PIHAK YANG MENOLAK HUJJAH AKAN JATUH TERSUNGKUR DAN JATUH PULA KEADILANNYA
Asy-Syaikh Rabi’ Al-Madkhaly hafizhahullah
Dalam masalah jarh wa ta’dil: cukup jarh itu muncul dari seorang ulama saja dan cukup ta’dil itu muncul dari seorang ulama saja. Maka jika terjadi perbedaan pendapat dalam menilai seseorang antara dua ulama yang jujur, diakui keilmuannya, dan jauh dari hawa nafsu, maka yang wajib bagi selain kedua ulama tersebut dari para pembawa ilmu untuk melakukan tabayyun (meneliti dan klarifikasi –pent) dengan meminta penjelasan kepada ulama yang menjarh dan menuntut bukti kepadanya. Kalau ulama yang menjarh tersebut menunjukkan bukti maka wajib atas mereka untuk menerima bukti dan hujjah tersebut.
Jika ada seorang yang menta’dilnya atau selainnya berusaha menentangnya, maka pihak yang menolak hujjah ini dia akan jatuh tersungkur dan akan jatuh pula keadilannya serta tidak bisa dipercaya lagi dalam urusan agama allah. SEANDAINYA ADA SATU SAJA ULAMA YANG MEMBAWA HUJJAH DAN BUKTI, LALU DIA DISELISIHI OLEH PULUHAN PIHAK DENGAN ALASAN YANG BATHIL, KEDUSTAAN DAN TIPU DAYA, MAKA TIDAK PERLU MENDENGAR UCAPAN MEREKA.
Ini adalah kaedah-kaedah jarh wa ta’dil yang telah diletakkan dalam masalah jarh wa ta’dil yang wajib kita pegangi dalam menghadapi fitnah-fitnah semacam ini. ADA SESEORANG YANG DIJARH OLEH PULUHAN ULAMA DAN PARA ULAMA TERSEBUT MEMBAWAKAN BUKTI-BUKTI YANG JELAS YANG MENUNJUKKAN KEBATHILAN, KESESATAN DAN FITNAHNYA, KEMUDIAN ADA SEBAGIAN MANUSIA YANG TIDAK MAU MENDENGAR PERKATAAN PARA ULAMA TERSEBUT DENGAN DALIH BAHWA KEBENARAN BELUM NAMPAK JELAS BAGINYA. SIKAP SEMACAM INI TIDAK BOLEH DI DALAM AGAMA ALLAH.
Jika sikap seperti itu dibenarkan maka bisa saja ketika kita membuka kitab-kitab jarh wa ta’dil kita tidak mengambil sikap dalam menilai setiap biografi seorang periwayat hadits dengan dalih: “Demi Allah, saya tidak mengetahui dengan jelas keadaannya.” Demikian juga akan menyeret kita untuk tidak berani meyakini yang benar di dalam setiap akidah dengan dalih: “Saya belum mengetahui dengan jelas masalah ini.”
Ketika ada perselisihan antara Rafidhah dengan Salafiyun, atau antara Rafidhah dengan Jahmiyah, atau antara Salafiyun dengan Mu’tazilah, atau antara Salafiyun dengan Khawarij, atau antara Salafiyun dengan Murji’ah, atau antara Salafiyun dengan Shufiyah, muncul seseorang yang menyatakan: “Demi Allah, saya tidak mengetahui masalah ini dengan jelas.” Cara dia semacam ini tidak diterima. JIKA ADA DUA PIHAK DARI SALAFIYUN BERSELISIH DAN HUJJAH BERSAMA SALAH SEORANG DARI KEDUANYA, MAKA WAJIB BERPIHAK KEPADA YANG MEMILIKI HUJJAH.
Senin, 20 Dzulqa’dah 1435 H