ENGKAULAH SEBENARNYA YANG MEMBUAT SUAMIMU LARI
Abu Bakr Yusuf Al-Uwaisy
الْحَمْدُ للهِ الذِيْ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى، وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا مَوَدَةً وَرَحْمَةً لِيَسْكُنَا لِبَعْضِهِمَا الْبَعْضُ وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِ الْخَلْقِ الْقَائِلِ: (خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ) وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُ الْمُقْتَدِيْنَ بِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
Amma ba’du:
Banyak para istri yang mengeluhkan kekasaran suami mereka dan kurangnya mereka dalam mempergauli istri dengan cara yang baik dan menampakkan kecintaan, sehingga hal tersebut termasuk yang menghilangkan sakinah dan ketenangan serta mengeruhkan kehidupan dan kebahagiaan mereka. Namun sang istri tidak tahu bisa jadi dialah sebenarnya yang menjadi sebab dari semua itu. Karena itulah dia terus merasa jengkel, mengeluh, menangis, dan mencela suaminya. Dia tidak pernah sehari pun instropeksi terhadap dirinya dan meneliti duduk perkaranya agar mengetahui bisa jadi dialah sebenarnya yang menjadi sebab dari semua itu.
Suaminya berbuat baik kepadanya sekian lama, hingga ketika dia melihat sesuatu atau kekurangan pada suaminya pada suatu hari, dia mengatakan kepada suaminya tersebut: “Aku tidak pernah melihat kebaikan sedikit pun darimu.” Sikap semacam ini berulang kali terjadi, setiap kali ada sesuatu yang tidak menyenangkannya baik yang sepele atau sesuatu yang perlu diperhatikan, bangkitlah kemarahannya dan ribut seperti ombak lautan. Dia tidak pernah tenang dari kecemasannya sehari pun dan tidak melaksanakan wasiat yang agung ini. Padahal seandainya dia mau melaksanakannya sehari saja, niscaya dia akan melihat kebaikan yang banyak dan akibat yang menyenangkan yang membuahkan kasih sayang, kebaikan, cinta, dan respek besar di hati suaminya yang dia anggap zhalim dalam pandangannya itu.
Jadi apakah pernah suatu hari ketika engkau sebagai istri yang merasa terzhalimi, engkau bangkit lalu memegang tangan suamimu yang engkau anggap zhalim itu kemudian engkau cium tangannya, karena hakekatnya engkau hanyalah seorang tawanan di sisinya, lalu engkau katakan kepada suamimu: “Aku tidak akan bisa tidur nyenyak dan tidak akan bisa memejamkan mata hingga engkau ridha kepadaku.”
Cobalah cara ini dan gunakan untuk menghancurkan puncak kesombonganmu karena engkau merasa memiliki kecantikan dan harta, dan hancurkanlah sikap lancangmu terhadap suami yang letih dan lelah demi kebahagiaanmu dan ketenangan rumah tanggamu!
Sesungguhnya yang demikan itu akan mengalirkan di hati dan jiwa suami kelembutan dan cinta seperti gejolak gunung berapi, dan dia akan memandangmu dengan penuh pemuliaan dan respek dan ridha kepadamu. Hal itu juga akan memutus jalan syaithan atau pintu yang dia gunakan untuk masuk dalam rangka mencabi-cabik ikatan janji yang mulia ini (pernikahan –pent). Engkau pun akan bisa tidur dalam puncak ketenangan dan sakinah dalam keadaan Allah ridha kepadamu dan malaikat tidak melaknatmu.
Berdamailah dengan hati yang tulus setelah bertengkar, mendekatlah kepada suamimu setelah reda emosi dan kemarahannya, dan jangan sampai engkau yang justru menunggu hal itu darinya, karena sesungguhnya yang terbaik dari kalian berdua adalah yang bersegera mendahului memperbaiki tali cinta dan kasih sayang.
