Ditulis oleh: Ustadz Abu Umar Ibrahim Hafizhahullah
Asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah Ta’ala berkata di dalam kitabnya Manhajus Salikin:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berbuat baiklah kalian kepada istri.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Asy-Syaikh Abdurrahman al-’Adeny hafizhahullah Ta’ala menjelaskan:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berbuat baiklah kalian kepada istri. Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika engkau ingin meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Tapi jika dibiarkan, akan selalu bengkok. Oleh karena itu, berbuat baiklah (berlemah-lembutlah) kalian kepada istri.” [Bukhari dan Muslim]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian agar para suami sadar dan mau menerima keadaan yang sebenarnya dari seorang wanita.
Wanita adalah makhluk yang diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.
Sifat itu akan selalu ada pada mereka kecuali yang dirahmati Allah Ta’ala. Silakan suami bersenang-senang dengannya, mendapatkan berbagai maslahat, dan bergaul bersamanya; tapi bersamaan dengan itu semua, sadarlah bahwa pada diri istrimu ada kebengkokan.
Akan tetapi, kenyataan yang ada janganlah dijadikan sebagai alasan untuk suami membiarkannya dalam kebengkokan, dan tidak berusaha untuk memperbaikinya.
Tidak, tidak seperti itu. Upaya perbaikan ini babnya lain, dan sangat luas.
Wahai suami,
Di antara hak istri atas suami adalah mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang baik dari suaminya. Engkau bimbing dia, engkau ajak dia kepada yang ma’ruf, dan engkau cegah dia dari perkara yang mungkar. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” [at-Tahrim: 6]
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan perintahkanlah keluargamu untuk mendirikan shalat, dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” [Thaha: 132]
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Dan beliau (Nabi Ismail ‘alaihis salam) memerintahkan keluarganya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan beliau adalah seorang yang diridhai di sisi Rabb-Nya.” [Maryam: 55]
Maka, wajib atas suami untuk menjalankan tanggung jawabnya kepada istri. Hendaknya suami selalu membantu istrinya agar tetap istiqamah di atas agama-Nya, dan semangat dalam mempelajari ilmu agama. Hendaknya pula, suami memerintahkan istrinya untuk menjalankan perkara yang ma’ruf dan mencegahnya dari perbuatan mungkar.
Dengan upaya itulah, engkau akan mendapatkan pahala. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para istri beliau. Beliau melakukan shalat malam. Ketika sudah mendekati waktu fajar, beliau membangunkan Aisyah seraya berkata, “Bangunlah engkau, dan shalatlah witir.”
Pernah suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun di malam hari, lalu beliau berkata, “Subhanallah, apa yang telah diturunkan pada malam ini berupa fitnah-fitnah, dan apa yang diturunkan-Nya berupa perbendaharaan dunia.
Siapa yang mau membangunkan mereka yang ada di kamar-kamar ini (istri-istri beliau)? Duhai, betapa banyak orang yang berpakaian di dunia, tapi telanjang di akhirat.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Semoga Allah merahmati sang suami, dia bangun di malam hari untuk shalat malam, lalu dia pun membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan/malas-malasan, sang suami memerciki wajahnya dengan air. Dan semoga Allah merahmati istri. Dia bangun di waktu malam untuk shalat malam, lalu dia pun membangunkan suaminya. Jika enggan/malas bangun, istri pun memerciki wajahnya dengan air.”
Hendaknya suami memerintahkan istri agar berpegang teguh dengan agama Islam, istiqamah di atas agama, dan menjauhkannya dari perbuatan mungkar, seperti: meninggalkan shalat, mendengarkan musik, menggambar makhluk hidup, tabarruj, dll.
Hendaknya suami berusaha menjaga kehormatannya, dan kemuliaannya, serta membantunya dalam menjalankan ketaatan kepada Rabb-Nya.
Itulah hak-hak istri atas suami.
Hendaknya pula, suami berakhlak yang baik bersamanya.
Apabila suatu saat istrinya ditimpa sakit, suami pun berusaha untuk mengobatinya.
Tentunya semua itu disesuaikan dengan kemampuannya.
Jika memang ternyata dia tidak mampu, Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.
Terkadang, seorang istri ditimpa dengan penyakit yang menelan biaya jutaan.
Maka, termasuk mempergauli istri dengan baik, dalam kondisi seperti itu, sang suami tidak meninggalkannya, atau bahkan menceraikannya, agar bisa lari dari beban biaya pengobatan yang besar.
Jangan, jangan seperti itu, wahai suami.
Yang benar adalah suami berusaha untuk membiayai pengobatan istrinya, walaupun mungkin dengan bantuan para muhsinin/ahlul khair, atau dengan berhutang.
Meskipun hal itu (berhutang), tidak wajib baginya.
Akan tetapi, jika dia mampu, ini termasuk bab mempergauli istri dengan baik.
Karena, bab tentang hak-hak suami istri sangatlah luas.
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), ” Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara yang ma’ruf.” [al-Baqarah: 228]
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Pergaulilah mereka (para istri) dengan cara yang baik.” [an-Nisa: 19]
Wallahu a’lam bish shawab
Bersambung, insya Allah.
Fawaid dari dars Manhajus Salikin bab: ‘Isyratin Nisa oleh Asy-Syaikh Abdurrahman al-’Adeny hafizhahullah Ta’ala di Markiz Daril Hadits al-Fiyush