TAHDZIR DAN BAYAN LEBIH DAHSYAT DARI TEBASAN PEDANG
Asy Syaikh Abul Abbas Yasin Al Adeni Hafizhahullah
Jumat, 7 Ramadhan 1435H, selepas asar guru besar kami di bidang akidah dan manhaj, Asy Syaikh Abul Abbas Yasin Al Adeni hafidzahullah melanjutkan kajian beliau dalam kitab “Aqidatus Salaf Ashabil Hadits” karya Al Imam As Shobuni rahimahullah. Sampailah pada perkataan Abu Ubaid Al Qosim bin Salam rahimahullah,
المتبع للسنة كالقابض على الجمر وهو اليوم عندي أفضل من ضرب السيف في سبيل الله
“Pengikut sunah seperti penggenggam bara api, dan hal itu sekarang disisiku lebih utama dari tebasan pedang di jalan Allah.”
Maka Asy Syaikh Abul Abbas Yasin Al Adeni menjelaskan, “Pengikut sunah seperti penggenggam bara api, ini di zaman beliau. Abu Ubaid Al Qosim bin Salam rahimahullah menghikayatkan hal itu di zamannya. Dan beliau dahulu di zaman Imam Ahmad rahimahullah dan ulama ketika itu berlimpah, masyarakat di atas kebaikan, dan pemerintahan di atas petunjuk. Dengan keadaan yang demikian, Al Imam rahimahullah mengatakan pada waktu itu bahwa pengikut sunah yang istiqomah dan tetap di atas manhaj salafi seperti penggenggam bara api. Maka bagaimana dengan zaman terakhir ini? Bagaimana keadaan mereka yang berpegang teguh dengan agama dan hukum-hukum ini secara lahir dan batin?
Seperti penggenggam bara api, karena dia menjadi terasingkan, sebagaimana dalam hadits di atas. Disekitarnya ahlu bidah, para penyimpang, dan para pembenci jalan hidupnya. Karena adat-adat dan taklid-taklid buta masyarakat di atas penyelisihan dari berpegang teguh dengan kitab dan sunah kecuali yang dirahmati Allah, maka menjadilah mereka seperti penggenggam bara api.
Lebih utama dari jihad di jalan Allah. Orang yang berpegang teguh dengan agama ini dan mengikuti sunah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam, para sahabat, dan para salaf shalih menjadi lebih utama dari mujahid di jalan Allah. Hal ini dikarenakan jihad di jalan Allah tidaklah tegak kecuali di atas sunah dan berpegang teguh dengan sunah lebih dahsyat daripada tebasan pedang bagi ahli bidah, para penyelisih, dan para penyimpang.
Terkadang seseorang berceramah atau berbicara seputar ahli bidah, maka tiba-tiba para ahli bidah menjadi kesal dan gelisah disebabkan kalimat yang keluar dari lisan ahli sunah yang memperingatkan dan menjelaskan pelaku kebatilan dan penyimpangan. Karena sunni ketika berbicara tentang ahli bidah, menjelaskan jalan kebenaran, dan memperingatkan dari jalan kebatilan, maka masyarakat terlebih lagi kalangan awam ketika mendengar firman Allah dan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam menjadi tenang hati mereka dengan perkara yang agung ini.
Harus bagi sunni, terlebih lagi di zaman yang akhir ini untuk menjadi pembeda dari ahlu bidah dan pengekor hawa nafsu. Para ahli bidah dan pengekor hawa nafsu mengajarkan Al Quran, sunah, akidah, fikih, ushul fikih dan perkara-perkara ini di masjid-masjid dan kampus-kampus mereka. Dan engkau wahai sunni, juga mengajarkan perkara-perkara ini. Kalau begitu, apa perbedaan yang memisahkan antara engkau dan mubtadi itu? Hal itu ialah tahdzir terhadap ahli bidah dan pengekor hawa nafsu. Oleh karena inilah ahli bidah dan pengekor hawa nafsu tidak berbicara pada sisi ini. Akan tetapi seorang sunni harus jadi pembeda, berbicara tentang ahli bidah dan pengekor hawa nafsu.
Merupakan keharusan bagi sunni ini untuk memperbanyak hal itu di khotbah dan ceramahnya. Dan yang saya maksudkan adalah para cendekia, bukan setiap pengkhotbah jika muncul di hadapan manusia lantas berbicara, bukan pula setiap penceramah jika muncul dihadapan manusia terus berbicara tentang perkara ini, bukan itu, akan tetapi perkara ini kembali ke para cendekia yang memahami kemaslahatan dan kerusakan dan juga memahami kapan meletakkan pembicaraan ini dan kapan tidak meletakkannya dan hal-hal lainnya.
