MEMOTONG RAMBUT SEPERTI MODEL BARAT
Tanya: Apa hukumnya memotong rambut dengan model yang diambil dari majalah-majalah Barat atau model potongan yang dikenal di kalangan orang-orang dengan nama tertentu, yang juga diambil dari Barat? Apabila telah tersebar luas model potongan demikian di kalangan wanita muslimah, apakah masih teranggap tasyabbuh?
Jawab:
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjawab, “Allah Subhanahu wata’ala menciptakan rambut wanita sebagai keindahan dan perhiasan baginya, sehingga haram bagi si wanita mencukurnya kecuali karena darurat. Bahkan dalam tahallul haji dan umrah, si wanita hanya disyariatkan memotong rambutnya seukuran kuku, di mana dalam saat yang bersamaan (dalam dua ibadah ini) lelaki disyariatkan mencukur rambutnya. Hal ini termasuk bukti bahwa wanita dituntut memelihara rambutnya dan tidak memotongnya kecuali karena kebutuhan, bukan semata alasan ingin berhias. Karena –misalnya– si wanita sakit sehingga rambutnya perlu dipotong atau ia tidak mampu menyediakan kebutuhan (biaya) perawatan rambutnya karena kefakirannya. Dalam keadaan seperti ini, boleh bagi si wanita meringankan rambutnya dengan memotongnya, sebagaimana hal ini dilakukan oleh sebagian istri Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam sepeninggal beliau [1].
Adapun bila si wanita memotong rambutnya karena tasyabbuh dengan wanita-wanita kafir dan fasik, maka tidak diragukan keharamannya, walaupun model seperti itu telah banyak tersebar di kalangan wanita muslimah, selama asalnya tasyabbuh maka tetap haram. Tersebar bukanlah berarti pembolehan, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum tersebut.”
Dan juga sabda beliau :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami, orang yang menyerupai (tasyabbuh) dengan selain kami.”[2]
Kaidah dalam perkara ini adalah apa yang merupakan kebiasaan orang-orang kafir secara khusus maka tidak boleh kita melakukannya dalam rangka tasyabbuh dengan mereka. Karena tasyabbuh dengan mereka dalam perkara dzahir menunjukkan kecintaan kepada mereka di dalam batin.
Padahal Allah Subhanahu wata’ala telah berfirman:
“Siapa di antara kalian berloyalitas dengan mereka (orang-orang kafir) maka dia termasuk dari mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (Al-Ma`idah: 51)
Berloyalitas kepada mereka adalah mencintai mereka dan termasuk fenomena cinta adalah tasyabbuh dengan mereka.”
[Al-Muntaqa min Fatawa Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan, 3/186, 187]
.
Sumber: Majalah Asy Syariah
————————————————
Catatan Kaki:
[1] Seperti yang disebutkan dalam hadits berikut ini:
Abu Salamah bin Abdirrahman, anak susu dari Ummu Kultsum bintu Abi Bakr, saudara perempuan Aisyah radhiyallahu anha, menyatakan, “Aku masuk ke tempat Aisyah radhiyallahu anha bersama saudara laki-laki sepersusuan Aisyah. Maka saudaranya ini bertanya kepada Aisyah tentang mandi janabah Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam. Aisyah pun meminta diambilkan air dalam bejana yang berukuran sekadar satu sha’, lalu ia mandi, sementara antara kami dan Aisyah ada penutup. Aisyah menuangkan air di atas kepalanya sebanyak tiga kali.
Kata Abu Salamah:
كَانَ أَزْوَاجُ النَّبِيِّ يَأْخُذْنَ مِنْ رُؤُسِهِنَّ حَتَّى يَكُوْنَ كَالوَفْرَةِ
“Adalah istri-istri Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam mengambil (memendekkan) rambut mereka hingga seperti wafrah.” (HR. Muslim no. 726)
Wafrah adalah rambut yang sampai ke kedua telinga dan tidak melebihinya. Al-Qadhi Iyadh rahimahullah menyatakan bahwa yang umum di kalangan wanita-wanita Arab adalah memanjangkan rambut mereka hingga dapat dijalin. Adapun yang dilakukan oleh istri-istri Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam ini bisa jadi setelah wafat beliau Shalallahu’alaihi wa sallam, karena mereka tidak lagi butuh berdandan dan merasa tidak ada kebutuhan memanjangkan rambut mereka, dalam rangka mempermudah perawatan rambut. Al-Imam An-Nawawi rahimahullah memastikan bahwa hal itu dilakukan oleh istri-istri Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam setelah beliau meninggal, bukan di masa hidup beliau. Kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullah, “Dalam hadits ini ada dalil bolehnya wanita mengurangi rambutnya. Wallahu a’lam.” (Al-Minhaj, 3/229)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata, “Boleh bagi wanita mengambil/memotong rambutnya jika tidak bertujuan untuk tasyabbuh dengan wanita-wanita kafir. Namun kalau tujuannya tasyabbuh, tidaklah dibolehkan dengan dalil sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
dan hadits lainnya.” (Jilbab Al-Mar`ah Al-Muslimah fil Kitabi was Sunnah, hal. 148) -pent.
[2] HR. At-Tirmidzi no. 2695 dari ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya. Lihat Ash-Shahihah hadits no. 2194.