Kumpulan Fatwa Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madhkhali Hafizhahullah ta’ala
“Nasihat, Bantahan dan Tahdzir (Jarahan)”
Soal: Apakah salafiyin tercela dengan sebab kesibukan mereka membantah (ahli bid’ah dan pengekor hawa nafsu ,pent) dengan berlandaskan tuduhan bahwa mereka (salafiyin) tidak memiliki keseriusan dalam menuntut ilmu?
[Kaset yang berjudul: “Ar Radd ‘ala Ahli Bid’i Jihad” -Bantahan terhadap Ahli Bid’ah adalah Jihad-]
Jawaban:
Orang jahil bagaimana mungkin membantah ahli batil. Tidak mungkin membantah mereka serta mengoreksi kebatilan-kebatilan mereka kecuali dengan ilmu. Yakni dengan apa yang difirmankan oleh Allah ta’ala, yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam, yang diucapkan oleh para shahabat radhiyallahu ‘anhum, yang dituturkan oleh ulama salaf rahimahumullah, Imam Malik, Al Auza’i, ucapan fulan yang bersumber dari kitab Allah tabaraka wata’ala dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam.
Membantah ahli bid’ah merupakan jihad, yang lebih utama daripada berjihad dengan menggunakan pedang. Pukulan bid’ah terhadap agama Islam berbahaya sekali, karena jika umat manusia berdiam diri (tidak mau) membantah ahli ahwa (pengekor hawa nafsu) maka agama ini akan terbengkalai sebagaimana terbengkalainya agama ahli kitab. Sesungguhnya mereka (ahli kitab) menyelewengkan, mengganti, dan melakukan tamyii’ (memoles dan mewarnai ajaran agama mereka) sementara tidak ada di antara mereka yang mengingkari dan memerangi tindakan tabdil (mengganti syariat ahli kitab). Kebid’ahan merupakan tindakan penyelewengan terhadap agama Allah, merusak agama Allah sekaligus merusak umat Islam.
Yang mampu menolak kerusakan ini hanyalah mujahid (pejuang di jalan Allah) yang berjuang untuk meninggikan kalimat Allah, menjaga agama-Nya serta membentengi umat manusia dari lenyapnya agama mereka. Jika agama umat ini lenyap maka lenyaplah dunia dan akhirat mereka. Mendiamkan kebid’ahan dengan hujjah semacam ini dan yang semisalnya merupakan bahaya yang sangat besar.
إن الذين يكتمون ما أنزلنا من البينات والهدى من بعد ما بيناه للناس في الكتاب أولئك يلعنهم الله ويلعنهم اللاعنون
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati oleh Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.” [QS. Al Baqarah: 159]
Menjelaskan dengan ilmu, hujjah, keterangan dan menyeru kepada jalan tersebut dengan cara hikmah dan nasihat (teguran) yang baik. Menempuh langkah-langkah untuk membentengi agama Allah serta menyebarkannya di tengah-tengah kaum muslimin dan selain mereka dengan segala wasilah yang mampu untuk ditempuh. Dan di antara sarana yang paling rendah adalah bantahan semacam ini. Termasuk bagian dari sarana yang paling lemah adalah bantahan semacam ini. Bahkan yang wajib lebih daripada semata bantahan,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barangsiapa melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Jika tidak mampu maka dengan qalbunya. Ini (mengubah kemungkaran dengan qalbu) adalah selemah-lemahnya iman.” [HR. Al Bukhari dan Muslim]
Apa pendapatmu jika kaum muslimin mengamalkan hadits ini, apakah ada kuburan yang disembah selain Allah, apa ada sebagian orang yang berteriak membela kenifakan dan ajaran filsafat yunani secara terang-terangan?
