HUKUM BERSIWAK DENGAN JARI JIKA TIDAK ADA SIWAK

HUKUM BERSIWAK DENGAN JARI JIKA TIDAK ADA SIWAK

بَوّب الإمام أبو عبيد في كتابه الطهور (٣٤٩) : [ بَابُ الْمَضْمَضَةِ وَالِاسْتِنْشَاقِ يُسْتَعَانُ عَلَيْهِمَا بِالْأَصَابِعِ ]

Al-Imam Abu Ubaid rahimahullah membuat Bab dalam kitabnya Ath-Thuhur 349: “Bab Berkumur-kunur dan istinsyaq dan dibantu dengan jari-jemari.

وساق بإسناده عن عثمان رضي الله عنه أنه : «كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ يَسُوكُ فَاهُ بِإِصْبَعِهِ».

وهو أثر ضعيف لا يصح، فيه: الزبير بن عبد الله.

Dan beliau membawakan dengan sanadnya dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu: “Bahwasanya beliau dulu jika berwudhu bersiwak dengan jarinya.”

Dan ini adalah atsar yang dhaif tidak shahih, dalam sanadnya ada seorang yang bernama Zubair bin Abdillah.

Kemudian Abu Ubaid berkata pendapat tentang bersiwak dengan jari:

أَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَى النَّاسِ، لِأَنَّ الْآثَارَ تَتَابَعَتْ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي الْمَضْمَضَةِ، فَلَمْ يَأْتِنَا فِي شَيْءٍ مِنْهَا الِاسْتِعَانَةُ بِالْإِصْبَعِ مَعَهَا، وَإِنَّمَا هُوَ عِنْدِي مِثْلُ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ حِينَ كَانَ يَنْضَحُ الْمَاءَ فِي عَيْنَيْهِ إِذَا اغْتَسَلَ، وَلَيْسَ هَذَا بِحَتْمٍ عَلَى النَّاسِ ].

“Sesungguhnya hal itu tidaklah wajib atas manusia, karena riwayat-riwayat yang berurutan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu dalam hal berkumur-kumur saja, dan tidak ada yang sampai kepada kita riwayat menggunakan jari dengan berkumur-kumur. Hal ini menurutku seperti hadits Ibnu Umar ketika beliau memercikkan air ke kedua matanya ketika ia mandi, dan itu tidak wajib dilakukan manusia.”

Kemudian Abu Ubaid berkata pendapat tentang bersiwak dengan jari:

أَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَى النَّاسِ، لِأَنَّ الْآثَارَ تَتَابَعَتْ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي الْمَضْمَضَةِ، فَلَمْ يَأْتِنَا فِي شَيْءٍ مِنْهَا الِاسْتِعَانَةُ بِالْإِصْبَعِ مَعَهَا، وَإِنَّمَا هُوَ عِنْدِي مِثْلُ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ حِينَ كَانَ يَنْضَحُ الْمَاءَ فِي عَيْنَيْهِ إِذَا اغْتَسَلَ، وَلَيْسَ هَذَا بِحَتْمٍ عَلَى النَّاسِ ].

“Sesungguhnya hal itu tidaklah wajib atas manusia, karena riwayat-riwayat yang berurutan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu dalam hal berkumur-kumur saja, dan tidak ada yang sampai kepada kita riwayat menggunakan jari dengan berkumur-kumur. Hal ini menurutku seperti hadits Ibnu Umar ketika beliau memercikkan air ke kedua matanya ketika ia mandi, dan itu tidak wajib dilakukan manusia.”

Aku (Syaikh Arafat) Katakan:

ومذهب الشافعية والحنابلة (من استاك بإصبعه لم يصب السنة).

Dan madzhab Syafi’iyah dan Hanabilah: “Barang siapa yang bersiwak dengan jarinya tidak mencocoki sunnah.” (Al-Majmu’ 1/282). Al-Inshaf (1/119)

خلافا للحنفية الدر المختار (١١٥/١)، والمالكية الشرح الكبير للدرير (١٠٢/١)، فعندهم تقوم الإصبع مقام السواك عند فقده.

Berbeda dengan Al-Hanafiyyah dalam Ad-Durrul Mukhtaar (1/115) dan Al-Malikiyyah Syarh Al-Kabir liddariir (1/102). Menurut mereka: “Jari bisa menggantikan kedudukan siwak ketika tidak ada siwak.”

Dan Ibnu Qudamah menyelisihi sahabatnya, dalam kitabnya Al-Mughni 1/137 beliau berkata:

(والصحيح أنه يصيب بقدر ما يحصل من الانقاء ولا يترك القليل من السنة للعجز عن كثيرها والله أعلم).

Dan yang benar, (bersiwak dengan jari itu) dibenarkan, sebatas bisa meraih kebersihan. Dan tidak boleh ditinggalkan sedikit dari sunnah karena tidak mampu melakukan yang keseluruhannya. Wallahu a’lamu.”

Dan beliau ini diikuti oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh dalam fatwanya (2/24):

التسوك بالإصبع يصاب به السنة أَو بعضها على خلاف كلام الأَصحاب. وهو أَيسر من السواك فما لا يدرك كله لا يترك كله.

“Bersiwak dengan jari itu mencocoki sunnah atau sebagiannya —berbeda dengan pendapat madzhab (hambali)—. Dan itu bersiwak yang paling mudahnya. Maka apa yang tidak bisa dilakukan semuanya, jangan ditinggalkan semuanya.”

Dan menurut Syaikh Ibnul Utsaimin rahimahullah dalam Asy-Syarh Al-Mumti’ 1/147:

يجزئ التسوك بالإصبع إذا لم يجد سواكا.

“Diperbolehkan bersiwak dengan jari jika tidak menemukan siwak.”

***

Sumber: https://telegram.me/Arafatbinhassan

© 1446 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.