Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc.
Al-Ghani adalah salah satu dari al-Asma’ul Husna. Sebuah nama yang menunjukkan kesempurnaan-Nya dan keagungan- Nya. Dialah al-Ghani, Yang Mahakaya, Maha cukup, dan tidak membutuhkan siapa pun dan apa pun. Nama ini tercantum dalam beberapa ayat al-Qur’an dan hadits NabiShallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ {} إِن يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ {} وَمَا ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ
“Hai manusia, kamulah yang membutuhkan kepada Allah dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.” (Fathir: 15—17)
لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. Dan sesungguhnya Allah benar benar Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (al-Hajj: 64)
قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا ۗ سُبْحَانَهُ ۖ هُوَ الْغَنِيُّ ۖ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata, “Allah mempuyai anak.” Mahasuci Allah. Dia-lah Yang Mahakaya; kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi. (Yunus: 68)
Di antara doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam istisqa’ (meminta hujan) adalah,
اللَّهُمَّ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ، أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ
“Ya Allah, Engkaulah Allah, tiada sesembahan yang benar selain Engkau, Engkaulah yang Mahakaya sedangkan kami orang-orang miskin yang membutuhkan. Turunkanlah kepada kami hujan….” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban)
Asy-Syaikh Muhammad Khalil Harras menerangkan, “Di antara nama-nama Allah Subhanahu wata’alaadalah al-Ghani. Maknanya, Allah Subhanahu wata’ala memiliki kecukupan yang sempurna dan mutlak dari segala
sisinya. Kecukupan-Nya sama sekali tidak ternodai oleh sifat miskin dan membutuhkan. Sifat kecukupan dan kekayaan-Nya tidak mungkin lepas dari- Nya, karena sifat ini adalah konsekuensi dari Dzat-Nya, dan sifat yang terkait dengan Dzat-Nya tidak mungkin hilang.
Maka dari itu, tidak mungkin bagi Allah Subhanahu wata’ala kecuali sebagai Dzat Yang Mahacukup dan Mahakaya. Demikian pula, tidak mungkin bagi-Nya kecuali bersifat Dermawan, Pengasih, Baik, Penyayang, dan Pemurah. Sebagaimana kekayaan Allah Subhanahu wata’ala itu tidak terlepas dari Dzat-Nya, tidak mungkin pula menimpa-Nya sesuatu yang berlawanan dengannya baik kehinaan maupun rasa membutuhkan. Demikian pula kebutuhan para makhluk kepada-Nya, itu adalah kebutuhan yang bersifat dzati yang tidak mungkin sifat kebutuhannya hilang darinya walaupun sesaat saja. Makhluk senantiasa butuh kepada-Nya dalam hal keberadaan dan
eksistensinya, juga dalam segala hal kebutuhannya. Di antara luasnya kekayaan-Nya, bahwa perbendaharaan langit dan bumi semuanya berada di tangan-Nya, Allah Subhanahu wata’ala salurkan darinya sekehendak-Nya dan bahwa pemberian nikmat-Nya senantiasa berkesinambungan terus mengalir, tidak terputus walau sesaat sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits,
يَمِينُ اللهِ مَلْأَى لاَ يَغِيضُهَا نَفَقَةٌ سَحَّاءُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ، أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْفَقَ مُنْذُ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فَإِنَّهُ لَمْ يَنْقُصْ مَا فِي يَمِينِهِ
“Sesungguhnya tangan kanan Allah Subhanahu wata’ala penuh, selalu memberi, malam dan siang, tidak menguranginya pemberian apa pun. Tidakkah engkau mengetahui apa yang Allah Subhanahu wata’ala berikan sejak Dia ciptakan langit-langit dan bumi? Sungguh, itu tidak mengurangi sedikit pun apa yang ada di tangan-Nya.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim)
Di antara kesempurnaan kekayaan dan kemurahan-Nya, Allah Subhanahu wata’ala bentangkan tangan-Nya untuk mengijabahi doadoa bagi mereka yang berdoa, Allah Subhanahu wata’ala penuhi kebutuhannya, Allah Subhanahu wata’ala angkat kesulitannya, tidak pernah kesal dengan rengekan makhluk-makhluk yang meminta. Bahkan, Allah Subhanahu wata’ala murka kepada siapa yang tidak meminta kepada- Nya. Dia berikan kepada hamba-Nya apa yang mereka minta dan yang tidak mereka minta. Dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ
