PANDANGAN YANG BERAKHIR DENGAN KEPEDIHAN
Di Kufah ada seorang pemuda yang ahli ibadah yang senantiasa tinggal di Masjid Jami’ dan hampir-hampir tidak pernah meninggalkannya. Dia berwajah tampan dan bagus akhlaknya. Suatu hari ada seorang gadis cantik dan cerdas yang melihatnya sehingga gadis tersebut jatuh hati kepadanya. Cintanya itu berlangsung lama. Suatu hari gadis tersebut sengaja mencegat pemuda tersebut di jalan yang biasa dia lewati menuju rumahnya. Maka gadis tersebut berkata kepadanya, “Wahai pemuda, dengarkanlah beberapa kalimat dariku, setelah itu lakukanlah sesukamu!” Namun pemuda tersebut hanya berlalu dan tidak berbicara dengannya.
Kemudian setelah peristiwa itu gadis tersebut kembali menghadang pemuda tersebut di jalan ketika dia ingin pulang ke rumahnya. Gadis tersebut kembali mengatakan, “Wahai pemuda, dengarkanlah beberapa kalimat, aku ingin bicara denganmu!” Maka pemuda tersebut menundukkan kepalanya seraya berkata, “Ini tempat yang bisa menimbulkan prasangka buruk, dan saya tidak suka berada di tempat yang bisa menimbulkan prasangka buruk.”
Gadis tersebut menjawab, “Demi Allah, saya tidaklah berdiri di tempatku berdiri ini karena tidak mengetahui keadaanmu, tetapi saya berlindung kepada Allah dari menganggap para ahli ibadah sengaja melakukan hal seperti ini. Demi Allah, yang mendorong saya untuk menjumpaimu dalam perkara ini adalah karena diri saya sendiri, karena saya mengetahui bahwa yang sedikit dari ini menurut manusia adalah banyak. Dan kalian wahai orang-orang yang ahli ibadah ibarat kaca yang akan ternoda hanya dengan sebab kotoran yang sedikit saja. Inti dari yang ingin saya sampaikan kepadamu adalah bahwa seluruh anggota badanku disibukkan dengan dirimu, maka saya mohon dengan sangat agar engkau mau sekiranya memberikan perhatian terhadap urusanku dan urusanmu.”
Namun pemuda tersebut berlalu pulang ke rumahnya dan ingin mengerjakan shalat, tetapi dia tidak bisa konsentrasi untuk mengerjakan shalat. Lalu dia mengambil kertas dan menulis sebuah surat. Kemudian dia keluar rumah, ternyata gadis tersebut masih duduk di tempatnya semula. Maka dia pun melemparkan suratnya kepadanya dan pulang ke rumahnya lagi.
Surat tersebut berbunyi:
بسم الله الرحمن الرحيم
“Ketahuilah wahai sang gadis, sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala jika Dia didurhakai maka Dia tidak langsung mengadzab. Jika seorang hamba mengulangi kedurhakaannya maka Dia akan menutupinya. Maka jika hamba tersebut telah menjadikan kedurhakaan sebagai pakaian, Allah Azza wa Jalla akan murka dengan kemurkaan yang tidak sanggup dihadapi oleh langit, bumi, gunung, pohon dan hewan. Siapakah yang sanggup menghadapi kemurkaan-Nya?
Jika yang engkau sebutkan tidak benar, maka saya ingatkan dirimu dengan hari yang ketika itu langit menjadi seperti timah yang meleleh dan gunung-gunung laksana kapas yang beterbangan, dan seluruh umat berlutut di hadapan Al-Jabbar Al-Azhim. Dan sungguh saya merasa tidak mampu untuk memperbaiki diriku sendiri, maka bagaimana mungkin saya akan memperbaiki orang lain.
Namun jika yang engkau katakan memang benar-benar terjadi (jatuh cinta –pent), maka saya akan tunjukkan dirimu kepada dokter yang paling mampu mengobati luka yang menyakitkan dan penyakit yang parah. Dialah Allah Rabbul Alamin. Maka mohonlah kesembuhan kepada-Nya dengan sungguh-sungguh dan penuh kejujuran.
Dan sungguh saya sendiri tidak sempat memikirkan dirimu, karena selalu teringat dengan firman Allah Azza wa Jalla:
وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْآزِفَةِ إِذِ الْقُلُوْبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِيْنَ مَا لِلظَّالِمِيْنَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ. يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِيْ الصُّدُوْرُ.
“Dan berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat, yaitu ketika hati menyesak sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zhalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak pula mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya. Dia mengetahui pandangan mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghafir: 18-19)
Maka adakah tempat lari dari ayat ini?!” –selesai–
Lalu beberapa hari setelah itu gadis tersebut datang lagi dan menunggu di jalan yang biasa dilewati oleh pemuda tadi. Ketika dia melihat gadis itu dari kejauhan, maka dia ingin kembali ke rumahnya agar dia tidak bertemu lagi dengannya, gadis tersebut memanggil, “Wahai pemuda, jangan pulang, karena tidak akan ada pertemuan lagi setelah ini selama-lamanya kecuali di hadapan allah Azza wa Jalla!”
Lalu gadis tersebut menangis tersedu-sedu. Kemudian dia berkata, “Saya memohon kepada Allah Azza wa Jalla yang di tangan-Nya kunci-kunci hatimu agar memudahkan urusanmu yang sulit.” Kemudian dia mengikuti pemuda itu lalu berkata, “Berilah saya nesehat yang akan saya bawa darimu dan berilah saya wasiat yang akan saya laksanakan!”
Maka pemuda tersebut berkata kepadanya, “Saya wasiatkan kepadamu agar menjaga keselamatan dirimu dari keburukan dirimu sendiri. Dan saya ingatkan engkau dengan firman Allah Azza wa Jalla:
وَهُوَ الَّذِيْ يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ.
“Dan Dialah yang menidurkan kalian di malam hari dan mengetahui apa yang kalian kerjakan di siang hari.” (QS. Al-An’am: 60)
Maka gadis tersebut menundukkan kepalanya dan menangis lebih dari tangisannya yang pertama. Kemudian dia pun menyadari kesalahannya lalu dia pun tinggal di rumahnya terus dan fokus beribadah. Jika dia teringat pemuda itu maka dia mengambil suratnya dan meletakkannya di depan kedua matanya. Maka ada yang bertanya kepadanya, “Apakah dengan hal ini bermanfaat bagimu?!” Dia menjawab, “Apakah ada obat bagiku selainnya?!”
Jika malam datang maka dia pun bangkit mengerjakan shalat di mihrabnya. Dia terus melakukan seperti itu hingga dia meninggal karena menahan sedih.
Maka pemuda tersebut mendengar kabar meninggalnya kemudian dia pun menangisinya. Lalu ada yang bertanya kepadanya, “Kenapa engkau menangis, bukankah engkau telah membuatnya putus asa?!” Dia pun menjawab, “Sesungguhnya saya telah menyembelih keinginganku terhadapnya pada kali pertama, dan saya telah menjadikan keputusanku untuk memutus hubungan dengannya sebagai simpanan bagiku di sisi Allah Azza wa Jalla (bukan karena saya tidak mencintainya –pent), dan sesungguhnya saya merasa malu terhadap Allah Azza wa Jalla untuk meminta kembali simpanan yang telah kusimpan di sisi-Nya.”
(Dzammul Hawaa, karya Ibnul Jauzy, hal. 383-384)
Diterjemahkan oleh: Abu Almass bin Jaman Al-Ausathy
Kamis, 20 Rabi’uts Tsany 1435. Daarul Hadits – Ma’bar – Yaman