Pertanyaan: Bismillah, seorang imam masjid mengimami jamaah shalat fardhu dengan membaca mushaf al-Qur’an di depannya. Apakah imam seperti ini ada contohnya (dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat)? Apakah ada dalil yang menganjurkannya? Apakah bukan bid’ah? muh__________@gmail.com
Menjawab pertanyaan tersebut kami bawakan beberapa fatwa ulama berikut ini:
##
1. Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin
Soal: Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberkahi Anda. Ini adalah sebuah surat dari seorang pendengar (Radio Idza’atul Quran), saudara fillah bernama Khalifah, seorang siswa dari Libya yang tinggal dan belajar di Yugoslavia. Ia berkata dalam suratnya, “Saya mengirim surat ini untuk bertanya kepada Anda, dengan mengharap taufik dari Allah….”
Ia berkata dalam pertanyaannya, “Pertama, bolehkah seseorang melakukan shalat dan membaca langsung dari mushaf?”
Jawab:
Ya, seseorang diperbolehkan membaca al-Qur’an dari mushaf ketika shalat apabila dia tidak hafal al-Qur’an. Adapun jika dia hafal, lebih bagus dia membaca dengan hafalannya. Hal itu karena membawa mushaf dalam shalat mengakibatkan:
a. Seseorang tidak meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dadanya. Ini berarti meninggalkan sunnah.
b. Mata akan lalai melihat tempat sujud karena terfokus pada mushaf.
c. Gerakan melihat dari satu baris ke baris yang lain dan dari satu sisi ke sisi yang lain, menjadi aktivitas tersendiri untuk mata.
d. Gerakan membawa mushaf, meletakkannya, dan membuka lembaran-lembarannya.
Jika seseorang tidak membutuhkan hal-hal tersebut, tanpa diragukan, menghindarinya adalah lebih bagus. Adapun jika ia membutuhkannya, misalnya dia tidak hafal al-Qur’an, tidak mengapa ia membawa mushaf dan membacanya.
Pertanyaan kedua: Apakah boleh membaca mushaf dalam shalat jahriyah (yang bacaannya dikeraskan) dan itu shalat fardhu/wajib?
Jawab:
Ya, boleh melakukan shalat dengan melihat mushaf, karena hal itu bukan gerakan yang banyak bagi orang yang shalat. Kesibukan pandangan di sini adalah kesibukan yang terkait dengan maslahat shalat sehingga tidak meniadakan (sahnya) shalat.
Inilah pendapat yang kuat di antara pendapat para ulama, yaitu seseorang boleh membaca mushaf dalam shalat fardhu dan shalat wajib. (Rekaman acara Nurun ‘Alad Darb, Siaran Radio Idza’atul Qur’an)
##
2. Fatwa asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Tidak mengapa membaca mushaf dalam shalat tarawih karena dengan begitu bisa memperdengarkan kepada makmum seluruh al-Qur’an (tiga puluh juz). Selain itu, dalil-dalil syar’i dari al-Qur’an dan al-Hadits menunjukkan disyariatkannya membaca al-Qur’an dalam shalat. Dalil ini berlaku umum, baik membaca al-Qur’an dari mushaf maupun dari hafalan.
Di samping itu, terdapat riwayat dari Aisyah bahwa beliau memerintahkan budaknya yang bernama Dzakwan untuk mengimaminya dalam shalat tarawih, dan dia membaca dari mushaf. Riwayat ini ada dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan secara mu’allaq (tanpa menyebutkan sanadnya) dan majzum (dengan ungkapan kalimat aktif yang menunjukkan bahwa al-Bukhari mensahihkannya). (Majmu’ Fatawa Ibni Baz)
##
3. Fatwa Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan tentang Makmum yang Membaca Mushaf
Kami menyaksikan sebagian makmum membawa mushaf untuk mengikuti bacaan imam. Hal ini tidak sepantasnya dilakukan karena hal-hal yang telah kami sebutkan (yaitu adanya gerakan yang terulang-ulang) dan mereka tidak perlu mengikuti bacaan imam. Benar, apabila imamnya tidak bagus hafalannya lalu mengatakan kepada sebagian makmum, “Shalatlah engkau di belakangku dan koreksi bacaanku dari mushaf jika aku salah,” lalu ia membenarkan bacaannya, ini tidak mengapa. (al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan)
Demikianlah pendapat yang dikuatkan oleh para ulama tersebut. Ini adalah mazhab Syafi’i dan Hanbali. Alasan mereka adalah riwayat Aisyah dalam Shahih al-Bukhari secara mu’allaq:
وَكَانَتْ عَائِشَةُ يَؤُمُّهَا عَبْدُهَا ذَكْوَانُ مِنَ الْمُصْحَفِ
“Budak ‘Aisyah, Dzakwan, telah mengimami beliau dengan (membaca) dari mushaf.”
Para ulama tersebut juga menerangkan bahwa hal itu saat dibutuhkan, bisa jadi karena hafalan yang tidak bagus atau tidak hafal surat yang akan dibaca.
Adapun gerakan yang dilakukan saat itu tidak berpengaruh terhadap sahnya shalat karena itu adalah gerakan ringan dan demi maslahat shalat, lebih-lebih jika hal itu memang dibutuhkan.
Dalam masalah ini ada pendapat yang lain, yaitu mazhab Malikiyah. Mereka berpendapat makruhnya membaca dari mushaf dalam shalat fardhu secara mutlak. Adapun dalam shalat sunnah, mereka membolehkan tanpa ada kemakruhan jika sejak awal membaca dari mushaf, bukan dari pertengahan. Hal ini karena membaca mushaf sejak awal lebih sedikit gerakannya.
Pendapat yang ketiga adalah mazhab Hanafi. Mereka berpendapat bahwa membaca dari mushaf membatalkan shalat secara mutlak. (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah)
Yang paling kuat adalah pendapat yang pertama.
Wallahu a’lam.
Penulis: al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc.
————————————————————
Sumber: Majalah Asy Syariah