Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan: Baarakallahu fiikum, penanya mengatakan: Aku menikahi salah seorang kerabatku dan dia telah melahirkan dua orang anak untukku. Namun setelah kelahiran itu, menjadi jelas bagi saya bahwa dia (isteriku) ternyata adalah saudariku sesusuan. Lantas apakah aku harus berpisah dan apa hukumnya?
Asy-Syaikh: Jawaban pertanyaan ini membutuhkan beberapa (rincian) perkara:
Pertama: Bagaimana susuan yang dapat menjadikan mahram? Susuan yang dapat menjadikan mahram ialah susuan yang dilakukan sebanyak lima kali atau lebih. Setiap penyusuan terpisah dari yang lain.
Misal: Susuan pertama dilakukan pada jam satu. Susuan kedua dilakukan pada jam dua, ketiga pada jam tiga, keempat pada jam empat, dan kelima pada jam lima. Kalau dia menyusu hanya satu kali meskipun sampai kenyang, dua kali meskipun kenyang, tiga kali meskipun kenyang, atau empat kali meskipun sampai kenyang, maka susuan itu tidak berpengaruh (pada kemahraman). Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam “Shahih” nya dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
” Dahulu al-Qur’an turun menyebutkan sepuluh kali penyusuan yang dimaklumi dapat mengharamkan (menjadikan mahram) kemudian dihapus ketentuan tersebut dengan lima kali penyusuan yang dimaklumi. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi was salam meninggal sementara lima kali penyusuan itu termasuk yang masih dibaca dari al-Qur’an.”
Maksudnya lima kali susuan ini telah dihapus (tilawahnya dari al-Qur’an tetapi hukumnya tetap berlaku) hanya saja sebagian shahabat ada yang belum tahu kalau (tilawahnya) telah dihapus sehingga mereka tetap membacanya sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi was salam. Namun sebagian shahabat lainnya mengetahui kalau hal itu sudah dihapus sehingga mereka tidak membacanya.
Oleh karena tidak ada di dalam al-Qur’an menyebutkan jumlah bilangan susuan. Bahkan tidak ada di dalam al-Qur’an melainkan firman Allah ta’ala:
وأمهاتكم اللاتي أرضعنكم
“Dan ibu-ibu yang telah menyusui kalian.”
والوالدات يرضعن أولادهن
“Dan ibu-ibu itu hendaklah menyusui anak-anak mereka”
فإن أرضعن لكم فآتوهن أجورهن
“Kemudian bila mereka menyusukan anak-anakmu maka berikanlah imbalannya kepada mereka.”
Tidak ada di dalam al-Qur’an batasan dalam jumlah tertentu, akan tetapi sunnah telah menjelaskan hal itu.
Kedua: Sudah sepantasnya bagi orang yang menyusu dari seorang wanita untuk mencatat namanya dan mencatat siapa saja yang telah dia susui sehingga tidak terjadi kesalahan tentangnya. Karena terkadang sepersusuan itu tidaklah diketahui kecuali setelah terjadi akad nikah. Dan terkadang tidak diketahui kecuali setelah dikaruniai anak-anak. Sehingga perpisahan itu akan terasa sulit pada kondisi ini.
Ketiga: Sepantasnya untuk memasyhurkan penyusuan tersebut dan menyebarkannya di tengah-tengah keluarga sehingga dia tidak lupa. Karena meskipun dia telah mencatatnya di kertas, bisa jadi kertas catatan itu akan hilang atau robek lalu dia akan melupakan penyusuan itu. Namun bila hal itu telah masyhur di tengah-tengah keluarga bahwa fulan telah menyusu dari fulanah dan wanita yang menyusui ini atau anak perempuannya akan bertemu dengan anak susuannya tersebut dalam keadaan mereka tidak berhijab dihadapannya, penyusuan telah masyhur dan tersebar, sehingga dengan itu akan aman dari kealpaan yang ketika itu atau setelah itu dapat menimbulkan kesalahan.
Adapun jawaban terhadap pertanyaan saudara yang telah menikahi seorang wanita dari kerabatnya, kemudian dia telah melahirkan untuknya, namun setelah itu menjadi jelas baginya bahwa isterinya tersebut ternyata adalah saudari sepersusuannya, maka apakah dia harus berpisah dengannya ataukah tidak?
