SIKAP WANITA YANG TEPAT TERHADAP POLIGAMI
Asy-Syaikh Muhmmad Al-Wushaby hafizhahullah
Pertanyaan: Apa yang wajib atas seorang gadis muslimah dalam menyikapi poligami, seandainya ada pemuda yang shalih dan bertakwa (lahiriyahnya –pent) yang telah menikah datang untuk melamarnya, apakah dia harus menerimanya? Atau bagaimana sikap seorang wanita yang telah menikah dan suaminya menikah lagi dengan wanita yang lain, apa yang wajib atasnya? Dan bagaimana membantah orang yang mengatakan bahwa para istri Nabi shallallahu alaihi was sallam cemburu dan membenci poligami? Bagaimana dengan wanita pada hari ini? Bagaimana jawaban Anda? Semoga Allah mengampuni Anda?
Jawaban:
Poligami merupakan sunnah, Rasulullah shallallahu alaihi was sallam menerapkannya dengan perbuatan beliau dan beliau bersikap adil. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memilihkan untuk Nabi-Nya kecuali wanita yang terbaik dan paling sempurna. Jika seseorang merasa yakin akan mampu berbuat adil dan dia ingin melakukan poligami, maka dia telah melakukan amalan sunnah dan menerapkan sunnah yang dia akan mendapatkan pahala atasnya insya Allah. Namun wajib untuk bersikap adil diantara para istri. Seorang wanita jika dia menikah dengan pria yang telah beristri maka hal itu lebih baik dibandingkan dia hidup tanpa suami.
Jika dia dilamar oleh dua orang pria satu yang telah beristri dan yang satu belum beristri maka hendaknya dia memperhartikan mana yang lebih besar maslahatnya. Misalnya jika dia melihat kebaikan akhlak pria yang telah beristri tersebut atau ilmunya atau adabnya atau ketakwaannya lebih dibandingkan pria yang belum beristri tadi, maka yang lebih baik baginya adalah dengan memilih pria yang telah beristri yang memiliki sifat-sifat seperti ini. Adapun jika sama sifat-sifat dari orang yang telah beristri dan yang belum istri dari pemuda penuntut ilmu yang istiqamah, maka dia bisa memilih. Tetapi jika dia ingin memilih yang telah beristri dan tidak memilih yang belum beristri, hendaknya dia beristikharah meminta petunjuk kepada Allah mana yang lebih menyenangkan bagi hatinya, setelah itu dia bisa menerima baik yang ini maupun yang itu. Hal ini karena sifat-sifat dari keduanya berimbang.
Yang jelas teranggap sebagai kesalahan jika muncul ketidaksukaan secara pribadi pada sebagian wanita terhadap poligami. Ini merupakan kesalahan, kesalahan besar yang harus diluruskan. Karena kesalahan bukan dari poligami itu sendiri, tetapi kesalahan itu pada pihak yang melakukan poligami jika dia tidak berbuat adil dan tidak bertakwa kepada Allah, maka itu merupakan kesalahan darinya. Adapun poligami itu sendiri termasuk syari’at Islam dan merupakan perkara yang disyariatkan oleh Allah, sebagaimana firman-Nya:
فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُوْلُوْا.
“Nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi sebanyak dua, atau tiga, atau empat. Namun jika kalian khawatir tidak bisa berlaku adil, maka nikahilah satu wanita saja, atau gaulilah budak-budak wanita yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih mudah bagi kalian untuk tidak berbuat zhalim.” (QS. An-Nisa’: 3)
Jadi poligami merupakan syari’at Allah yang diturunkan dari langit. Kesalahan bukan padanya, tetapi pada sebagian orang yang melakukan poligami kemudian tidak bersikap adil.
Adapun ucapannya dalam pertanyaan tadi: “Bagaimana membantah orang yang mengatakan bahwa para istri Nabi shallallahu alaihi was sallam cemburu dan membenci poligami?” Pernyataan bahwa mereka membenci poligami maka itu tidak benar. Bagaimana mungkin mereka membenci sesuatu yang disyariatkan oleh Allah?! Dan mana bukti yang menunjukkan bahwa mereka membenci poligami?! Adapun mereka cemburu maka hal ini mungkin saja terjadi. Tetapi mereka bukan hujjah, yang menjadi hujjah adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi was sallam. Dan Allah menjadikan poligami sebagai ujian bagi pria dan juga bagi wanita. Bahkan semua hukum syari’at merupakan ujian dari Allah, agar nampak siapa yang menerimanya dan siapa yang tidak menerimanya, siapa yang tunduk kepada kebenaran dan siapa yang menentang. Maka wajib atas kita untuk mendengar dan taat kepada Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi was sallam.
Sabtu, 8 Muharram 1436 H
Dengarkan Audionya: