Ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Faruq Ayip Syafruddin
Di jalan, sering kita temukan pemandangan, segerombolan anak muda—bahkan bisa dikatakan remaja—mengenakan kaos hitam, berjaket lusuh, celana jin robek, sepatu boots, bertato, ditindik dengan rambut gaya mohawk; mencukur tipis atau sampai habis bagian kanan kiri rambut dan membiarkan bagian tengahnya tetap memanjang. Bisa juga dengan model rambut deathhawk yang membiarkan sedikit rambut dekat telinga menjuntai ke bawah sehingga menimbulkan kesan lusuh, urakan, dan seram.
Dandanan mereka terkadang dilengkapi dengan aksesori kalung salib terbalik atau logo nazi-swastika. Sebagian mereka hidup secara liar, tidak memiliki hunian yang tetap. Hidup mereka dari jalan ke jalan. Tidak sedikit ditemukan dari kalangan mereka terjerat narkoba, suka mabuk-mabukan, dan memalak; meminta uang secara paksa kepada masyarakat. Jika mereka hendak bepergian atau beralih tempat, mereka cukup bergerombol menghentikan kendaraan bak terbuka lalu menumpanginya. Kesan di masyarakat, mereka adalah gerombolan anak muda yang hidup bebas tanpa aturan, semau gue. Masyarakat mengenal mereka sebagai gerombolan punk (baca: pang).
Punk tumbuh empat puluh tahun lalu. Berawal dari satu generasi di Amerika dan Inggris yang kemudian menyebar ke berbagai belahan bumi. Menurut Profane Existence, sebuah fanzine (publikasi internal) asal Amerika menyebutkan bahwa Indonesia dan Bulgaria adalah negara dengan tingkat perkembangan punk peringkat teratas di dunia.
Di Indonesia sendiri, punk masuk sekitar dekade 80-an melalui musik dan fesyen. Generasi punk mulai membiak seiring penampilan kelompok musik punk, Sex Pistol, yang banyak digandrungi oleh kawula muda dan remaja. Mulailah budaya meniru menjalar. Beberapa anak muda di Bandung menjiplak mentah-mentah budaya impor tersebut. Mereka tiru dandanan punk, seperti rambut gaya mohawk dan kelengkapan aksesori lainnya. Banyak anak muda terpincut punk, tentu tidak bisa lepas dari peran musik.
Sebagian orang menyangka bahwa musik adalah sarana untuk bersenang-senang semata. Sekadar pengisi waktu luang dan pengisi sepi. Kenyataannya, sangkaan tersebut keliru. Melihat apa yang terjadi dari perkembangan generasi punk, musik memiliki peran yang teramat mendalam. Bahkan, bagi generasi punk, musik telah mampu menjadi perantara bagi perubahan haluan hidup mereka. Berawal dari menyukai musik, gaya hidup mereka berubah. Jiwa mereka berubah. Orientasi hidup mereka berubah. Bahkan, gaya berpakaian, aksesoris, rambut, wajah, hingga bersepatu semuanya berubah. Itulah dampak musik.
Telah menjadi fakta, musik mampu mengubah suasana hati manusia. Kala musik melankolis mengalun, maka suasana hati orang akan teraduk, sedih, dan pilu. Melalui musik, hati terasa tersayat. Kala nada musik bernuansa histeria menyeruak masuk ke dalam telinga, jiwa manusia menjadi meluap, emosi menjadi tidak terkendali, berjingkrak, berteriak, menangis, dan tertawa. Jeritan nan melengking terkadang menjadi ekspresi yang tiba-tiba, sontak terjadi. Sekonyong-konyong manusia menjadi histeris.
Musik bisa menjungkirbalikkan perasaan manusia. Begitu kuat musik bisa memengaruhi manusia. Yang paling berbahaya, manakala melalui musik, prinsip, akidah, akhlak, dan bentuk perilaku manusia berubah. Jika hal ini terjadi, tujuan hidup manusia di dunia ini bisa berubah. Nas’alullaha as-salamah (kita memohon keselamatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh akan terjadi pada umatku, beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutra, minuman keras, dan musik.” (HR. al-Bukhari no. 5590. Pembahasan musik secara lebih rinci bisa dilihat di Asy Syari’ah edisi 40)
Punk adalah perilaku yang lahir dari sifat melawan, tidak puas hati, marah, dan benci pada sesuatu yang tidak pada tempatnya (sosial, ekonomi, politik, budaya, bahkan agama), terutama tindakan yang menindas. (Punk, Ideologi yang Disalahpahami, hlm. 15)
Gaya hidup generasi punk adalah cerminan dari ketidakberdayaan menghadapi perubahan zaman. Persaingan global, keadaan jiwa yang masih labil—karena mayoritas kelompok mereka masih remaja—dan tidak memiliki bekal ilmu yang cukup guna menghadapi situasi yang cepat berubah, menjadikan mental mereka mudah terpuruk. Mereka hidup terombang-ambing penuh ketidakpastian. Mereka menjadi manusia frustasi yang menyerah kalah oleh keadaan.
Maka dari itu, tatkala ide punk bergulir, mereka seakan-akan mendapat wadah untuk mengekspresikan kekesalan jiwanya. Bosan melihat situasi rumah yang selalu hiruk pikuk dengan konflik dan ketidakharmonisan, mereka lantas lari dari rumah dan mencari situasi baru. Mereka berteman dan bergaul dengan orang-orang yang memiliki nasib yang sama, bosan dengan rumah, bosan dengan segala aturan yang mengikat, bosan dengan situasi yang tidak pernah berubah. Jadilah generasi punker, generasi yang tidak suka kemapanan, selalu berubah dan mengikuti arus zaman. Mereka bisa bergaul bebas, lantaran tak memiliki prinsip dan pandangan hidup yang kokoh. Mereka suka menerobos norma yang ada, karena mereka tak memiliki figur yang pantas untuk membimbing mereka ke jalan yang benar. Kehampaan demi kehampaan, kekecewaan demi kekecewaan, kegalauan demi kegalauan menumpuk, terakumulasi dalam jiwa yang akhir muaranya adalah hidup menjadi anak jalanan. Sebagian masyarakat melabeli mereka dengan “sampah masyarakat”. Mereka benar-benar terbuang dari kehidupan bermasyarakat yang sehat. Bagai seonggok sampah yang dibuang karena sudah tidak berguna.
Oleh karena itu, menanamkan pemahaman Islam yang benar sangat diperlukan. Meneguhkan prinsip al-wala’ wal bara’, siapa yang harus diikuti dan dijadikan teman seiring, siapa pula yang mesti dijauhi dan ditinggalkan serta tidak dijadikan teman seiring. Tanpa prinsip ini, seseorang akan menjadi manusia gaul, bebas bergumul dengan siapa pun, tanpa menakar dengan syariat Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسُّوءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيْرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يَحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيْحًا خَبِيثَةً
“Perumpamaan teman duduk yang baik dan buruk seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Seseorang yang duduk bersama) penjual minyak wangi bisa jadi engkau diberi minyak wangi olehnya, bisa jadi pula engkau akan membeli darinya, dan bisa pula engkau hanya sekadar mendapatkan keharumannya. Adapun yang duduk bersama pandai besi, bisa jadi bajumu terbakar atau bisa pula dirimu mendapati bau yang tak sedap darinya.” (HR. al-Bukhari no. 5534 dan Muslim no. 146)
Teman bergaul akan memberi warna pada sikap seseorang. Lebih dari itu, teman bergaul akan memengaruhi keadaan agama seseorang. Teman yang baik akan mengokohkan agama seseorang. Adapun teman yang buruk akan menyusutkan nilai agama seseorang. Manakala seseorang bergaul bebas tanpa batas, akan runtuh bangunan agama yang ada padanya. Karena itu, berhati-hatilah memilih teman.
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“(Keadaan) seseorang itu berada di atas agama (perangai) temannya. Perhatikanlah siapa yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Dawud no. 4833 dan at-Tirmidzi no. 2395)
Dalam kondisi mental remaja yang masih labil dan proses pencarian pribadi, maka saat menemukan sesuatu yang baru mereka terdorong untuk meniru dan memilikinya. Proses meniru budaya punk menjadi mudah terkristal. Terbentuklah sikap mental punk yang sangat asing bagi masyarakat muslimin. Budaya meniru terhadap sesuatu yang tidak benar dan tidak baik telah diingatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ. قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ؟
“Sungguh, kalian akan mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. (Sampai-sampai) seandainya mereka masuk ke dalam lubang dhab (sejenis biawak) pasti kalian akan mengikuti mereka.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?” Jawab beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. al-Bukhari no. 7319)
Di dalam al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (al-Hadid: 16)
Seorang muslim memiliki kepribadian tersendiri yang bersumber dari ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak semua perubahan yang terjadi sekarang ini lantas boleh ditiru oleh setiap muslim, termasuk dalam hal ini adalah gaya hidup punk, gaya hidup anak jalanan sebagaimana yang diperlihatkan oleh para punkers dewasa ini. Gaya hidup hasil sebuah pergulatan sosial perkotaan. Apa yang terjadi dari sejarah kemunculan punk, ada beberapa sisi kesamaan dengan anak jalanan yang hidup di kota London. (Dalam: Streetboys, Kisah 7 Anak Jalanan, 2 Bocah Muslim + 5 Bocah Kristen Berjuang Melawan Kerasnya Kehidupan, Tim Pritchard, Penerbit Edelweiss)
Ketujuh anak laki-laki yang lahir dari keluarga broken home, terjerumus kepada kehidupan gelap kota London. Mereka membentuk geng jalanan. Dalam upaya mempertahankan hidup, mereka terpasung mafia narkoba dan termakan sisi gelap premanisme. Pergaulan bebas telah mengarahkan tujuh bocah tadi ke dalam kehidupan keras dan kelam.
Di tengah kehidupan yang karut-marut, celah untuk terjerumus pergaulan bebas semakin menganga. Tidak hanya untuk kalangan remaja atau pemuda, para orang tua pun tidak sedikit yang tersungkur dalam arena pergaulan bebas. Betapa banyak kehidupan rumah tangga yang telah dibina bertahun-tahun lalu kandas di tengah jalan. Apa masalahnya? Ternyata sang suami berselingkuh. Kesetiaan sang istri dikhianati. Karena suami main gila, berzina dengan wanita lain, tentu sang istri tidak terima. Mahligai rumah tangga terkoyak. Bahtera itu pun terempas badai. Pupus sudah keharmonisan. Tersisalah kegetiran hidup yang mesti ditanggung.
Akibat pergaulan bebas, banyak anak remaja menghadapi masa depan suram. Ketergantungan terhadap obat-obat terlarang menjadikan mereka rapuh, tidak mampu tegak menghadapi kenyataan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan terhadap obat-obat terlarang tersebut tidak sedikit yang lantas mengambil jalan pintas: mencuri, merampas, atau merampok harta orang. Semua ini dilakukan lantaran dirinya butuh dana untuk keperluan membeli obat-obat terlarang. Pergaulan bebas menyebabkan seseorang terjerat kemaksiatan demi kemaksiatan.
Akibat pergaulan bebas, praktik aborsi bagai jamur di musim hujan. Mengapa harus aborsi? Sebabnya adalah kehamilan yang tidak dikehendaki. Kehamilan akibat pergaulan bebas hingga terjadi perzinaan dan hamil. Untuk menutup malu, maka diambil jalan pintas: aborsi! Nas’alullah al-‘afiyah (kita memohon keselamatan kepada Allah).
Melihat akibat pergaulan bebas yang sedemikian dahsyat, hati pun miris dan risau. Demikian buruk keadaan masyarakat. Semakin berkembang teknologi dan kehidupan sosial masyarakat, ternyata semakin membawa dampak yang tidak sederhana. Masalah semakin kompleks dan proses penyelesaiannya pun tentu tak sesederhana yang dibayangkan. Meskipun demikian, Islam membimbing setiap pribadi untuk menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (at-Tahrim: 6)
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Apabila setiap keluarga dalam satu kampung baik, diharapkan bahwa kehidupan kampung itu pun akan baik. Inilah yang menjadi dambaan setiap insan. Untuk mewujudkan semua itu, bekal pemahaman Islam yang lurus, benar, dan baik sangat dibutuhkan. Kata kuncinya, kembali kepada Islam sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Wallahu a’lam.
Sumber : Majalah Asy Syariah