MAKNA YANG BENAR TENTANG AYAT POLIGAMI

MAKNA YANG BENAR TENTANG AYAT POLIGAMI

Allah Ta’ala berfirman:

ﻓَﺎﻧْﻜِﺤُﻮْﺍ ﻣَﺎ ﻃَﺎﺏَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﻣَﺜْﻨَﻰ ﻭَﺛُﻠَﺎﺙَ ﻭَﺭُﺑَﺎﻉَ ﻓَﺈِﻥْ ﺧِﻔْﺘُﻢْ ﺃَﻟَّﺎ ﺗَﻌْﺪِﻟُﻮْﺍ ﻓَﻮَﺍﺣِﺪَﺓً ﺃَﻭْ ﻣَﺎ ﻣَﻠَﻜَﺖْ ﺃَﻳْﻤَﺎﻧُﻜُﻢْ ﺫَﻟِﻚَ ﺃَﺩْﻧَﻰ ﺃَﻟَّﺎ ﺗَﻌُﻮْﻟُﻮْﺍ.

“Nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi sebanyak dua, atau tiga, atau empat. Namun jika kalian khawatir tidak bisa berlaku adil, maka nikahilah satu wanita saja, atau gaulilah budak-budak wanita yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat (mudah) bagi kalian untuk tidak berbuat zhalim.” (QS. An-Nisa’: 3)

Tentang ayat di atas, ada yang memaknai seperti berikut:

ﻓَﺎﻧْﻜِﺤُﻮْﺍ ﻣَﺎ ﻃَﺎﺏَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﻣَﺜْﻨَﻰ ﻭَﺛُﻠَﺎﺙَ ﻭَﺭُﺑَﺎﻉَ ﻓَﺈِﻥْ ﺧِﻔْﺘُﻢْ ﺃَﻟَّﺎ ﺗَﻌْﺪِﻟُﻮْﺍ ﻓَﻮَﺍﺣِﺪَﺓً ﺃَﻭْ ﻣَﺎ ﻣَﻠَﻜَﺖْ ﺃَﻳْﻤَﺎﻧُﻜُﻢْ ﺫَﻟِﻚَ ﺃَﺩْﻧَﻰ ﺃَﻟَّﺎ ﺗَﻌُﻮْﻟُﻮْﺍ.

“Nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi sebanyak dua, atau tiga, atau empat. Namun jika kalian khawatir tidak bisa berlaku adil, maka nikahilah satu wanita saja, atau gaulilah budak-budak wanita yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat bagi kalian untuk tidak menjadi miskin.” (QS. An-Nisa’: 3)

Jadi, maksud orang yang memaknakan seperti ini adalah: dengan berpoligami menjadi sebab agar orang tidak menjadi miskin, dan justru merupakan sebab datangnya rezeki.

Barangsiapa yang memperhatikan makna yang kedua dengan seksama, pasti dia akan menjumpai kejanggalan.

Maka untuk untuk lebih jelasnya bagaimana makna yang benar tentang ayat ini, berikut penjelasan sebagian ulama:

Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah berkata dalam Silsilah ash-Shahihah jilid 7 hlm. 675-676 hadits no. 3222:

٣٢٢٢. ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ‏(ﺫَٰﻟِﻚَ ﺃَﺩْﻧَﻰٰ ﺃَﻟَّﺎ ﺗَﻌُﻮﻟُﻮﺍ)، ﻗﺎﻝ: ﺃﻥ ﻻ
ﺗﺠﻮﺭُﻭﺍ‏)

ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﻓﻲ “ﺻﺤﻴﺤﻪ” ‏(ﺭﻗﻢ ١٧٣٠ – ﺍﻟﻤﻮﺍﺭﺩ‏)، ﻭﺍﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺣﺎﺗﻢ ﻓﻲ “ﺍﻟﺘﻔﺴﻴﺮ” ‏(٢/١٠٤/٢) ﻣﻦ ﻃﺮﻕ ﻋﻦ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ: ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺷﻌﻴﺐ ﻋﻦ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻌُﻤَﺮﻱ ﻋﻦ ﻫﺸﺎﻡ ﺑﻦ ﻋﺮﻭﺓ ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻪ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ….

