KEMATIAN ADALAH KEPASTIAN, APA YANG SUDAH ENGKAU SIAPKAN?
Ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan hafizhahullah
Kematian adalah sebuah ketetapan. Jika telah datang waktunya, tak satu pun makhluk yang mampu menangguhkannya. Sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menyambutnya?
Tanda-tanda keagungan dan kebesaran Allah Subhanahu wata’ala tidak terhitung jumlah dan macamnya. Semuanya bisa dikelompokkan menjadi dua bagian, ayat-ayat syar’iyah yang terdapat dalam kitab-kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam, serta ayat-ayat kauniyah yang ada pada makhluk-Nya.
Tidaklah Allah Subhanahu wata’ala menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya dengan ayat-ayat kauniyah dan syar’iyah kecuali bertujuan agar Dia ditauhidkan dalam seluruh peribadatan yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya.
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Al-Mulk: 2)
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Di antara ayat-ayat kauniyah yang Allah Subhanahu wata’ala tunjukkan kepada panca indera kita di dunia yang fana ini adalah adanya kehidupan dan kematian yang terjadi di sekeliling kita. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Wahai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan. Kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah serta menumbuhkan berbagai macam tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (Al-Hajj: 5-7)
Semua ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang fana. Tidak ada yang kekal di dalamnya.
“Segala yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman: 26-27)
Namun berbagai peringatan dan pelajaran yang terjadi di depan mata, berlalu begitu saja tanpa ada artinya. Kecuali bagi orang yang beriman dan berakal sehat, dialah yang akan mendapatkan manfaat dari semua itu.
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)
“Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar: 9)
Kematian Adalah Suatu Kepastian
Allah Subhanahu wata’ala adalah Dzat Yang Maha Kuasa melakukan segala sesuatu yang Dia kehendaki, sesuai dengan hikmah dan keadilan-Nya. Apapun yang Allah Subhanahu wata’ala kehendaki pasti terjadi tanpa ada yang bisa menghalangi. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: ‘Jadilah!’ Maka terjadilah ia.” (Yasin: 82)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
“Ya Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang mampu memberi apa yang Engkau halangi.” (Muttafaqun ‘alaih dari sahabat Al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu)
Termasuk perkara yang Allah Subhanahu wata’ala kehendaki adalah kematian seorang hamba, berpisahnya ruh dari jasad tatkala telah tiba ajalnya untuk berpindah dari dunia yang fana ke alam barzakh atau alam kubur, dengan kenikmatan atau azab yang akan dia rasakan.
Umur masing-masing hamba telah Allah Subhanahu wata’ala tentukan di dalam sebuah kitab yang ada di sisi-Nya, tidak akan berkurang ataupun bertambah dari yang telah ditetapkan, berserta sebab-sebab yang telah Allah Subhanahu wata’ala takdirkan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuan pun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” (Fathir: 11)
Tatkala jatah umur yang telah ditentukan tersebut telah habis, maka itulah ajalnya yang tidak mungkin ia lari darinya. Allah Subhanahu wata’ala menyatakan:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Munafiqun: 11)
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka kematian itu akan menemuimu. Kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan’.” (Al-Jumu’ah: 8)
Beragam cara dan usaha yang diupayakan oleh keluarga serta sanak kerabatnya tidaklah akan mampu menghalangi ajalnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Di mana saja kamu berada, kematian akan menemuimu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa’: 78)
Kematian adalah ketetapan bagi setiap makhluk-Nya yang memiliki ruh, sekalipun makhluk yang paling mulia yaitu para nabi dan rasul ‘alaihissalam. Mereka pun menemui ajal yang telah Allah Subhanahu wata’ala tentukan. Allah Subhanahu wata’ala memberitakan kepastian itu dalam firman-Nya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (Ali ‘Imran: 185)
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?” (Ali ‘Imran: 144)
Demikian juga para malaikat, akan menemui ajalnya, sehingga tidak ada yang kekal kecuali Allah Subhanahu wata’ala.
“Segala yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman: 26-27)
Namun tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan dia akan meninggal, pada umur berapa dia akan menemui ajalnya, dan di mana dia akan mengakhiri hidupnya di dunia, di daratan ataukah di lautan, serta apa sebab kematiannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (Luqman: 34)
Padahal kematian itu bukanlah akhir kehidupan yang hakiki bagi seorang hamba. Dia hanyalah seorang musafir yang akan kembali ke negerinya yang hakiki dan abadi di akhirat nanti. Dia akan kembali untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan dan ucapan yang telah dilakukannya di dunia. Kemudian dia akan mendapatkan balasan atas amalannya tersebut. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali ‘Imran: 185)
Maka, orang yang sukses adalah orang yang diselamatkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga Allah Subhanahu wata’ala dengan rahmat dan keutamaan dari-Nya. Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dialah orang yang berhasil/sukses. Maknanya, dia mendapatkan kesuksesan yang agung, selamat dari azab yang pedih, dan berhasil meraih surga yang penuh dengan kenikmatan, yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia.”
Adapun orang yang merugi adalah orang yang tertipu dengan dunia dan kenikmatan-kenikmatan semu yang ada di dalamnya, sehingga melupakannya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al-Munafiqun: 9)
Padahal harta yang ada pada dirinya tidak akan dibawa ke dalam kuburnya dan tidak akan dapat menyelamatkan dia dari azab Allah Subhanahu wata’ala. Dalam hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkata:
“Tiga perkara yang akan mengantarkan mayit: keluarga, harta, dan amalannya. Dua perkara akan kembali dan satu perkara akan tetap tinggal bersamanya. Yang akan kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tetap tinggal bersamanya adalah amalannya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih.” (Al-Ma’idah: 36)
Sedangkan bagi orang yang beriman, dunia dan perhiasan yang ada di dalamnya adalah sarana untuk menyempurnakan ibadahnya kepada Allah Subhanahu wata’ala, sehingga dia tidak diperbudak olehnya. Dialah yang menundukkan dan mengatur dunia dengan syariat-Nya yang sempurna, bukan sebaliknya: dirinya yang harus menghinakan diri di hadapan harta (dunia). Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (An-Nazi’at: 40-41)
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Al-Kahfi: 46)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullah berkata: “Yang akan tetap tinggal bagi setiap orang dan akan memberi manfaat serta menyenangkan hatinya, adalah amalan shalih (الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ). Hal ini mencakup seluruh amalan ketaatan yang wajib maupun yang sunnah, baik terkait dengan hak-hak Allah Subhanahu wata’ala maupun hak-hak hamba, seperti shalat, zakat, sedekah, haji, umrah, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, bacaan Al-Qur’an, menuntut ilmu yang bermanfaat, amar ma’ruf nahi mungkar, silaturrahim, birrul walidain (berbakti kepada kedua orangtua), menunaikan hak-hak istri, budak, hewan piaraan, dan seluruh kebaikan yang ditujukan kepada makhluk. Hal-hal ini lebih baik balasannya di sisi Allah Subhanahu wata’ala dan sebaik-baik harapan. Pahalanya akan kekal dan dilipatgandakan. Hal inilah yang mengharuskan kita berlomba-lomba untuk mendapatkannya dan bersungguh-sungguh mewujudkannya.” (Taisir Al-Karimirrahman)
Sumber: Majalah Asy Syariah