Hal tersebut kembali kepada lemahnya kaum muslimin dan ditinggalkannya prinsip yang penting ini. Membantah kebid’ahan, bangkit semangat untuk mengajak kemakrufan dan melarang kemungkaran merupakan perkara yang wajib. Ketika umat manusia berdiam diri (tidak mengajak kemakrufan dan melarang kemungkaran) sekian banyak manusia binasa dan perang penyelewengan, kemunafikan, filsafat, dan fanatik kaum. Semua itu merupakan bagian dari sekian akibat diam (dari kemungkaran) dan tidak mengimbangi kebatilan dan kebid’ahan. Kecuali jika ulama kaum muslimin di seluruh penjuru dunia menghadapi serangan-serang tersebut sejak semula niscaya keadaan kaum muslim tidak separah ini di bawah kehinaan di setiap tempat.
Yang memuluskan jalannya ilhad (penyelewangan agama) adalah kebid’ahan dan diamnya manusia terhadap kemungkaran tersebut. Bisa jadi sebabnya adalah mudahanah (mencari keuntungan dunia dengan cara menjual agama), takut, cemas, mungkin ini dan itu … dan seterusnya. Ini merupakan prinsip yang agung yang mana wajib bagi kaum muslimin untuk bangkit dalam rangka mewujudkan prinsip tersebut. Karena hal ini (mengajak umat manusia kepada kemakrufan dan mengingkari kemungkaran) merupakan bagian dari bentuk nasihat:
الدين النصيحة
“Agama adalah nasihat.”
Ini termasuk bagian dari sekian bentuk pembatasan yang menjelaskan keagungan agama Islam dan nasihat (di dalam menjalankan syariat Islam ini).
(Yang serupa dengan ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:)
“Haji adalah Arafah.” yakni rukun haji yang paling pokok adalah wukuf di Arafah.
Nasihat adalah agama, agama adalah nasihat karena mayoritas agama ini adalah nasihat, tidak akan tegak agama ini kecuali dengan nasihat. Nasihat bagi Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin, dan keumuman kaum muslimin. Nasihat bagi Allah adalah engkau beribadah kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Nasihat bagi kitab-Nya dengan cara engkau mengamalkannya, menyeru umat manusia untuk berpegah teguh dengannya serta membelanya. Nasihat bagi rasul-Nya dengan cara engkau bela kehormatan dan sunnahnya, engkau mempelajari sunnahnya dan engkau ajari manusia tentang sunnahnya. Mengajak kepada kemakrufan merupakan perkara yang agung. Allah ta’ala berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan bagi manusia. Kalian mengajak kemakrufan, melarang kemungkaran, dan beriman kepada Allah.” (QS. Al Imran: 110)
Kaum muslimin tidak akan meraih kemuliaan ini (menjadi umat terbaik) kecuali dengan mewujudkan ciri khas yang agung tersebut.
Di antara sifat kaum muslimin adalah mengajak kemakrufan dan melarang kemungkaran. Allah ta’ala berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar,” [QS. At Taubah: 71]
Ini adalah (bagian dari) sifat-sifat kaum muslimin.
Wahai saudara-saudaraku, pelajari ilmu, yakni kitab-kitab rudud (bantahan terhadap ahli bid’ah dan hawa nafsu). Itu termasuk bagian dari sekian cabang ilmu yang penting. Baca bab-bab shalat, zakat, haji, aqidah, muamalat, dan bab-bab rudud.
Apa yang dikatakan (dituduhkan) oleh ahli bid’ah terhadap ahli sunnah bahwa kesibukan mereka hanya bantah-membantah, ini tidak benar. Akan tetapi ahli sunnah menyibukan dengan ilmu yang bermanfaat lalu membantah pengekor hawa nafsu dan bid’ah ketika dibutuhkan. Ini merupakan kemuliaan bagi mereka (ahli Sunnah). Karena bagian dari nasihat bagi Allah, kitab-Nya . para pemimpin kaum muslimin, serta keumuman kaum muslimin. Mereka berjalan di atas jalan Salaf dalam menjaga agama Allah.
