BENARKAH TIDAK BOLEH MEMBANTAH ULAMA YANG KELIRU KECUALI SEORANG ULAMA JUGA
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah
Penanya: Pertanyaan ketiga –semoga Allah Ta’ala menjaga Anda, memberkahi Anda dan memanjangkan umur Anda dalam ketaatan-Nya– pertanyaan ketiga: benarkah ucapan sebagian manusia: “Tidak boleh membantah seorang ulama kecuali ulama juga?”
Asy-Syaikh: Hal ini jika terjadi, maksudnya jika kesesatannya didiamkan dan tidak dijumpai seorang ulama yang menjelaskan kebenaran, sementara ada seseorang yang dianggap kecil memiliki hujjah dan dalil, maka wajib atasnya untuk menyampaikan apa yang dia ketahui. Yang menjadi dalil adalah bahwasanya seorang ulama dan seorang penuntut ilmu tidak boleh berbicara kecuali berdasarkan ilmu dan tidak boleh masuk dalam sebuah perkara pun kecuali dengan ilmu.
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلًا.
“Dan janganlah engkau mengikuti hal-hal yang engkau tidak memiliki ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al-Isra’: 36)
Jadi berbicara berdasarkan kebodohan dalam ucapan apapun –walaupun yang mengucapkannya adalah seorang ulama– hukumnya tertolak, tidak diterima, dan haram. Bahkan terkadang sampai ke tingkatan yang lebih besar dosanya dibandingkan kafir kepada Allah Azza wa Jalla. Hal ini sebagaimana firman Allah Tabaaraka wa Ta’ala:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوْا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ.
“Katakanlah: “Sesungguhnya Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang itu merupakan perkara yang Allah tidak menurunkan keterangan yang membolehkannya, dan Dia mengharamkan kalian untuk mengada-adakan atas nama Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (QS. Al-A’raf: 33)
Al-Imam Ibnul Qayyim berkata ketika menjelaskan ayat ini: “Sesungguhnya Allah Tabaaraka wa Ta’ala menyebutkan perkara-perkara ini bertahap dari yang paling kecil dosanya hingga yang paling besar. Jadi dosa yang paling besar adalah berbicara atas nama Allah tanpa ilmu, karena masuk padanya kesyirikan, kekafiran, dan masuk pula padanya bid’ah serta kemaksiatan, dan yang lainnya. Jadi pangkal bencana adalah berbicara atas nama Allah tanpa ilmu, berbicara dengan menggunakan nama Allah dan dengan label agama-Nya tanpa ilmu.
Maka, jika di sana terdapat seorang penuntut ilmu yang dia mengetahui duduk perkara sebuah permasalahan dan dia juga memiliki dalil dan hujjah tentang masalah tersebut dan para ulama tidak ada yang berbicara, maka hendaknya dia berbicara menjelaskan kebenaran.
Alih bahasa: Abu Almass
Rabu, 18 Ramadhan 1435 H
Sumber audio:
http://www.youtube.com/watch?v=l2asjS071cw
Sumber transkrip:
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=100529
———————————————————————————————–
Dengarkan Audionya: