Kiamat Sudah Dekat Namun Tiada Seorang pun Mengerti

Kiamat Sudah DekatKIAMAT SUDAH DEKAT NAMUN TIADA SEORANG PUN MENGERTI

Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.

 

Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu: Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:

بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ -وَضَمَّ السَّبَّابَةَ وَالْوُسْطَى

“Aku diutus, dan kiamat (demikian dekat) sebagaimana (dekatnya) dua jari ini.” Beliau rapatkan jari telunjuk dan jari tengah.

Takhrij Hadits

Hadits Anas bin Malik radhiyallahuanhu dengan lafadz tersebut di atas diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Ash-Shahih (4/2268 no. 2951) dari jalan Abu Ghassan Al-Misma’i, dari Mu’tamir bin Sulaiman bin Tharkhan, dari bapaknya, dari Ma’bad bin Hilal Al-‘Anazi, dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu Semua perawinya tsiqah, termasuk para perawi Ash-Shahihain, kecuali Abu Ghassan, Al-Bukhari tidak meriwayatkan haditsnya dalam Ash-Shahih.

Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya (4/2268 no. 2951) dan At-Tirmidzi dalam As-Sunan (4/496 no. 2214) melalui jalan Syu’bah, dari Qatadah, dari Anas radhiyallahuanhu.

Dalam riwayat Muslim, Syu’bah berkata:

وَسَمِعْتُ قَتَادَةَ فِي قَصَصِهِ يَقُولُ: كَفَضْلِ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى. فَلَا أَدْرِي أَذَكَرَهُ عَنْ أَنَسٍ أَوْ قَالَهُ قَتَادَةُ

Aku mendengar Qatadah dalam kisahnya berkata: “(Dekatnya kiamat itu) seperti perbedaan panjang keduanya.” Namun aku tidak tahu apakah Qatadah meriwayatkan dari Anas, atau ini ucapan Qatadah.

Hadits Anas radhiyallahuanhu diriwayatkan pula dari sahabat Sahl bin Sa’d radhiyallahuanhu dalam Ash-Shahihain dan Musnad Imam Ahmad, demikian pula dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu dalam Sunan Ibnu Majah dengan keragaman lafadz.

Makna Hadits

Al-Qurthubi rahimahullah berkata dalam At-Tadzkirah: Sabda beliau:

بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنَ

“Aku diutus, dan kiamat (demikian dekat) sebagaimana (dekatnya) dua jari ini,” mengandung makna bahwasanya aku adalah nabi terakhir. Tidak ada nabi lain sesudahku. Yang datang mengiringiku adalah hari kiamat, sebagaimana jari telunjuk langsung diiringi jari tengah.

(Hadits ini juga bermakna bahwa) kiamat itu demikian dekat. dan tanda-tandanya telah berdatangan silih berganti. Sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:

“Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya…” (Muhammad: 18)

Yakni kiamat itu telah dekat, dan tanda pertamanya adalah (diutusnya) Nabi shalallahu’alaihi wa sallam , karena beliau adalah nabi akhir zaman. Allah utus beliau dan tidak ada nabi lain sesudahnya hingga tegaknya hari kiamat…” (At-Tadzkirah Bi Ahwalil Mauta Wa Umuril Akhirah 3/1219)

Ibnu At-Tin rahimahullah berkata: “Terjadi perselisihan mengenai makna sabda Rasul shalallahu’alaihi wa sallam  Seperti dua jari ini. Sebagian berpendapat: ‘Seperti perbedaan panjang antara jari telunjuk dan tengah.’ Sebagian lagi berpendapat: ‘(Maknanya), tidak ada nabi antara beliau shalallahu’alaihi wa sallam  dan hari kiamat.’ Demikian dinukilkan Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (6/73).

Pembaca rahimakumullah.

Kehidupan Ar-Rasul shalallahu’alaihi wa sallam  adalah kehidupan yang penuh kasih sayang dan bimbingan. Tak ada satu kebaikanpun melainkan telah beliau sampaikan. Demikian pula tidak ada satu kejelekanpun bagi umat ini melainkan telah beliau peringatkan umat darinya. Dengan penuh kasih dan cinta beliau tarbiyah umat untuk berjalan menuju ridha Allah hingga wafatnya ditahun sebelas hijriyah.Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dalam hadits Anas radhiyallahuanhu, ada bimbingan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  bagi umat ini untuk segera bangkit dari kelalaian dan bergegas menyiapkan bekal menghadapi hari kiamat yang telah dekat. Dekatnya hari itu dengan diutusnya beliau shalallahu’alaihi wa sallam  ibarat dekatnya jari telunjuk dan jari tengah yang dihimpitkan. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:

“Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (An-Nahl: 77)

Jika dekat, kenapa tak kunjung tiba?

Kabar dekatnya kiamat telah berlalu empat belas abad silam. Mungkin ada yang bertanya: Jika kiamat telah dekat, kenapa hingga saat ini belum ditegakkan? Kata-kata ini boleh jadi muncul sebagai bentuk pengingkaran orang kafir atas berita Allah dan Rasul-Nya shalallahu’alaihi wa sallam . Atau, mungkin juga pertanyaan ini adalah waswas setan yang dibisikkan pada sebagian dada muslimin.

Adapun orang kafir, perkaranya telah jelas. Ungkapan ini sangat wajar muncul dari mulut orang-orang yang hatinya telah buta dan telinganya telah tuli. Dengan mudahnya mereka ingkari kiamat dan hari kebangkitan, sebagaimana Allah sebutkan tentang mereka dalam firman-Nya:

Orang-orang yang kafir mengatakan, bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: “Tidak demikian, demi Rabbku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (At-Taghabun: 7)

Dalam ayat lain Allah Subhanahuwata’ala berfirman:

Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui, kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui. (An-Naba’: 1-5)

Bagi mereka, cukup kita bacakan firman Allah yang Maha Agung:

“Bahkan mereka mendustakan hari kiamat. Dan Kami sediakan bagi orang yang mendustakan kiamat api yang menyala-nyala.” (Al-Furqan: 11)

Kiamat dekat, jika dibandingkan umur umat terdahulu

Kedatangannya adalah sebuah kepastian. Sungguh segala sesuatu yang pasti kedatangannya, maka ia adalah perkara yang dekat. Jarak diutusnya Rasul shalallahu’alaihi wa sallam  hingga kiamat nanti adalah waktu yang sangat dekat jika dibandingkan umur dunia yang sudah sangat lama, sejak sebelum Adam alaihissalam menempatinya bersama Hawa. Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  bersabda:

مَثَلُكُمْ وَمَثَلُ أَهْلِ الْكِتَابَيْنِ كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَأْجَرَ أُجَرَاءَ فَقَالَ: مَنْ يَعْمَلُ لِي مِنْ غَدْوَةٍ إِلَى نِصْفِ النَّهَارِ عَلَى قِيرَاطٍ؟ فَعَمِلَتِ الْيَهُودُ. ثُمَّ قَالَ: مَنْ يَعْمَلُ لِي مِنْ نِصْفِ النَّهَارِ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ عَلَى قِيْرَاطٍ؟ فَعَمِلَتِ النَّصَارَى. ثُمَّ قَالَ: مَنْ يَعْمَلُ لِي مِنَ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ عَلَى قِيرَاطَيْنِ؟ فَأَنْتُمْ هُمْ. فَغَضِبَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالُوا: مَا لَنَا أَكْثَرُ عَمَلًا وَأَقَلُّ عَطَاءً؟ قَالَ: هَلْ نَقَصْتُكُمْ مِنْ حَقِّكُمْ؟ قَالُوا: لاَ. قَالَ: فَذَلِكَ فَضْلِي أُتِيهِ مِنْ أَشَاءُ

Perumpamaan kalian dan dua ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah seperti seorang yang menyewa pekerja-pekerja. Ia berkata: “Siapakah yang mau bekerja untukku dari pagi hingga tengah siang dengan upah satu qirath?” Maka bekerjalah Yahudi. Lalu ia berkata: “Siapakah yang mau bekerja untukku dari tengah siang hingga shalat ashar dengan upah satu qirath?” Maka bekerjalah Nasrani. Kemudian ia berkata: “Siapa yang mau bekerja untukku dari ashar hingga tenggelam matahari dengan upah dua qirath?” Maka (bekerjalah suatu kaum, dan kalianlah mereka.Marahlah Yahudi dan Nasrani. Mereka berkata: “Kenapa kami yang lebih banyak pekerjaannya tetapi pemberiannya lebih sedikit?” Allah berfirman: “Apakah Aku mengurangi sesuatu dari hak kalian? Mereka berkata: “Tidak.” Allah berfirman: “Itulah keutamaan-Ku, Aku berikan kepada siapapun yang Aku kehendaki.” [1]