Akan tetapi, kita harus mengetahui perkara yang sangat penting yaitu bahwa kemaslahatan dan kerusakan jangan dijadikan sebagai alat, kapan manusia ingin meninggalkannya, maka meninggalkannya dan berhujah dengan kemaslahatan dan kerusakan. Dan kapan dia ingin menjalankannya, dia jalankan dan berhujah dengan kemaslahatan dan kerusakan. Para manusia telah mengatakan dan akan mengatakan demikan dan demikian hingga hal-hal lainnya. Tidak, jangan jadikan kemaslahatan dan kerusakan sebagai alat. Jangan menjalankan dan meninggalkan sesuat sesuai dengan dorongan hawa nafsu. Lalu jika diingkari padanya, dia beralasan dengan kemaslahatan dan kerusakan dan manusia akan mengatakan demikan. Tidak, ini bukan perkara yang baik dan bukan pula perkara terpuji. Manusia melihat kemaslahatan dan kerusakan dengan kacamata syar’i, bukan dengan hawa nafsu.
Membicarakan ahlu bidah dan ahlu hawa merupakan perkara yang agung dan itu lebih tajam bagi mereka dari tebasan pedang, dan lebih dahsyat bagi mereka daripada dihujani peluru. Pembicaraan terkait ahli bidah dan ahlu ahwa tentang point-point besar dari manhaj-manhaj dan penyelewengan mereka akan menggembirakan masyarakat dan kalangan awam.
Syaikh kami, Syaikh Muqbil Al Wadi’i rahimahullah dahulu berada pada kedudukan ini. Jika beliau ingin menerbitkan kitab bantahan terhadap para penyimpang atau ingin berbicara tentang para penyimpang, terkadang sebagian orang dari ahlu sunah menelponnya atau mendatanginya, sebagaimana yang telah beliau kabarkan di kajian-kajian beliau. Akan tetapi beliau rahimahullah tidak peduli dengan perkataan mereka. Dan sebagian manusia mengatakan, ‘Wahai Syaikh, seandainya engkau berbicara, maka akan terjadi demikian dan demikian dan akan timbul kerusakan demikian dan demikian.’ Maka Syaikh mengatakan, ‘Aku tidak peduli dengan perkataan-perkataan ini.’ Dan beliau tetap menerbitkan kitab dan berbicara tentang ahlu bidah dan ahlu ahwa di kaset-kaset. Dan tidaklah dihasilkan setelahnya kecuali kebaikan dan kemanfaatan.
Suatu saat kami bersama beberapa ikhwah yang mulia keluar dakwah di Sabwah. Dan saya sebutkan kisah ini karena padanya ada kemanfaatan dan faedah-faedah dari pembicaraan tentang ahlu bidah dan ahlu ahwa.
Ketika itu kami di masjid ahlu sunah dan padanya ada beberapa manusia dari sekte Hajuri. Maka kami bertekad untuk berbicara tentang Hajuri pada waktu itu. Kami sudah empat atau lima hari di situ dan belum berbicara tentang ahlu bidah dan ahlu ahwa sama sekali. Maka kami katakan, ‘Harus di masjid sunni ini’ dan kami tidak tahu kalau ada beberapa pengikut Hajuri. Kami bertekad agar sebagian ikhwah berbicara tentang Hajuri dan Allah berikan taufik pada kami dan dengan keutamaan-Nya kami pun berbicara.
Maka sebagian manusia berdiri dalam keadaan berhujah dan mengingkari mereka mengatakan, ‘Kenapa kita berbicara tentang Hajuri di hadapan masyarakat?’ Dan ikhwah kita tidak peduli dan terus berbicara tentang Hajuri dan menjelaskan kerusakan-kerusakan dan manhaj Hajuri. Setelah kami shalat Isya dan kami duduk-duduk, tiba-tiba muncul orang tadi yang berbicara dalam keadaan berdiri, berhujah, dan berprotes. Ternyata dia pemuka agama dan dai ke jalan Allah di kampungnya dan dia di atas manhaj Hajuri. Dia datang dengan sangat menyesal dan menceritakan pandangan, manhaj, dan keberadaannya yang di atas manhaj Hajuri. Akan tetapi telah jelas baginya perkara-perkara itu dan dia mengatakan, ‘Kami sebelumnya tidak tahu.’
Simaklah kedustaan yang dibikin para pengikut Hajuri untuk Ahlu Sunah Wal Jamaah, agar kalian mengetahui bahwa Hadadiyah, sebagaimana perkataan Syaikh Rabi’, ‘Hadadiyah paling sangat kedustaannya terhadap Ahlus Sunah Wal Jamaah dibandingkan semua sekte-sekte lainnya.’ Hajuri merupakan Hadadiyah sebagaimana hal itu sudah maklum. Apa yang dikatakan orang tersebut pada kita? Dia mengatakan, ‘Datang kepada kami para pengikut Hajuri dan mengatakan, ‘Tidaklah setiap rumah di Fiyus kecuali di atasnya ada parabola.’ Lihatlah kedustaan besar ini dan masyarakat disitu membenarkannya karena tidak ada yang mendatangi, menjelaskan, dan memperinci kepada mereka keberadaan ahlu bidah wa ahwa. Lalu dia berkata, ‘Mereka juga mengatakan bahwa seorang dari sekte sufisme datang dan memberikan ceramah di Fiyus.’ Perhatikanlah kedustaan kedua yang besar ini.