Di sini saya akan mengajarimu jika engkau tidak tahu, namun jika engkau lupa maka saya akan mengingatkanmu, yaitu tentang perkara-perkara yang dibenci oleh suami pada diri istrinya. Ketika suatu hari engkau merasa jengkel terhadap sikap suamimu dan engkau mengeluhkan kekasarannya, pernahkah engkau memikirkan apakah sebab-sebab yang menjadikannya bersikap kasar kepadamu, menjauh darimu, marah kepadamu, dan lari darimu?! Padahal sebelumnya engkau merupakan penyejuk matanya!!
Kenapa engkau lalai dari perkara ini dan selalu melemparkan celaan kepada suami dan mengeluhkan kepada ibumu atau saudaramu atau temanmu atau tetanggamu?! Coba duduklah dengan tenang sehari saja bersama hatimu, telitilah dirimu dan di sudut mana bersembunyinya penyakit dan kekurangan itu, dan lihatlah sebab-sebab yang mendorong suamimu melakukan hal-hal yang engkau keluhkan itu! Ulangilah pandanganmu kepada perkara-perkara yang dibenci oleh seorang suami pada diri istrinya dan jauhilah perkara-perkara tersebut! Kemudian tampakkanlah kecintaan kepadanya dengan hal-hal yang dia sukai ada pada dirimu! Ketika itu kehidupan akan berubah dan akan kembali seperti pada hari-hari pertama bagi sangkar emas, sebagaimana istilah yang dikatakan oleh manusia.
Wahai putriku atau wahai saudariku, jika engkau ingin suasana cerah bagimu agar engkau merasakan kebahagiaan, angin kelembutan bertiup dengan tenang, ikatan cinta semakin kuat dan terus terasa baru, dan engkau merasakan kesenangan dalam hidupmu, maka ambillah nasehatku dan instropeksilah dirimu, dan engkau jangan terburu-buru bertindak dengan membalas suatu perbuatan dan membuat keputusan serta mengadu tanpa sebab yang menuntutnya!
Berikut ini perkara-perkara yang dibenci oleh seorang suami pada istrinya. Sebelumnya ketahuilah –baarakallahu fiik– bahwa sesungguhnya jiwa memiliki sifat sensitif dan lari menghindari sebagian akhlak dan kebiasaan serta perkara-perkara yang rendah. Dan semacam ini merupakan fitrah yang Allah jadikan pada hamba-hamba-Nya. Hanya saja memang perkara-perkara yang dijauhi manusia ini berbeda-beda keadaannya dan bertingkat-tingkat penilaiannya menurut seseorang.
Setelah meminta pendapat sekian banyak para suami yang saya teliti dan saya ikuti, baik di majelis-majelis ketika kami sedang membicarakan tentang hubungan suami istri, atau dengan cara bertanya, saya kumpulkan materi ini dan saya memandang untuk mengingatkannya kepadamu secara ringkas dan tersendiri. Dan ini merupakan perkara-perkara yang paling dibenci oleh seorang suami pada diri istrinya dan menjadikan suaminya tersebut lari darinya, atau marah kepadanya, atau memalingkan punggungnya, atau menjauh darinya dan berusaha mencari wanita lain yang halal untuknya.
Perkara-perkara tersebut adalah:
- Tidak taatnya istri dan bersikap merasa tinggi kepada suami hanya karena sebab sepele atau perkara-perkara yang perlu diperhatikan, padahal seorang istri merupakan tawanan di kerajaan suaminya.
- Tidak memenuhi panggilan suami ke ranjang dengan dalih capek, anak-anak, dan lain-lain.
- Meninggikan suara di hadapan suami dan berteriak ketika membantahnya atau mendebatnya, atau dengan meninggikan suara kepada anak-anak di hadapannya, atau memukul mereka di hadapannya.
