PENJELASAN DAN BIMBINGAN SEPUTAR KEKELIRUAN DAN PENYIMPANGAN YANG MUNCUL DARI ‘ABDUL HADI AL-‘UMAIRI (bagian 3)
Abdul Hamid al Hadhabi
Dia (‘Abdul Hadi al-‘Umairi) hadahullah berkata:
Saya berharap para masyayaikh yang berbicara tentang Muhammad al-Imam untuk menilik keadaannya. Termasuk hal yang aneh bahwa apa yang datang dalam perjanjian hudaibiyah dan penjelasan yang disampaikan oleh al-‘Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah persis sesuai dengan keadaan ahlis sunnah di Yaman, lantas mengapa mereka tidak memberi udzur?
Ataukah mereka mengatakannya tergesa-gesa?
Saya berharap kepada mereka apabila melihat ucapanku ini berseberangan dengan apa yang dikatakan oleh al-‘Allamah asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullah, maka jelaskanlah kepadaku.
Saya memperingatkan dengan Allah setiap insan yang berbicara tentang seseorang tanpa kesabaran dan tanpa kroscek kebenaran setiap perkara, sedangkan lisan itu akibatnya sangatlah besar di sisi para ‘ulama.
Adapun para penuntut ilmu, maka saya nasehatkan agar mereka memberikan udzur kepada asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdillah al-Imam dan jangan mengharamkan diri-diri mereka dari kebaikan yang ada di Ma’bar.
Hendaklah mereka terus dalam menuntut dan menghimpun ilmu dan jangan menceburkan diri ke dalam masalah ini hanya karena ucapan sebagian para ‘ulama.”
Saya katakan: Termasuk ushul yang telah ditetapkan -di sisi ahlus sunnah- bahwa celaan terhadap ‘ulama yang berjalan di atas sunnah termasuk dari ciri ahlu bid’ah dan orang-orang sesat. Bahkan dahulu salaf rahimahullah menganggap seseorang termasuk dari ahli bid’ah hanya karena celaan mereka terhadap para ‘ulama sunnah. Dan berita-berita tentang itu tidaklah terbilang banyaknya. Di antaranya adalah apa yang dikatakan oleh Abu Hatim rahimahillah:
“Ciri ahli bid’ah adalah terjatuh dalam mencela ahlul atsar.” [2]
Berkata al-Imam Abu ‘Utsman ash-Shabuni:
“Ciri-ciri bid’ah atas pelakunya sangatlah jelas. Namun ciri dan tanda yang paling jelas ialah kerasnya permusuhan mereka terhadap para pembawa hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was salam serta perendahan dan penghinaan mereka kepadanya.” [3]
As-Safarini berkata:
“Dan kita tidak sedang menyebutkan manaqib ahli hadits karena manaqib mereka sudahlah masyhur, karyanya sangatlah banyak, dan keutamaannya melimpah. Barang siapa meremehkan mereka, maka dia adalah orang hina lagi kekurangan. Dan barang siapa marah kepada mereka, maka dia termasuk pasukan Iblis yang mundur.” [4]
Dan anda telah menuduh para syaikh yang mulia, asy-Syaikh Rabi’, ‘Ubaid al-Jabiri, dan ‘Abdullah al-Bukhari bahwa mereka tergesa-gesa dan bahwa perkara-perkara tersebut di sisi mereka tidaklah diperiksa dengan cermat. Dan hal itu dikarenakan mereka tidak melihat sebagian rekomendasi ‘ulama untuknya. Juga karena mereka tidak melihat kepada kesungguhan ilmi’ahnya. Wallahul musta’an, tidak ada daya dan ucapan kecuali dengan pertolongan Allah yang maha tinggi lagi maha agung.
Lebih dari itu, bahkan anda mentahdzir para penuntut ilmu dari fatwa-fatwa mereka tentang Muhammad al-Imam yang tersirat dengan ucapanmu: “Dan jangan menceburkan diri ke dalam masalah ini hanya karena ucapan sebagian ‘ulama,” sebagaimana akan kami jelaskan dari ucapanmu.
