Ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc
Di antara al-Asma’ul Husna adalah al-Qahir ( الْقَاهِرُ ) dan al-Qahhar ( الْقَهّ) ).Nama Allah Subhanahu wata’ala al-Qahir tersebut dalam firman-Nya,
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
“Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (al-An’am: 18)
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ ۖ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ
“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba- Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikatmalaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikatmalaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” (al-An’am: 61)
Adapun al-Qahhar disebutkan pada enam tempat di dalam al-Qur’anul Karim, di antaranya,
قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ ۚ قُلْ أَفَاتَّخَذْتُم مِّن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ لَا يَمْلِكُونَ لِأَنفُسِهِمْ نَفْعًا وَلَا ضَرًّا ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ أَمْ هَلْ تَسْتَوِي الظُّلُمَاتُ وَالنُّورُ ۗ أَمْ جَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ خَلَقُوا كَخَلْقِهِ فَتَشَابَهَ الْخَلْقُ عَلَيْهِمْ ۚ قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
Katakanlah, “Siapakah Rabb langit dan bumi?” Jawabnya, “Allah.” Katakanlah, “Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudaratan atas diri mereka sendiri?” Katakanlah, “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah, “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Rabb Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.” (ar-Ra’d: 16)
Jadi, Allah Subhanahu wata’ala memiliki sifat al- Qahr yang berarti menundukkan, mengalahkan, dan punya makna mengazab dari atas. Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, “Hanyalah Allah Subhanahu wata’ala mengatakan dalam ayat ( فَوْقَ عِبَادِهِ ) ‘di atas hamba-hamba- Nya’ karena Allah Subhanahu wata’ala menyifati diri-Nya bahwa Ia menundukkan mereka. Di antara sifat sesuatu yang menundukkan yang lain adalah dia berada di atasnya. Karena itu, makna firman-Nya adalah ‘Dan Allah-lah yang mengalahkan hamba-hamba-Nya dan menundukkan mereka’.”
Adapun al – Qahhar adalah bentuk mubalaghah dari kata al-Qahir, bentuk kata yang memberi arti yang lebih dalam pada sifat tersebut. As-Sa’di t menjelaskan, “Al-mQahhar, Yang Maha Menundukkanseluruh alam semesta baik yang atas maupun yang bawah, yang menundukkan segala sesuatu, yang tunduk kepada- Nya seluruh makhluk. Hal itu karena keperkasaan-Nya dan kesempurnaankemampuan-Nya. Tidaklah sesuatu terjadi, dan tidaklah msesuatu tergerak selain dengan seizin- Nya. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi dan yang tidak Dia kehendaki maka tidak terjadi. Semua makhluk membutuhkan-Nya. Semuanya lemah, tidak memiliki kekuasaan untuk memberi dirinya manfaat ataupun mudharat, kebaikan ataupun kejelekan.
Sifat qahr pada-Nya menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wata’ala memiliki sifat hidup, perkasa, dan mampu. Tidak sempurna penundukan-Nya terhadap semua makhluk, kecuali dengan kesempurnaansifat hidup-Nya, keperkasaan-Nya, dan kemampuan-Nya.” Nama Allah Subhanahu wata’ala al-Qahharyang terdapat dalam al-Qur’an selalu beriringan dengan nama Allah al-Wahid, Yang Maha Esa. As-Sa’di rahimahullah menjelaskan mhikmahnya, “Sesungguhnya tidak terdapat keesaan bersama dengan sifat menundukkan kecuali hanya milik Allah Subhanahu wata’ala satu-satu-Nya. Sebab, setiap makhluk pasti di atasnya ada makhluk lain yang menundukkannya. Di atas makhluk yang menundukkan itu ada makhluk lain lagi yang menundukkannya dan lebih tinggi darinya.
Penundukan itu berakhir pada Yang Maha Esa lagi Maha Menundukkan. Maha Menundukkan dan Maha Esa adalah dua sifat yang saling terkait dan mesti ada pada Allah Subhanahu wata’ala satu-satu-Nya. Jelaslah dengan dalil aqli bahwa semua yang disembah selain Allah Subhanahu wata’alatidak punya kemampuan untuk menciptakan makhluk sedikit pun. Karena itu, tidak benar dia diibadahi. (Tafsir Surat ar-Ra’d: 16)
Ibnul Qayyim t juga mengatakan, “Al-Qahhar tidak mungkin melainkan hanya satu. Sebab, apabila Dia memiliki tandingan yang sepadan lantas tidak mampu menundukkannya, dia tidak disebut Qahhar(yang menundukkan) secara mutlak. Apabila Dia bisa menundukkannya, tidak ada yang sepadandengan-Nya, berarti al-Qahhar tidak lain kecuali hanya satu.” (ash-Shawa’iq al-Mursalah, 3/1032 dinukil dari Fiqh al-Asma’ul Husna)
Buah Mengimani Nama al-Qahir dan al-Qahhar
Di antara buahnya adalah ketundukan kita kepada Allah Subhanahu wata’ala. Kita harus menyadari kelemahan kita di hadapan- Nya. Hilangkan kesombongan, sifat congkak, dan takabbur, yang akan membuahkan penentangan terhadap syariat Allah Subhanahu wata’ala dan menolak aturan agama-Nya. Sadari kekurangan dan keterbatasan kemampuan kita, lalu tundukkan diri kita di hadapan-Nya dengan mematuhi segala aturan-Nya. Haturkan penghambaan diri kita kepada-Nya penuh ketundukan dengan menjalankan syariat-Nya. Sifat ini juga menunjukkan bahwa segala sembahan selain Allah Subhanahu wata’ala tidak berhak diibadahi. Sebab, semuanya tunduk di hadapan Allah Yang Mahaperkasa, Yang Mahamulia, dan Yang Maha Menundukkan. Mahatinggi Allah, al- Qahhar.
Sumber: Majalah Asy Syariah