“Wahai hamba-Ku, andai yang pertama hingga yang terakhir di antara kalian, bangsa manusia dan bangsa jin dari kalian, mereka berdiri pada satu hamparan lalu semuanya berdoa dan meminta kepada-Ku lalu Ku-kabulkan permintaan masing-masing, hal itu tidak mengurangi dari apa yang di sisi-Ku kecuali seperti jarum yang dicelupkan ke dalam lautan.” (Sahih, HR. Muslim)
Di antara kecukupan-Nya sehingga tidak membutuhkan kepada makhluk-Nya, bahwa AllahSubhanahu wata’ala tidak menjadikan bagi diri-Nya istri ataupun anak. Tiada serikat bagi-Nya dalam kerajaan-Nya, tidak pula memerlukan penolong karena terhina, karena Dia Mahakaya, Mahacukup, Maha Tidak Membutuhkan, yang telah sempurna segala sifat-sifat-Nya. Bahkan Dia pula yang mencukupi segala makhluk-Nya. (Syarah Nuniyyah) Di antara kesempurnaan kekayaan- Nya, serta keluasan pemberian-Nya adalah apa yang Ia hamparkan untuk penghuni rumah kemuliaan-Nya (surga), berupa kenikmatan, kelezatan yang terus-menerus, kebaikan yang berkesinambungan, serta nikmat-nikmat yang tidak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah tebersit dalam kalbu seseorang. (as-Sa’di, Tafsir Aasma’illah Al-Husna)
Al-Halimi rahimahullah juga menjelaskan, “Dialah Yang Mahasempurna dengan apa yang dimiliki-Nya dan yang ada pada-Nya, dengan itu ia tidak butuh kepada yang lain. Allah Rabb kita yang Mahaagung pujian-Nya dengan sifat-Nya yang seperti ini, karena sifat ‘memerlukan’ merupakan suatu kekurangan, dan sesuatu yang membutuhkan berarti lemah disebabkan apa yang dia butuhkan sampai ia mendapatkan apa yang dibutuhkan. Sementara itu, sesuatu yang dibutuhkan memiliki jasa baginya dengan adanya sesuatu yang tidak dimiliki oleh yang membutuhkan. Kekurangan semacam ini tidak ada pada-Nya Yang Maha Terdahulu dalam keadaan bagaimana pun, kelemahan juga tidak mungkin ada pada-Nya.
Tidak mungkin juga bagi siapa pun akan memiliki jasa terhadap-Nya, karena semua selain-Nya adalah makhluk-Nya, ciptaan yang Ia ciptakan, tidak memiliki urusan Allah rahimahullah sedikit pun. Bahkan, makhluk-Nyalah yang tercipta seperti kehendak-Nya. Dia yang mengaturnya. Dengan demikian, tidak terbayang bahwa makhluk-Nya akan memiliki jasa terhadap-Nya.” (al-Baihaqi, dalam kitab al-Asma’ was Shifat)
Buah Mengimani Nama Allah al-Ghani
Betapa bahagianya kita, saat Allah Subhanahu wata’ala memberikan kepada kita taufik-Nya untuk hanya beribadah kepada-Nya, karena sesembahan kita Mahakaya, takkan merugi seseorang yang Tuhannya Maha kaya. Hal ini membuat kita sebagai hamba-Nya tidak berputus asa dalam meminta dan berdoa. Allah Subhanahu wata’ala bahkan memerintahkan kita untuk meminta-Nya dan menjanjikan untuk mengijabahinya, baik permintaan duniawi maupun ukhrawi. Saat kita bersalah lalu meminta ampunan-Nya, dengan kemurahan-Nya, Dia akan memberikan maaf-Nya. Saat kita terdesak kebutuhan, Dialah tujuan kita dalam meminta, niscaya Dia akan berikan. Dia tidak meminta sesuatu kepada kita berupa imbalan apa pun, hanya saja merupakan kewajiban kita untuk menunaikan hak-Nya, dengan beribadah hanya kepada-Nya. Namun, perlu diingat, tentu tidak semua doa akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Hanya doa-doa yang baik dan terpenuhi syaratnya serta selamat dari segala penghalang terkabulnya. Terkadang Allah Subhanahu wata’ala mengabulkannya nanti di akhirat, atau dengan menghindarkan kejelekan yang senilai dengan apa yang dia minta. Dengan mengimani nama ini, kita juga menyadari kelemahan sesembahansesembahan selain AllahSubhanahu wata’ala yang tidak memiliki apa pun. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ ۚ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ {} إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ ۚ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ {} يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Yang (berbuat) demikian itulah Allah Rabbmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari pada biji kurma. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kesyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. Hai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (Fathir: 13—15)
Jika demikian keadaan sesembahan selain Allah Subhanahu wata’ala, lantas atas dasar apa mereka diibadahi? Ia tidak memiliki apaapa, maka tidak berhak diibadahi sama sekali. Sungguh merugi seseorang yang tuhannya semacam ini. Ya, rugi dunia akhirat dan itulah kerugian yang nyata.
Sumber: Majalah Asy Syariah