MEMBICARAKAN PENYIMPANGAN AHLI BID’AH TERMASUK GHIBAH
Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah
| | |
Pertanyaan: Apa hukum perkataan sebagian salaf: “Seorang mubtadi’ tidak dilarang menggibahinya.” Bagaimanakah batasan dalam perkataan ini?
Jawaban:
Tidak, tidak demikian (secara mutlak –pent), jika bid’ahnya tidak mengeluarkannya dari Islam maka dia masih memiliki kehormatan sebagai seorang muslim, dan membicarakan aibnya (yang sifatnya pribadi –pent) tetap diharamkan. Tetapi jika membutuhkan untuk menjelaskan keadaannya maka ini merupakan perkara yang penting. Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al-Bukhary:
مَا أَظُنُّ فُلاناً وَفُلاناً يَعْرِفَانِ مِنْ دِيْنِنَا شَيْئًا.
“Aku tidak menyangka kalau si fulan dan fulan mengetahui sedikit pun dari agama kita.” [1]
Beliau juga bersabda:
بِئْسَ أَخُوْ الْعَشِيْرَةِ.
“Dia adalah sejelek-jelek teman bergaul.” [2]
Beliau juga pernah berkata kepada para istrinya:
إِنَّكُنَّ لَأَنْتُنَّ صَوَاحِبُ يُوْسُفَ.
“Sesungguhnya kalian benar-benar seperti wanita-wanita yang menggoda Yusuf.” [3]
Beliau pernah berkata kepada Mu’adz:
أَفَتَّانٌ أَنْتَ يَا مُعَاذُ؟
“Wahai Mu’adz, apakah engkau akan menjadi juru fitnah?!” [4]
Dan beliau berkata kepada Abu Dzar:
إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيْكَ جَاهِلِيَّةٌ.
“Sesungguhnya engkau adalah seseorang yang pada dirimu masih ada sebagian sifat jahiliyyah.” [5]
Jadi jika membutuhkan untuk menjelaskan keadaan seorang mubtadi’ maka hal itu termasuk amar ma’ruf nahi mungkar serta termasuk nasehat bagi Islam dan bagi umat Islam. Juga dalam rangka meringankan dosa darinya, karena semakin banyak para pengikutnya maka semakin banyak pula dosanya.
مَنْ سَنَّ فِيْ الْإِسْلامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَة مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ.
“Barangsiapa yang membuat contoh yang buruk di dalam Islam, maka dia menanggung dosanya dan dosa siapa saja yang mengamalkannya hingga Hari Kiamat tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” [6]
Sumber artikel:
http://www.muqbel.net/fatwa.
Catatan kaki:
[1] HR. Al-Bukhary (6067) dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha.
[2] HR. Al-Bukhary (6054) dan Muslim (2591) dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha.
[3] HR. Al-Bukhary (713) dan Muslim (418) dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha.
[4] HR. Al-Bukhary (705) dan Muslim (465) dari hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu alaihi was sallam berkata demikian kepada Mu’adz karena dia membaca ayat terlalu panjang ketika menjadi imam shalat sehingga ada yang mengeluhkannya.
[5] Al-Bukhary (30 dan 6050) dan Muslim (1661), dan sebab beliau shallallahu alaihi was sallam berkata demikian karena Abu Dzar Jundub bin Junadah Al-Ghifary mencela ibu seorang shahabat karena ibunya tersebut orang ajam, dan ketika itu antara shahabat tersebut dengan Abu Dzar radhiyallahu ‘anhum ajma’in ada permasalahan, wallahu a’lam.
[6] Lihat: Shahih Muslim (1017) dari hadits Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu. (pent)
Alih bahasa: Abu Almass
Jum’at, 24 Rajab 1435 H