“Tentang firman Allah Ta’ala:

ﺫَٰﻟِﻚَ ﺃَﺩْﻧَﻰٰ ﺃَﻟَّﺎ ﺗَﻌُﻮﻟُﻮﺍ.

Beliau (Rasulullah) bersabda:

أَن لا تَجُورُوا.

“Agar kalian tidak berbuat zhalim (tidak adil).”

Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya no. 1730 dengan penomoran Mawarid azh-Zham’an dan Ibnu Abi Hatim dalam at-Tafsir (2/104/2) dari beberapa jalan dari Abdurrahman bin Ibrahim: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Syu’aib, dari Umar bin Muhammad al-’Umary, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang firman-Nya… dst.”

Setelah menjelaskan tentang keshahihan hadits di atas, dan membantah pihak yang menilainya lemah, asy-Syaikh al-Albany berkata:

ﻭﻻ ﺳﻴﻤﺎ ﺃﻥ ﺟﻤﻬﻮﺭ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺍﻵﻳﺔ ﺑﻤﺎ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ، ﻓﻬﻮ ﻣﻤﺎ ﻳﺆﻛﺪ ﺻﺤﺘﻪ.

“Terlebih jumhur ulama berpendapat tentang penafsiran ayat ini, dengan apa yang terdapat dalam hadits yang shahih ini, sehingga hal itu termasuk hal-hal menguatkan keshahihannya.”

Kemudian asy-Syaikh al-Albany menukil perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang disebutkan dalam Majmu’ul Fatawa jilid 3 hlm. 386 setelah Ibnu Taimiyyah menyebutkan ayat di atas:

ﺃﻱ: ﻻ ﺗﺠﻮﺭﻭﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﺴﻢ؛ ﻫﻜﺬﺍ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺴﻠﻒ وﺟﻤﻬﻮﺭ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ. ﻭﻇﻦ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ: ﺃﻥ ﻻ ﺗﻜﺜﺮ ﻋﻴﺎﻟﻜﻢ! ﻭﻗﺎﻟﻮﺍ: ﻫﺬﺍ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻮﺏ ﻧﻔﻘﺔ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ. ﻭﻏﻠّﻂ ﺃﻛﺜﺮُ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﺫﻟﻚ ﻟﻔﻈﺎً ﻭﻣﻌﻨﻰ.

ﺃﻣﺎ ﺍﻟﻠﻔﻆ؛ ﻓﻸﻧﻪ ﻳﻘﺎﻝ: ﻋﺎﻝ ﻳﻌﻮﻝ؛ ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺭ، ﻭﻋﺎﻝ ﻳﻌﻴﻞ؛ ﺇﺫﺍ ﺍﻓﺘﻘﺮ، ﻭﺃﻋﺎﻝ ﻳُﻌﻴﻞ؛ ﺇﺫﺍ ﻛﺜﺮ ﻋﻴﺎﻟﻪ، ﻭﻫﻮ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻗﺎﻝ: ‏(ﺗﻌﻮﻟﻮﺍ) ﻟﻢ ﻳﻘﻞ: ﺗُﻌﻴﻠﻮﺍ.

ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ؛ ﻓﺈﻥ ﻛﺜﺮﺓ ﺍﻟﻨﻔﻘﺔ ﻭﺍﻟﻌﻴﺎﻝ ﻳﺤﺼﻞ ﺑﺎﻟﺘﺴﺮِّﻱ ﻛﻤﺎ ﻳﺤﺼﻞ ﺑﺎﻟﺰﻭﺟﺎﺕ، ﻭﻣﻊ ﻫﺬﺍ ﻓﻘﺪ ﺃﺑﺎﺡ ﻣﻤﺎ ﻣﻠﻜﺖ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ ﻣﺎ ﺷﺎﺀ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﺑﻐﻴﺮ ﻋﺪﺩ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻤﻤﻠﻮﻛﺎﺕ ﻻ ﻳﺠﺐ ﻟﻬﻦ ﻗﺴﻢٌ، ﻭﻻ ﻳﺴﺘﺤﻘﻘﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻭﻃﺄً…”

“Maksudnya: agar kalian tidak zhalim dalam pembagian (giliran bermalam, nafkah, dll), demikian pendapat Salaf dan jumhur ulama. Dan sebagian ulama ada yang menyangka bahwa yang dimaksud adalah: agar orang-orang yang menjadi tanggungan kalian tidak bertambah banyak. Dan mereka mengatakan bahwa ini menunjukkan wajibnya menafkahi istri.