Demikian perumpamaan umat Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  dan umat-umat sebelumnya. Hidup di akhir-akhir kehidupan dunia dengan umur yang sangat pendek, namun Allah berkahi dan Allah lipat gandakan pahala. Ibnu Umar radhiyallahuanhu mengisahkan, suatu saat sesudah shalat ashar, ketika matahari bersinar dari arah bukit Qu’aiqi’an  [2]Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  duduk bersama para sahabat. Beliau bersabda:

مَا أَعْمَارُكُم فِي أَعْمَارِ مَنْ مَضَى إِلَّا كَمَا بَقِيَ مِنَ النَّهَارِ وَفِيْمَا مَضَى مِنْهُ

“Tidaklah umur kalian jika dibandingkan umur umat sebelum kalian kecuali seperti apa yang tersisa dari hari ini (yaitu waktu ashar) dan yang telah lalu darinya.” [3]

Dalam hadits lain Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  bersabda:

إِنَّمَا أَجَلُكُم فِي أَجَلِ مَنْ خَلَا مِنَ الْأُمَمِ مَا بَيْنَ صَلَاةِ الْعَصْرِ وَمَغْرِبِ الشَّمْسِ

“Sesungguhnya ajal kalian dan ajal umat-umat yang telah lalu hanyalah seperti masa antara shalat ashar dan tenggelamnya matahari.” [4]

Hadits-hadits di atas semuanya menunjukkan bahwasanya apa yang tersisa dari umur dunia dibandingkan umurnya yang telah lalu adalah waktu yang sangat sedikit. Umat Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam  adalah kaum terakhir yang hidup di muka bumi, sebagaimana Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  adalah rasul terakhir yang Allah utus kepada manusia.

Pembaca rahimakumullah. Sesungguhnya apa yang dikatakan dekat oleh Allah dan Rasul-Nya maka kita katakan itu dekat, walaupun manusia menganggapnya jauh. Allah berfirman:

“Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil). Sedangkan Kami memandangnya dekat (pasti terjadi).” (Al-Ma’arij: 6-7)

Kiamat adalah rahasia allah

Meskipun dekat, namun hari itu Allah rahasiakan. Tidak ada seorangpun mengetahuinya. Allah berfirman:

Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. (Al-A’raf: 187)

Pengetahuan tentang hari kiamat adalah ilmu yang Allah khususkan untuk diri-Nya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)

Lima perkara inilah kunci-kunci ghaib yang Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  sabdakan dalam hadits-Nya:

مِفْتَاحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لَا يَعْلَمُهَا إِلَا اللهُ… -مِنْهَا: وَلَا يَعْلَمُ مَتَى السَّاعَةُ إِلاَّ اللهُ

“Kunci-kunci ghaib ada lima, tidak ada yang megetahuinya kecuali Allah … Di antaranya adalah: dan tidak ada yang mengetahui kapan hari kiamat kecuali Allah.”

Alhasil, tidak satu makhlukpun mengerti kapan hari kiamat terjadi. Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  hanya mendapatkan wahyu dari Allah bahwa kiamat terjadi pada hari Jumat, sebagaimana Allah juga mewahyukan kepada beliau tentang tanda-tandanya. Selebihnya beliau tidak tahu kepastian hari tersebut.

Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah berkata: “Adalah Nabi shalallahu’alaihi wa sallam  ketika ditanya tentang hari kiamat, beliau menjawabnya dengan menyebut sebagian tandanya. Maka tidak ada seorangpun selain Allah yang mengetahui di tahun berapa kiamat itu, di bulan apa kiamat itu, dan di tanggal manakah di bulan itu. (Adapun hari), hadits Rasul shalallahu’alaihi wa sallam  telah menetapkan bahwa hari itu adalah hari Jum’at. Beliau shalallahu’alaihi wa sallam  bersabda:

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةُ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا يَوْمُ الْجُمُعَةِ

“Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jumat. Di hari itu Adam diciptakan, di hari itu ia dimasukkan jannah, dan di hari itu pulalah ia dikeluarkan dari jannah. Dan tidaklah kiamat itu ditegakkan kecuali pada hari Jumat.”  [5]  (Qathfu Al-Janad Dani Syarh Muqaddimah Risalah Ibni Abi Za’id Al-Qairawani hal. 115)

Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam  –rasul paling mulia dari kalangan manusia–, demikian pula Jibril alaihissalam –rasul (utusan) paling mulia dari kalangan malaikat– keduanya tidak mengerti bilakah hari itu terjadi. Ketika Jibril datang dalam bentuk manusia yang tidak dikenal, ia bertanya kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  kapankah hari kiamat? Jawaban Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  ketika itu tidak melebihi ucapan beliau:

مَا الْمَسْؤُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ

“Tidaklah yang ditanya lebih tahu dari yang bertanya.” (Yakni keduanya sama-sama tidak mengetahui). (HR. Muslim)

Jika keduanya tidak mengerti kapan hari kiamat, masuk akalkah jika kemudian ada seseorang yang mengaku tahu kapan hari itu? Subhanallah, ini adalah kedustaan yang nyata!! Bahkan Israfil –malaikat peniup sangkakala yang dengan tiupannya kiamat akan ditegakkan– pun tidak mengetahui kapan Allah perintahkan dia untuk meniupkan sangkakala. Yang ia lakukan hanyalah terus menatapkan pandangannya ke arah ‘Arsy –tidak berkedip sedikitpun– menanti perintah Allah untuk meniupkannya. Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  bersabda:

إِنَّ طَرْفَ صَاحِبِ الصُّورِ مُنْذُ وُكِّلَ بِهَ مُسْتَعِدٌ نَحْوَ الْعَرْشِ مَخَافَةَ أَنْ يُؤْمَرَ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْهِ طَرْفُهُ كَأَنَّ عَيْنَيْهِ كَوْكَبَان دُرِّيَّانِ

“Sesungguhnya pandangan malaikat peniup sangkakala selalu tertuju ke arah Arsy semenjak Allah tugaskan. Khawatir andai ia diperintah meniupkannya sebelum mengedipkan keduanya, seolah-olah matanya dua bintang yang memancar.” [6]

Dua jawaban Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam atas pertanyaan kapankah kiamat?

Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  tidak mengetahui kapankah kiamat. Oleh karenanya, ketika ada pertanyaan diajukan kepada beliau tentang kiamat, beliau menjawabnya dengan dua jenis jawaban.

Pertama, beliau jawab pertanyaan itu dengan menyebutkan tanda-tandanya.

Kedua, beliau arahkan penanya untuk melakukan hal yang lebih penting, yaitu mempersiapkan bekal untuk menghadapinya. Anas bin Malik radhiyallahuanhu berkata:

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ  عَنِ السَّاعَةِ فَقَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ: وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا؟ قَالَ: لَا شَيْءٌ، إِلَّا أَنِّي أُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ . فَقَالَ: أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

Seorang bertanya kepada Nabi shalallahu’alaihi wa sallam  tentang hari kiamat, ia berkata: Kapankah hari kiamat? Beliau bersabda: “Apa yang telah kau siapkan untuk menghadapi hari itu?” Dia menjawab: “Tidak banyak bekalku, tetapi aku mencintai Allah dan Rasulnya shalallahu’alaihi wa sallam .” Bersabdalah Rasulullah kepadanya: “Engkau bersama orang yang kau cintai.”

Sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  yang mulia ini benar-benar membahagiakan para sahabat. Kebahagiaan itu terungkap dari ucapan Anas berikutnya:

فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ فَرِحْنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ n: أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ. قَالَ أَنَسٌ: فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِيَّ  وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّي إِيَّاهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ

Tidaklah kita berbahagia (setelah Islam) sebagaimana bahagianya kita dengan sabda Nabi n: “Engkau bersama orang yang kau cintai.” Kemudian Anas berkata: “Maka aku mencintai Nabi n, Abu Bakr dan Umar; aku berharap akan bersama mereka (di jannah) dengan kecintaanku pada mereka meski aku tidak mampu beramal sebagaimana amal mereka.” [7]

Alangkah indahnya sabda beliau, dan betapa jujurnya sahabat Anas radhiyallahuanhu. Sungguh kita pun berkata: “Ya Allah aku mencintai Nabi-Mu shalallahu’alaihi wa sallam , Abu Bakr Ash-Shiddiq, ‘Umar bin Al-Khaththab, Utsman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan, Al-Husain, Ummahatul Mukminin dan seluruh sahabat-sahabat Nabi-Mu. Aku berharap kepada-Mu, ya Allah, Engkau kumpulkan diriku bersama mereka di Firdaus-Mu… Walau aku tak mampu beramal sebagaimana amalan mereka. Walau aku tak mampu bertaubat sebagaimana taubat mereka.