Ahlu bidah dan ahlu ahwa harus dibicarakan dan masyarakat harus diperingatkan dari metode dan manhaj mereka. Walaupun didapatkan sebagian kerusakan, tapi lihatlah pada kemaslahatan-kemaslahatannya.
Alhamdulilah, dihasilkan dari ceramah dan kajian ikhwah kita kebaikan yang besar. Dan datang sebagian orang yang mendebat dan ikhwah pun menjelaskan ke mereka perkara Hajuri dan tenanglah hati mereka karenanya.
Walaupun sebagian ikhwah di masjid itu mengeluh ke sebagian para syaikh, ‘Kenapa kita berbicara tentang Hajury?’ Pengurus masjid itu menceritakan padaku pada kunjungan kami yang setelahnya, bahwa dia mengutus seseorang untuk menyampaikan pesan ke Syaikh Abul Husein, pendiri Dakwah Salafiyah di Sabwah, agar menyampaikan ke ikhwah untuk datang ke masjid kami dan berceramah sesuai keinginan mereka. Kenapa? Karena mereka telah memanen kebaikan yang muncul ketika diperingatkan dan dibongkar kebatilan-kebatilan Hajuri, ahli bidah dan ahlu ahwa. Maka dihasilkanlah kebaikan dan kemanfaatan.
Imam masjid itu menggandeng saya pada salah satu sisi dan berkata, ‘Kami minta uzur dengan apa yang terjadi pada pertemuan yang lalu, kami telah pergi ke beberapa syaikh dan kami mengeluh ke mereka. Maka kami minta uzur dan tidaklah dihasilkan kecuali kebaikan.’
Perhatikanlah apa yang dihasilkan dari pembicaraan tentang ahli bidah dan ahli ahwa dari kebaikan dan kegembiraan. Masyarakat, terlebih lagi kalangan awam dan juga para penuntut ilmu menanti dari penuntut ilmu, para syaikh, dan para ulama, penjelasan dan kebaikan dari pembongkaran sekte-sekte itu. Kesimpulannya, wahai ikhwah sekalian, bahwa pembicaraan tentang ahlu bidah wa ahwa lebih dahsyat bagi mereka daripada tebasan pedang.” Selesai penjelasan beliau.
Dari penjelasan beliau bisa kita ringkas beberapa faedah berikut ini:
– Pengikut sunah seperti penggenggam bara api
– Pengikut sunah sejati lebih utama dari mujahid di jalan Allah
– Tamyiy (sikap pembeda) merupakan keharusan bagi ahlu sunah
– Yang membedakan antara ahlu sunah dan ahlu bidah adalah tahdzir
– Tahdzir dan bayan tentang ahlu bidah lebih dahsyat bagi mereka dari tebasan pedang atau rentetan peluru
– Yang memberikan tahdzir dan bayan hanyalah para cendekia dari ahlu sunah
– Tahdzir dan bayan terhadap ahlu bidah wa ahwa bisa dari penuntut ilmu, para syaikh, dan para ulama
– Memperbanyak tahdzir dan bayan tentang ahli bidah di khotbah dan ceramah merupakan keharusan bagi ahlu sunah
– Masyarakat terutama kalangan awam sangat menanti penjelasan dari ahlu sunah tentang sekte-sekte sesat
– Pertimbangan kemaslahatan dan kerusakan yang ada dengan pertimbangan syar’i bukan dengan hawa nafsu ataupun perasaan
– Pertimbangan kemaslahatan dan kerusakan yang ada dikembalikan sepenuhnya ke ulama yang dalam ilmunya
– Pertimbangan kemaslahatan dan kerusakan jangan dijadikan sebagai alat untuk melegalkan keinginan hawa nafsu
– Kemaslahatan yang ditimbulkan dari tahdzir dan bayan tentang ahlu bidah lebih besar dari kerusakan yang dikhawatirkan
– Tidak perlu memperdulikan keluhan-keluhan yang ada selama kita di atas kebenaran dan di bawah koridor syar’i
– Hajuriyah merupakan Hadadiyah dan termasuk dari ahlu bidah
– Hadadiyah paling sangat kedustaannya terhadap ahlu sunah dibandingkan sekte-sekte lainnya
Wallahualam bishowab.
Dengarkan Audio:
~ Audio Download di Sini
Fiyus, 8 Ramadhan 1435
Mukhibukum Fillah,
Abu Abdillah Zaki Ibnu Salman