Bila anda mengatakan ini bukanlah celaan, maka itu adalah musibah. Dan bila anda menganggapnya sebagai celaan, maka tentu musibahnya jauh lebih besar.
Inilah dia Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengajari anda makna celaan ketika beliau mengatakan:
“Celaan itu,,,, adalah ucapan yang ditujukan untuk merendahkan dan meremehkan, dan dipahami darinya sebagai celaan menurut akal-akal manusia sesuai dengan perbedaan keyakinan mereka seperti laknat, taqbih (menjelekkan), dan yang semisalnya. [5]
~
Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?s=cec431c54a413a51b0801b264b10412c&showtopic=149898
* Alih bahasa : Syabab Forum Salafy
***
Catatan Kaki:
2] “Syarhu Ushulil I’tiqad” karya al-Lalikai (1/179)
3] ” ‘Akidatus Salaf” (101)
4] “Lawaihul Anwar” (2/355)
5] “Ash-Sharimul Maslul” (hal. 563)
—————-
(٣)
قال هداه الله:”أرجوا من المشايخ الذين تكلّموا على الشيخ محمد الإمام أن ينظروا حالته،ومن الغريب أن ماجاء في وثيقة الحديبية وما شرحه العلامة ربيع بن هادي المدخلي حفظه الله يوافق تماما على حال أهل السنة في اليمن ،فلماذا لا يعذرونهم .
أم قالوه على تسرّع ؟
أرجوا منهم إذا رأوا كلامي هذا مخالفة لما قاله العلامة الشيخ ربيع بن هادي حفظه الله فبينوا لي.
وأنا أخوّف بالله كل إنسان يتكلّم في كلّ إنسان بدون رويّة وتحقّق للأمور ،واللسان عاقبته الوخيمة لدى العلماء.
أما طلبة العلم فأنا أنصحهم أن يعذروا الشيخ محمد بن عبد الله الإمام ولا يحرموا أنفسهم الخير الجاري في معبر ويمضوا في الطلب والتحصيل ولا يدخلوا في هذه المسألة لكلام بعض العلماء”.
أقول : من الأصول المقرّرة -عند أهل السنة- أن الطعن في أهل العلم الذابين عنها من علامات أهل البدع والضلال ، بل كان السلف رحمة الله عليهم يعدّون الرّجل من أهل البدع بمجرد طعنه عليهم،والأخبار في ذلك لا تعدّ ولا تحصى منها ماقاله أبو حاتم رحمه الله: “علامة أهل البدع الوقيعة في أهل الأثر” .[2]
وقال الإمام أبو عثمان الصابوني: “وعلامات البدع على أهلها بادية ظاهرة، وأظهر آياتهم وعلاماتهم شدة معاداتهم لحملة أخبار النبي صلى الله عليه وسلم واحتقارهم واستخفافهم بهم .[3]
وقال السفاريني: “ولسنا بصدد ذكر مناقب أهل الحديث فإنَّ مناقبهم شهيرة ومآثرهم كثيرة وفضائلهم غزيرة، فمن انتقصهم فهو خسيس ناقص، ومن أبغضهم فهو من حزب إبليس ناكص”.[4]
فترمي المشايخ الفضلاء الشيخ ربيع وعبيد الجابري وعبد الله البخاري بالتسرّع ،وبأن الأمور عندهم غير منضبطة وذلك لأنهم لم ينظروا إلى بعض تزكيات أهل العلم له ، وبأنهم لم ينظروا إلى جهوده العلمية والله المستعان ولا حول ولا قول إلا بالله العلي العظيم، بل تحذّر طلبة العلم من فتاويهم في محمد الإمام المخذول بقولك :”ولا يدخلوا في هذه المسألة لكلام بعض العلماء”. كما سنبينه من كلامك.
وإذا قلت هذا ليس طعنا فتلك مصيبة وإن كنت تعدّه طعنا فالمصيبة أعظم، وهاهو شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله يعرّفك معنى الطعن حيث قال رحمه الله : السَّبُّ … هو الكلام الذي يقصد به الانتقاص والاستخفاف، وهو ما يُفهم منه السب في عقول الناس على اختلاف اعتقاداتهم، كاللعن، والتقبيح، ونحوه[5].