Hadits-hadits yang menetapkan kepastian waktu terjadinya kiamat adalah hadits maudhu’ (palsu)

Semua hadits tentang penentuan hari kiamat tidak benar penyandarannya kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam . Demikian Ibnu Katsir rahimahullah memberikan faedah penting ini dalam kitabnya An-Nihayah. [8]

Ada baiknya pada majelis ini kita simak sebuah hadits yang dinukil Ibnul Qayyim dalam kitabnya Al-Manarul Munif, sebagai contoh hadits maudhu’ (palsu) tentang hari kiamat, karena penyelisihannya yang sangat jelas terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah.

Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  bersabda:

إِنَّهَا سَبْعَةُ آلَافِ سَنَةٍ وَنَحْنُ فِي الْأَلْفِ السَّابِعَةِ

“Dunia itu berusia tujuh ribu tahun, dan kini kita berada pada seribu yang ketujuh.”

Mengomentari hadits ini, berkata Ibnul Qayyim: “Ini adalah kedustaan yang sangat nyata. Andaikata hadits ini shahih, niscaya semua orang tahu bahwa kiamat akan terjadi 251 tahun mendatang.” [9] (Al-Manarul Munif Fish-Shahih Wadh-Dha’if hal. 80)

Ibnu Hazm rahimahullah berkata: “Kami tidak sedikitpun memastikan hitungan tertentu. Sedangkan orang yang menyangka bahwa dunia itu berumur tujuh ribu tahun atau lebih dari itu, atau kurang darinya, sungguh dia telah berdusta dan berbicara dengan sesuatu yang tidak pernah sedikitpun Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  menyabdakannya dalam lafadz shahih. Bahkan telah shahih dari beliau shalallahu’alaihi wa sallam  apa yang menyelisihi persangkaannya.

Kita memastikan bahwasanya dunia itu memiliki urusan yang tidak ada seorangpun mengerti kecuali Allah Subhanahuwata’ala. Dia Subhanahuwata’ala berfirman:

“Aku tidak menghadirkan mereka untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri…” (Al-Kahfi: 51) [Al-Fishal 2/84]

Ghuluw kaum Sufi

Di antara bentuk ghuluw adalah perkataan sebagian pengikut hawa nafsu bahwa Nabi shalallahu’alaihi wa sallam  mengetahui ilmu ghaib, termasuk di antaranya hari kiamat. Anehnya, di antara mereka berdalil dengan hadits shahih. Tentu saja mereka pelintir maknanya menurut pemahaman dan hawa nafsu mereka. Na’udzubillah minal fitan (Kita berlindung dari godaan dan fitnah).

Sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  kepada Jibril alaihissalam ketika bertanya tentang kapan hari kiamat:

مَا الْمَسْؤُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلَِ

“Tidaklah yang ditanya lebih mengetahui dari yang bertanya.”

Mereka tafsirkan dengan penafsiran yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah, serta menyelisihi kesepakatan umat. Kata mereka: “Makna hadits ini bahwasanya aku (Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam ) dan engkau (Jibril alaihissalam), sama-sama mengetahui kapan terjadinya hari kiamat.”

Lihatlah, wahai kaum muslimin. Bagaimana setan menipu mereka dan menghiasi kebatilan dengan angan-angan dusta yang mengantarkan kepada kebinasaan. Mereka tafsirkan hadits dengan penafsiran yang menyelisihi kesepakatan salaf umat ini dari kalangan sahabat, tabi’in, atba’ut tabi’in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Bahkan menyelisihi nash (dalil yang jelas) dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Melengkapi pembahasan dalam Al-Manarul Munif, Ibnul Qayyim membantah pemahaman keliru dan batil akan hadits Jibril di atas dengan pembahasan yang sangat bagus. Beliau sertakan juga hadits-hadits shahih yang menunjukkan ketidaktahuan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  terhadap perkara ghaib. Kesimpulan bantahan itu kita katakan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam ketika datang Jibril dalam bentuk seorang Arab badui dengan baju yang sangat putih dan rambut yang sangat hitam– beliau samasekali tidak mengetahui bahwa laki-laki itu adalah Jibril. Dalam sebuah riwayat Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  bersabda:

