Ditulis Oleh: Al Ustadz Abu Muhammad Idral Harits
Hawa Nafsu, Musuh Ketiga
Nafsu adalah musuh manusia yang paling berat, karena dia tidak pernah meninggalkan manusia selama manusia itu masih hidup. Bahkan ada yang menyebutkan nafsu ini lebih buruk daripada tujuhpuluh syaitan. Dia juga tidak bisa dibunuh oleh manusia, sebab dengan nafsu itulah seorang manusia menjalani kehidupannya. Akan tetapi, nafsu itu bisa ditundukkan dan diarahkan untuk mengikuti kemauan pemiliknya.
Bersama syaitan, dia menjadi musuh paling membahayakan manusia, bahkan jauh lebih berat daripada lawan yang tegak mengayunkan pedang di hadapannya. Kemenangan menghadapi dua musuh ini adalah kemenangan paling utama dan sangat diperlukan seorang manusia.
Allah Ta’ala berfirman tentang nafsu manusia (Yusuf 53):
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah, menunjukkan besarnya urusan nafsu ini (Asy Syams 7):
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),”
Juga (Al Qiyamah 2):
وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri).”
Di dalam jiwa (nafsu) ada kesombongan, kedengkian, kekerasan, melampaui batas, tipu daya, pelanggaran hak, kebodohan, dan sifat-sifat binatang, seperti keserakahan, kefasikan, kedurhakaan, dendam, dan makar. Hanya saja, mujahadah akan menghilangkan sifat-sifat tersebut.
Syaitan adalah musuh yang menyesatkan, begitu pula dunia. Sebab itulah Allah Ta’ala menggabungkan keduanya dalam tahdzir (Luqman 33):
فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِالْغَرُورُ
“Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.”
Akan tetapi, musuh yang paling jahat adalah nafsu yang ada di dalam diri manusia itu sendiri. Sebab, dunia dan syaitan mengajak kepada kemaksiatan melalui tipuan, tidak secara langsung. Adapun nafsu, dialah yang langsung menimbulkan mudarat terhadap dunia dan akhirat manusia itu dengan menyambut tipuan tersebut.
Jadi, dunia dan syaitan hanya sebagai sebab, sedangkan nafsu, dialah yang paling berperan. Inilah yang diterangkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya tentang perkataan syaitan yang membela diri dari orang-orang yang disesatkannya selama di dunia (Ibrahim 22):
وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللهَوَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ
“Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri,” karena aku hanya sebagai sebab, dan cercalah dirimu sendiri karena kamulah yang bersentuhan langsung.
Karena itu, jika ingin mengenal nafsu ini, lihatlah betapa banyak kedurhakaan dan penyelewengannya.
Lihatlah bagaimana dia dengan dosa-dosanya menyodorkan diri manusia kepada kemarahan Allah dan siksa-Nya. Dialah yang merintangi manusia agar tidak sampai kepada Rabbnya (Allah) ‘Azza wa Jalla.
Tidak ada satu kebaikanpun yang tersia-sia, melainkan karena adanya dorongan dan keinginan nafsu. Penciptanya (Allah Subhanahu wa Ta’ala) telah mempersaksikan bahwa dia selalu menyuruh kepada kejelekan, mengedepankan kehidupan dunia, dan sikap melampaui batas, sebagaimana Dia menegaskan pula bahwa syaitan itu selalu menyuruh kepada perkara keji dan mungkar.
Inilah musuh yang tetap ada selama manusia itu ada, bahkan selalu menyertainya di dalam dirinya. Inilah lawan berat yang dihadapi manusia selama hidupnya. Bahkan jihad manusia menghadapi musuhnya ini adalah jihad yang paling berat.
Namun demikian, manusia tidak diperkenankan membunuh atau melenyapkan nafsunya sama sekali. Sebab, apabila manusia membunuh nafsunya, rugilah dia dunia dan akhiratnya. Akhirnya, tidak ada jalan lain kecuali menggiring nafsu tersebut dan memaksanya untuk tunduk kepada Allah ‘Azza wa Jalla, meskipun nafsu itu tidak suka, di antaranya melalui empat hal berikut ini.
Pertama, menundukkannya agar mau mempelajari al huda (hidayah) dan agama yang benar.
Yang kedua, menundukkannya agar mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya.
Yang ketiga, menundukkannya agar mendakwahkan dan mengajarkan ilmu tersebut.
Yang keempat, menundukkannya agar bersabar menghadapi kesulitan dakwah semata-mata karena Allah Ta’ala.
Waspadailah dia dan bertawakallah kepada Penciptanya (Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Wallahul Musta’an.