Namun, mayoritas ulama menyalahkan pihak yang berpendapat demikian, baik ditinjau dari sisi lafazh maupun maknanya.

Adapun dari sisi lafazh karena kata (ُعَالَ – يَعُول) maknanya adalah tidak adil. Sedangkan kata (عَالَ – يَعِيلُ) maknanya adalah menjadi miskin. Lalu kata (أَعَالَ – يُعِيلُ) maknanya adalah bertambah orang-orang yang menjadi tanggungannya. Sementara Allah Subhanahu berfirman: (تَعُولُوا) dan tidak berfirman: (تُعِيلُوا).

Adapun kesalahnya ketika ditinjau dari sisi makna, yaitu: karena banyaknya nafkah dan tanggungan bisa terjadi dengan menggauli budak, sebagaimana bisa dengan banyak istri, padahal walaupun dengan menggauli budak bisa menyebabkan bertambahnya tanggungan, Allah membolehkan untuk menggauli budak sesuai yang diinginkan oleh seseorang tanpa batas, karena budak-budak wanita tidak wajib diberi pembagian (giliran bermalam) dan mereka tidak memiliki hak untuk digauli oleh tuannya…”

Lalu asy-Syaikh al-Albany berkata mengakhiri penjelasan hadits di atas:

ﻭﻧﻘﻞ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﻛﺜﻴﺮ ﺧﻼﺻﺔ ﻫﺬﺍ، ﻭﻗﺎﻝ: ﻭﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﺠﻤﻬﻮﺭ.

“Al-Hafizh Ibnu Katsir menukil kesimpulan masalah ini, dan beliau mengatakan, “Dan pendapat yang benar adalah perkataan jumhur.”

Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’dy rahimahullah berkata dalam tafsirnya hlm. 189-190:

ﺃﻱ: ﻣَﻦْ ﺃﺣﺐ ﺃﻥ ﻳﺄﺧﺬ ﺍﺛﻨﺘﻴﻦ ﻓﻠﻴﻔﻌﻞ، ﺃﻭ ﺛﻼﺛﺎً ﻓﻠﻴﻔﻌﻞ، ﺃﻭ ﺃﺭﺑﻌﺎً ﻓﻠﻴﻔﻌﻞ، ﻭﻻ ﻳﺰﻳﺪ ﻋﻠﻴﻬﺎ؛ ﻷﻥ ﺍﻵﻳﺔ ﺳﻴﻘﺖ ﻟﺒﻴﺎﻥ ﺍﻻﻣﺘﻨﺎﻥ، ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻟﺰﻳﺎﺩﺓ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﻣﺎ ﺳﻤﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺇﺟﻤﺎﻋﺎً؛ ﻭﺫﻟﻚ ﻷﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻗﺪ ﻻ ﺗﻨﺪﻓﻊ ﺷﻬﻮﺗﻪ ﺑﺎﻟﻮﺍﺣﺪﺓ، ﻓﺄﺑﻴﺢ ﻟﻪ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﺑﻌﺪ ﻭﺍﺣﺪﺓ، ﺣﺘﻰ ﻳﺒﻠﻎ ﺃﺭﺑﻌﺎً؛ ﻷﻥ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺑﻊ ﻏﻨﻴﺔ ﻟﻜﻞ ﺃﺣﺪ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻧﺪﺭ، ﻭﻣﻊ ﻫﺬﺍ ﻓﺈﻧﻤﺎ ﻳﺒﺎﺡ ﻟﻪ ﺫﻟﻚ ﺇﺫﺍ ﺃﻣِﻦ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻪ ﺍﻟﺠﻮﺭ ﻭﺍﻟﻈﻠﻢ، ﻭﻭﺛﻖ ﺑﺎﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﺤﻘﻮﻗﻬﻦ.
ﻓﺈﻥ ﺧﺎﻑ ﺷﻴﺌﺎً ﻣﻦ ﻫﺬﺍ: ﻓﻠﻴﻘﺘﺼﺮ ﻋﻠﻰ ﻭﺍﺣﺪﺓ، ﺃﻭ ﻋﻠﻰ ﻣﻠﻚ ﻳﻤﻴﻨﻪ، ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻘﺴﻢ ﻓﻲ ﻣﻠﻚ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ.
‏(ﺫَﻟِﻚ) ﺃﻱ: ﺍﻻﻗﺘﺼﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﺃﻭ ﻣﺎ ﻣﻠﻜﺖ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ:
‏(ﺃَﺩْﻧَﻰ ﺃَﻻ ﺗَﻌُﻮﻟُﻮﺍ) ﺃﻱ: ﺗﻈﻠﻤﻮﺍ.
ﻭﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺃﻥ ﺗﻌﺮﺽ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﻟﻸﻣﺮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺨﺎﻑ ﻣﻨﻪ ﺍﻟﺠﻮﺭ ﻭﺍﻟﻈﻠﻢ، ﻭﻋﺪﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﺎﻟﻮﺍﺟﺐ -ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻣﺒﺎﺣﺎً- ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻪ ﺃﻥ ﻳﺘﻌﺮﺽ ﻟﻪ، ﺑﻞ ﻳﻠﺰﻡ ﺍﻟﺴﻌﺔ ﻭﺍﻟﻌﺎﻓﻴﺔ، ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻌﺎﻓﻴﺔ ﺧﻴﺮ ﻣﺎ ﺃﻋﻄﻲ ﺍﻟﻌﺒﺪ.

“Maksudnya: siapa yang ingin menikahi dua wanita silahkan, atau tiga silahkan, atau empat silahkan, dan tidak boleh lebih, karena ayat ini disebutkan untuk menjelaskan karunia yang Allah berikan, sehingga tidak boleh melebihi selain yang Allah sebutkan, dan ini merupakan ijma’ para ulama. Dan hal itu karena seorang pria terkadang syahwatnya tidak tercukupi dengan satu istri saja, sehingga diperbolehkan untuknya menambah satu demi satu hingga empat, karena empat istri sudah mencukupi setiap orang kecuali beberapa orang saja.

Namun demikian hal itu hanyalah diperbolehkan bagi orang yang yakin dirinya tidak akan berbuat yang tidak adil dan zhalim, serta yakin akan memenuhi hak-hak mereka.

Jadi, jika dia mengkhawatirkan sebagian dari hal ini maka hendaklah dia membatasi dengan satu istri saja, atau dengan menggauli budak wanita yang dia miliki, karena tidak wajib atasnya untuk untuk memberi pembagian (giliran bermalam, nafkah, dll) untuk budak wanita.

Firman-Nya (ﺫَﻟِﻚ) maksudnya: mencukupkan diri dengan satu istri, atau dengan menggauli budak wanita yang dimiliki, akibatnya adalah:

(ﺃَﺩْﻧَﻰ ﺃَﻻ ﺗَﻌُﻮﻟُﻮﺍ)

Yaitu: agar kalian tidak berbuat zhalim.

Dan dalam makna ayat ini terkandung bahwa perbuatan seorang hamba yang menghadapkan dirinya pada perkara yang dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakadilan dan kezhaliman serta tidak mampu menunaikan kewajiban —walaupun perkara tersebut mubah— adalah perkara yang tidak sepantasnya dia hadapi, bahkan hendaknya dia tetap mengutamakan kelapangan dan keselamatan, karena sesungguhnya keselamatan itu adalah sebaik-baik yang diberikan kepada seorang hamba.”

© 1446 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.