مَا أَتَانِي فِي صُورَةٍ إِلَّا عَرَفْتُهُ غَيْرِ هَذِهِ الصُّورَةِ

“Tidaklah Jibril datang padaku dalam suatu bentuk kecuali aku mengenalinya, kecuali bentuk ini (yakni dalam kejadian hadits Jibril).” [10]

Akankah beliau mengatakan kepada orang yang beliau sangka manusia badui biasa, dan beliau tidak tahu dia adalah Jibril dengan ucapan: “Aku dan engkau (wahai lelaki badui yang tidak aku kenal-pen) mengetahui kiamat?” Mahasuci Allah. Ini tentu sebuah kedustaan. Terlebih lagi ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits nabawi dengan tegas menyelisihinya. Jawaban Ibnul Qayyim dan pembahasan yang sangat bermanfaat selengkapnya bisa dilihat dalam kitab tersebut hal. 81-84.

Pembaca rahimakumullah. Ghuluw kepada Nabi shalallahu’alaihi wa sallam  bukan hanya perkataan mereka bahwa beliau shalallahu’alaihi wa sallam  mengetahui hari kiamat. Lebih dari itu, mereka meyakini bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  mengetahui segala yang ghaib dan mengerti semua yang ada di Al-Lauhul Mahfuzh.

Dalam Mimiyah Al-Bushiri, yang dikenal dengan Qashidah Burdah, penulisnya Al-Bushiri [11] berkata:

وَمِنْ عُلُومِكَ عِلْمُ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ

“Dan di antara ilmu-ilmumu (wahai Nabi) adalah ilmu Al-Lauhil Mahfuzh dan pena (pencatat taqdir).

Sungguh, sebuah ucapan yang telah mencapai puncak kebatilan. Di mana kandungannya menetapkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  mengetahui perkara-perkara ghaib. Perlu diketahui bahwa ucapan-ucapan serupa yang penuh dengan syirik dan kebid’ahan banyak tertera dalam Qashidah tersebut. Wal ‘iyadzubillah. Dengan lancang ia selisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam  tidak mengetahui perkara ghaib. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:

Katakanlah (wahai Nabi): “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.(An-Naml: 65)

Allah juga berfirman:

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Al-Lauh Al-Mahfuzh).” (Al-An’am: 59)

Wahai para penyanjung Qashidah Burdah, dan mereka yang selalu mendendangkannya. Jawablah dengan jujur. Ucapan Bushiri-kah yang benar atau firman-firman Allah dan sabda Rasul-Nya? Renungkan ayat-ayat di atas, lalu bandingkan dengan bait-bait kufur Qoshidah Burdah yang kalian dendangkan. Segeralah kembali ke jalan yang benar sebelum Allah menutup pintu taubat.

Ramalan kiamat, upaya mendangkalkan aqidah umat

Desember 2012 diramalkan sebagai hari H berakhirnya dunia. Ramalan ini bukan kedustaan pertama dalam peradaban manusia. Ramalan-ramalan kiamat sebenarnya telah tercatat dalam catatan panjang sejarah, namun tetap saja ramalan serupa dihembuskan ditengah-tengah manusia. Muslim yang kokoh akidahnya akan segera melihat ramalan ini sebagai kedustaan. Akan tetapi di saat berita ini diterima oleh orang yang lemah imannya, yang tidak mengerti akidah yang benar, goncanglah jiwanya dan sempitlah dadanya.

Ada satu sisi yang ingin kita ingatkan di sini. Sesungguhnya musuh-musuh Islam terus berusaha menghembuskan berita-berita dan keyakinan yang merusak aqidah umat dengan segala media yang mereka miliki. Berita kiamat 2012 adalah sebagian kecil dari upaya musuh Islam mendangkalkan aqidah dan akhlak kaum muslimin.

Dari sini muncul sebuah pertanyaan: “Apa benteng untuk menghadapi perang pemikiran itu?”

 

Al-Kitab dan As-Sunnah adalah benteng dari kesesatan

Al-Kitab dan As-Sunnah adalah pelita di tengah kegelapan dan benteng dari kesesatan. Apapun ujian/godaan yang menimpa, ketika seorang mengembalikan kepada keduanya niscaya dia dapatkan jawaban yang membantah semua kerancuan.

Seorang mukmin yang mengenal Allah, Rasul-Nya dan agama Islam, ketika ramalan kiamat mengetuk gendang telinganya ia akan segera tersentak dan menjawab bahwa dalil-dalil Al-Kitab dan As-Sunnah secara tegas menunjukkan bahwa kiamat tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.