Wajib bagi kaum muslimin semenjak dini dari masa kehidupan mereka untuk mengenal (membedakan) jalan yang lurus dari jalan yang sesat. Mengenal bagaimana berjalan (pada roda kehidupan ini) sejak perjalanan pertama kali melangkah. Jika dia mempelajari perkara sementara dia tidak bisa membedakan kemiripan (jalan hak dan batil) dan tidak mengerti bagaimana membantah kebatilan tersebut, (dikhawatikan dia akan) terbengkalai.
Sekian banyak manusia duduk di sisi seorang alim dari kalangan para ulama tidak merasa akan datangnya kebid’ahan, bantahan dan penjelasannya, sehingga dia linglung (bingung) dan tersesat dari manhaj salaf. Maksudnya seorang alim yang hanya mengajari umat manusia kebaikan dan tidak menjelaskan kepada umat manusia kejelakan, bid’ah dan kesesatan, memang dia menanam namun datanglah hewan-hewan dan serangga memakan tanamannya, tidak ada pagar (yang melindungi tanaman tersebut). Ini merupakan benteng sebagaimana benteng-benteng yang lainnya, seperti imunisasi untuk melawan sekian jenis penyakit, sebagai pelindung kesehatan dari penyakit-penyakit badan. Sementara penyakit qalbu dan jiwa membutuhkan pelindung yang lebih banyak (daripada pelindung jasmani).
Kami tujukan pembicaraan ini kepada para pencari ilmu dan para ulama agar mereka bertakwa kepada Allah tabaraka wata’ala, mengajari umat manusia ilmu yang mereka miliki, memerintahkan kemakrufan dan melarang kemungkaran. Setiap pihak (melaksanakan amanat ini) sesuai dengan kemampuannya.
Pada hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barangsiapa melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, dan jika dia tidak mampu maka ubahlah dengan qalbunya. Yang demikian ini adalah selemah-lemahnya iman.” [HR. Al Bukhari dan Muslim]
Pada hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:
وليس وراء ذلك من الإيمان حبة خردل
“Dibalik itu tidak ada lagi keimanan sebesar biji sawi.” [HR. Muslim]
Mengubah kemungkaran dengan tangan jika kemungkaran yang datang dari anaknya, dia mengubah kemungkaran tersebut dengan tangan. Di madrasahnya misalnya, dia ubah dengan tangannya. Jika dia tidak mampu maka dengan lisannya. Jika dia tidak mampu mengubah kemungkaran tersebut dengan tangan atau lisannya dan dia tidak menegakkan kewajiban ini maka dia berdosa. Jika tidak mampu mengubah kemungkaran dengan tangan dan lisan, maka dia mengubahnya dengan qalbunya. Dan ini adalah kewajiban bagi setiap muslim. Jika seorang muslim melihat kemungkaran lalu tidak mengingkari dan mengubahnya dengan qalbunya serta membeci kemungkaran tersebut maka orang semacam ini telah kehilangan keimanan. Hanya kepada Allah kita memohon perlindungan.
Pelajarilah ilmu syariat ini dan amalkan ilmu tersebut. Sesungguhnya di antara misi ajaran Islam adalah engkau mengajak kemakrufan, mengingkari kemungkaran serta engkau mencurahkan nasihat bagi kaum muslimin. Setelah itu berjihad di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah hingga engkau menghunuskan pedang di jalan Allah melawan musuh-musuh Allah ketika ada orang (imam kaum muslimin) yang memegang bendera jihad untuk meninggikan kalimat Allah.
Sumber: Fatawa Fadhilatisy Syaikh Rabi ibn Hadi Al Madkhali hafizhahullah jilid 1 hal. 264 – 268 terbitan Dar Al Imam Ahmad.
Penerjemah: Abu Bakar Jombang di Dar Al Hadits Fiyusy, Lahj, Yaman.