Maka, seseorang yang telah menafkahi wanita, dia memiliki hak atas wanita tersebut.

Demikianlah Allah berfirman (yang artinya), “Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.” [al-Baqarah: 228]

Maka, suami diperintahkan untuk mempergauli istri dengan baik, begitu pula istri, sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara yang baik.” [al-Baqarah: 228]

Di antara hak suami atas istrinya pula adalah:
-Engkau tidak berpuasa sunnah kecuali dengan seizin suami.
-Engkau menaati suami dalam perkara yang baik, bukan dalam kemaksiatan.

Wahai para wanita,
hendaknya engkau semangat untuk meraih ridha suami, berpenampilan bagus dan menarik di hadapan suami, berakhlak yang baik bersamanya, menjaga harta suami dan kehormatan dirinya di saat suami tidak ada di sisinya, mengurusi, melayani, menjaga, dan mendidik putra-putrinya, dan berbuat baik kepada orang tua serta karib kerabatnya.

Itulah beberapa kewajiban yang harus ditunaikan oleh seorang istri terhadap suaminya.

Sekali lagi, wajib bagi para istri untuk  bersemangat dalam membahagiakan suaminya.

Wallahu a’lam bish shawab.
Bersambung, insya Allah pembahasan selanjutnya tentang “Hak-Hak Istri atas Suami”.

Fawaid dari dars Manhajus Salikin bab: ‘Isyratin Nisa oleh asy-Syaikh Abdurrahman al-’Adeny hafizhahullah Ta’ala di Markiz Daril Hadits al-Fiyush.

© 1446 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.
Enable Notifications OK No thanks