Di akhir majelis, sejenak kita baca sebuah hadits di antara hadits-hadits yang membantah ramalan kiamat 2012, yaitu hadits tentang turunnya Isa bin Maryam alaihissalam ke muka bumi. Beliau akan turun dan menetap di dunia selama tujuh tahun. Dalam hadits tersebut dikatakan:

فَيَبْعَثُ اللهُ عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ … ثُمَّ يَمْكُثُ النَّاسُ سَبْعَ سِنِينَ لَيْسَ بَيْنَ اثْنَيْنِ عَدَاوَةٌ، ثُمَّ يُرْسِلُ اللهُ رِيْحًا مِنْ قِبَلِ الشَّامِ فَلَا يَبْقَى عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ أَحَدٌ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ أَوْ إِيْمَانٍ إِلَّا قَبَضَتْهُ

“Maka Allah utus ‘Isa bin Maryam [12] … kemudian hiduplah manusia selama tujuh tahun, tidak ada permusuhan antara dua orang, [13] hingga Allah kirimkan angin dari arah Syam. Tidak ada seorangpun di muka bumi yang ada kebaikan atau iman dalam hatinya melainkan angin ini akan mewafatkannya.” [14]

Kita katakan, seandainya Nabi Isa turun di tahun ini, 2010 M, niscaya beliau akan tinggal di dunia tujuh tahun ke depan. Artinya, kita bisa pastikan bahwa 2012 bukanlah hari kiamat yang mereka sangkakan.

Kaum muslimin, rahimakumullah. Setelah hadits ini dan hadits-hadits yang demikian banyak menunjukkan kedustaan semua ramalan kiamat, akankah kemudian seorang yang beriman terusik dengan berita-berita dusta itu?

Wallahu a’lam bish-shawab. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin. Wa shallalahu ‘ala Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.

Sumber: Majalah Asy Syariah

Catatan Kaki:

  1. Al-Bukhari no. 2268.
  2. Sebuah gunung 12 mil selatan Makkah. Lihat An-Nihayah fi Gharibil Hadits (4/88).
  3. Musnad Al-Imam Ahmad (8/176 no. 5966) dengan tahqiq Asy-Syaikh Ahmad Syakir, beliau berkata: “Sanadnya shahih.”
  4. Al-Bukhari (6/495 no. 3459)
  5. HR. Muslim dalam As-Shahih (2/585 no.854) dari Abu Hurairah, Abdurrahman bin Shakhr Ad-Dausi radhiyallahuanhu.
  6. HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (4/603). Ibnu Hajar menghasankannya dalam Al-Fath (11/447), dishahihkan Al-Albani dalam Ash-Shahihah (3/65 no. 1078).
  7. Al-Bukhari meriwayatkan hadits Anas radhiyallahuanhu dalam Shahih-nya no. 3688.
  8. Lihat An-Nihayah Fil Fitan Wal Malahim (1/195).
  9. Ucapan Ibnul Qayyim menunjukkan bahwa kitab Al-Manarul Munif ditulis sekitar tahun 749 H, yaitu 251 tahun sebelum tahun 1000 H. Kini kita memasuki tahun 1431 H, kedustaan itu semakin terang. Jika berita ini benar dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam niscaya kiamat sudah terjadi 431 tahun silam.
  10. Musnad Imam Ahmad (1/53) dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallahuanhu.
  11. Muhammad bin Sa’id Al-Bushiri, (608-695 H) berkubang dalam lumpur tashawuf, dibenci manusia lantaran kata-katanya yang kotor. Meminta-minta bahkan menjilat penguasa demi harta, adalah kebiasaannya. Menetapi tarekat Syadziliyyah dan menulis Qashidah Burdah yang dipenuhi ghuluw, bid’ah dan kesyirikan.
  12. Yakni Allah turunkan beliau dari langit.
  13. Di masa Isa bin Maryam As bumi penuh dengan keadilan dan keamanan bahkan disebutkan dalam riwayat bahwasannya anak-anak kecil bermain dengan ular-ular tidak ada sedikitpun bahaya. Lihat Musnad Imam Ahmad (2/406) dan dishahihkan sanadnya oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (6/493)
  14. HR. Imam Muslim dalam Shahih-nya no.2940
© 1446 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.
Enable Notifications OK No thanks