Kami katakan: Ya, wajib bagi dia untuk berpisah dengannya, karena akad nikah tersebut telah menjadi jelas kebatilannya, sehingga wajib untuk berpisah. Namun anak-anak yang terlahir sebelum kejelasan tersebut, maka mereka adalah anak-anak syar’i bagimu sebagaimana mereka juga anak-anak bagi ibunya. Karena anak yang terlahir dari hubungan (suami isteri) karena syubhat, maka diikutkan kepada orang yang menggaulinya. Karena keadaan syar’i memandang kepada penetapan nasab dan mengikutkannya dengan yang telah ma’lum diketahui.
Jadi percampuran syubhat, apabila terlahir darinya anak, maka mengharuskan keadaan anak tersebut diikutkan kepada orang yang menggaulinya.
Sumber: Silsilatu Fatawa Nurun ‘alad Darb> kaset nomor 271
Alih Bahasa : Syabab Forum Salafy
—————–
السؤال: بارك الله فيكم هذا سائل يقول: تزوجت من إحدى أقاربي، وأنجبت طفلين، واتضح لي بعد الإنجاب أنها أختي من الرضاعة، فهل أنفصل وما حكم ذلك مأجورين؟
الجواب: الشيخ: الجواب على هذا السؤال يحتاج إلى أمور؛ أولاً: ما الرضاع المحرم؟ الرضاع المحرم ما كان خمس رضعاتٍ فأكثر، كل رضعة منفصلة عن الأخرى؛ مثل أن تكون الرضعة الأولى في الساعة الواحدة، والرضعة الثانية في الساعة الثانية، والثالثة في الساعة الثالثة، والرابعة في الرابعة، والخامسة في الخامسة؛ فإن رضع مرةً واحدة ولو شبع، أو مرتين ولو شبع، أو ثلاثاً ولو شبع، أو أربعاً ولو شبع؛ فإن ذلك لا يؤثر شيئاً لما رواه مسلم في صحيحه عن عائشة رضي الله عنها كان فيما أنزل من القرآن عشر رضعاتٍ يحرمن، فنسخن بخمس رضعاتٍ معلومات، فتوفي رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم، وهي فيما يتلى من القرآن؛ أي أنها نسخت، ولم يعلم بعض الصحابة بالنسخ، فصار يقرؤها بعد وفاة الرسول صلى الله عليه وعلى آله وسلم؛ لكن من الصحابة من علم النسخ، فصار لا يقرؤها؛ ولهذا لا يوجد في القرآن عدد الرضعات؛ بل ليس فيه إلا قوله تعالى: ﴿وأمهاتكم اللاتي أرضعنكم﴾ ﴿والوالدات يرضعن أولادهن﴾ ﴿فإن أرضعن لكم فآتوهن أجورهن﴾ وليس فيه شيء محدد بعدد؛ لكن السنة بينت ذلك، ثانياً: ينبغي لمن رضع من امرأة أن يقيد اسمها، وأن يقيد من أرضعته حتى لا يحصل خطأ في ذلك؛ لأنه أحياناًً لا يتبين الرضاع إلا بعد عقد النكاح، وربما لا يتبين إلا بعد أن يأتي الأولاد، فيكون الفراق في هذه الحال صعب، ثالثاً: ينبغي أن يشهر الرضاع، وينشر بين العائلة حتى لا ينسى، فإنه وإن قيد الرضاع بورقة، فربما تضيع الورقة، أو تتمزق، وينسى الرضاع فإذا اشتهر بين العائلة بأن فلان رضع من فلانة، وصارت هذه المرأة المرضعة أو بناتها يلاقين هذا الراضع ويكشفن أمامه اشتهر الرضاع، وانتشر، وصار في ذلك أمان من أن ينسى، فيحصل الخطأ حينئذٍ، أو بعدئذٍ نجيب على سؤال الأخ الذي تزوج امرأةً من أقاربه، ثم أنجبت منه، ثم تبين بعد ذلك أنها أخته من الرضاعة، فهل ينفصل عنها أم لا؟ نقول: نعم يجب أن تنفصل عنها؛ لأن عقد النكاح تبين أنه باطل، فيجب الانفصال؛ ولكن الأولاد الذي جاءوا قبل ذلك هم أولادٌ شرعيون بالنسبة لك كما هم أولادٌ كما هم أولادٌ لأمهم؛ لأن الولد الناشئ بوطءٍ من شبهة يلحق بالواطئ؛ لكون الشرع يتشوف إلى إثبات النسب وإلحاقه بالمعلوم صار وطء الشبهة، إذا حصل منه ولد موجباً لكون الولد لاحقاً بالواطئ.
المصدر: سلسلة فتاوى نور على الدرب > الشريط رقم [271]