WAJIB MENTAHDZIR ORANG YANG KELUAR DARI KEBENARAN DAN TIDAK BOLEH MENDIAMKANNYA
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
Orang yang keluar dari kebenaran dengan sengaja, tidak boleh mendiamkannya, bahkan wajib menyingkap perkaranya, membongkar kejahatannya agar manusia mewaspadainya. Dan tidak boleh mengatakan: “Manusia bebas berpendapat, bebas berbicara, dan wajib menghormati pendapat pihak lain.” Sebagaimana hal itu terus didengung-dengungkan sekarang ini, yaitu agar menghormati pendapat pihak lain. Jadi masalahnya bukanlah masalah pendapat, tetapi masalah ittiba’ (mengikuti kebenaran). Allah telah menunjukkan jalan yang jelas bagi kita dan Dia memerintahkan kepada kita: “Tempuhlah jalan ini!” Hal ini sebagaimana firman-Nya:
﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيْلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ﴾
“Dan sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah jalan ini dan jangan kalian ikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Demikianlah yang Dia wasiatkan kepada kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-An’am: 153)
Maka siapa saja yang datang kepada kita dan menginginkan agar kita keluar dari jalan ini, maka sikap kita:
Pertama: Kita menolak ucapannya.
Kedua: Kita jelaskan dan kita mentahdzirnya agar manusia mewaspadainya, dan tidak boleh bagi kita untuk mendiamkannya. Karena jika kita diam maka manusia akan tertipu dengannya. Terlebih lagi jika orang tersebut adalah orang yang fasih, pandai berbicara, pandai menulis dan memiliki wawasan luas, karena manusia akan tertipu dengannya dan mereka akan mengatakan: “Dia ahli dan termasuk pemikir.” Sebagaimana hal ini terjadi sekarang ini. Jadi permasalahannya sangat berbahaya sekali.
Jadi pada perkataan beliau ini (Al-Barbahary –pent) menunjukkan wajibnya membantah siapa saja yang menyelisihi kebenaran. Hal ini berlawanan dengan apa yang mereka katakan: “Tinggalkanlah bantahan-bantahan, biarkan manusia masing-masing mengikuti pendapatnya dan hormatilah, bebas berpendapat dan bebas berbicara!” Dengan prinsip semacam inilah umat ini akan binasa. Padahal Salaf mereka tidak mendiamkan orang-orang semacam mereka ini. Bahkan Salaf membongkar kejahatan mereka dan membantah mereka, karena mereka mengetahui betapa besar bahaya mereka terhadap umat. Maka kita pun tidak boleh mendiamkan kejahatan mereka, bahkan harus menjelaskan apa yang Allah turunkan. Kalau itu tidak kita lakukan maka kita menjadi orang-orang yang menyembunyikan kebenaran sebagaimana firman-Nya:
﴿إِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِيْ الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلعَنُهُمُ اللهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُوْنَ﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat pula oleh semua mahluk yang bisa melaknat.” (QS. Al-Baqarah: 159)
Jadi perkaranya tidak terbatas terhadap mubtadi’, bahkan perkaranya juga mengenai siapa saja yang mendiamkannya, karena dia juga berhak mendapatkan celaan dan hukuman, karena yang wajib adalah menjelaskan dan menerangkan kepada manusia. Dan ini merupakan tugas bantahan-bantahan ilmiah yang banyak dijumpai sekarang ini di perpustakaan kaum Muslimin. Semuanya membela jalan yang lurus dan memperingatkan kejahatan mereka.
Jadi tidaklah menyebarkan pemikiran ini, yaitu pemikiran tentang kebebasan berpendapat, kebebasan berbicara dan agar saling menghormati pihak lain, kecuali orang yang menyesatkan dan menyembunyikan kebenaran.
Kita bertujuan untuk mengikuti kebenaran, kita tidak bertujuan untuk mencela manusia dan tidak pula untuk membicarakan manusia. Tujuannya adalah menjelaskan kebenaran, dan ini merupakan amanah yang Allah bebankan kepada para ulama. Maka tidak boleh mendiamkan orang-orang semacam mereka ini. Tetapi sangat disayangkan seandainya ada seorang ulama membantah orang-orang semacam mereka ini, maka mereka mengatakan: “Ini adalah orang yang terburu-buru.” Dan berbagai macam was-was yang lainnya. Namun hal ini sama sekali tidak akan mengendurkan semangat para ulama untuk tetap berupaya menjelaskan kejahatan para penyeru kesesatan, hal ini tidak akan menggembosi para ulama itu.
Sumber artikel:
Syarh Syarhus Sunnah lil Barbahary, terbitan Maktabah Ath-Thabary, hal. 30
Alih bahasa: Abu Almass
Selasa, 10 Ramadhan 1435 H