- Memalingkan muka dari suami, takabbur dan menyombongkan kecantikannya atau nasabnya atau hartanya, tidak menurut dan tidak mentaati perintahnya dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah. Jadi suami adalah pemilik kerajaan (rumah tangganya), tetapi dia sebagai istri ingin menguasai dirinya dan kerajaannya, bukan untuk memperbaikinya, tetapi untuk memuaskan kemauan dan kepentingannya.
- Mendesak dan terus-menerus ketika meminta sesuatu walaupun bukan dalam perkara yang sifatnya darurat atau dibutuhkan, tidak ridha dan tidak merasa cukup dengan keadaan suami ketika dalam kelapangan dan kesempitan, serta membebani suami dengan hal-hal yang tidak dia mampu yang memberatkan bebannya.
- Tidak konskwen dengan batasan-batasan rumah tangga, misalnya seorang istri seharusnya adalah seperti tawanan di kerajaan suaminya yang suaminya tersebut memiliki kepemimpinan yang sifatnya mutlak dan berhak bertindak di rumahnya dalam batasan-batasan yang ma’ruf. Jadi sang istri berusaha merusak hubungan suami dengan kedua orang tuanya, kerabatnya, terkhusus ibunya, atau merusak hubungan dengan anak-anaknya atau dengan istri lain jika suaminya memiliki istri lebih dari satu.
- Menyebarkan rahasia rumah tangga ke luar rumah kepada siapapun, walaupun kepada ibu dari istri, saudara-saudaranya, dan kerabatnya apapun yang terjadi. Maka semacam ini termasuk yang menimbulkan kebencian dan menyebabkan permusuhan. Jadi tidak sepantasnya seorang istri membolehkan hal semacam itu bagi dirinya, karena sesungguhnya menyebarkan rahasia akan menimbukan keburukan, kerugian, dan kehancuran. Jika hal itu berupa rahasia-rahasia ranjang maka lebih buruk lagi dan dia pantas mendapatkan ancaman dari syari’at yang menyatakan bahwa siapa saja yang berbuat demikian maka dia termasuk seburuk-buruk makhluk di sisi Allah.
- Banyak mengeluh atau mengadu kepada keluarganya, terkhusus kepada ibunya, atau kepada tetangganya, atau kerabatnya, atau kepada orang lain. Yang semacam ini muncul dari rusaknya akhlak seorang istri. Jadi seorang istri yang shalihah adalah yang sabar menghadapi suaminya dan tidak mengeluhkannya kepada manusia, dan tidak menerima sedikitpun celaan atau adu domba dari seseorang yang memiliki tujuan buruk atau hasad. Jadi perkara apa saja yang tidak dia sukai atau menimbulkan keburukan terhadap dirinya, sepantasnya yang dia lakukan adalah dengan mendiskusikannya di dalam rumah dan disampaikan dengan adab yang baik yang akan menambah kebaikan, cinta, dan sesuai dengan kebenaran dan keadilan.
- Tidak ridha dan tidak tunduk kepada hukum syari’at di dalam memutuskan perselisihan dan pertengkaran. Banyak dari para istri yang tidak senang berhukum dengan syari’at dan tidak ridha dengannya. Maka ini termasuk yang menyebabkan suami membenci istri dan ingin mencari ganti, dan seharusnya dia mencari ganti jika demikian keadaannya. Dan tidak sepantasnya bagi istri untuk mendebat suaminya dengan membenturkan perkataan para ulama, dan hendaklah dia ridha dengan pendapat yang diambil oleh suaminya, karena hal itu bisa menimbulkan emosi, membangkitkan kecemburuan dan kedengkian pada dirinya.
- Jika seorang suami memiliki istri lebih dari satu, maka dia tidak ingin disebarkan rahasia apapun atau perkara apapun yang terjadi antara suami istri di kamar tidur. Jadi tidak boleh bagi istri untuk menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dengan suaminya kepada istri-istri yang lain, bagaimanapun perkaranya, kecil ataupun besar. Dia juga tidak oleh menceritakan hal-hal tersebut di luar rumah kepada istri-istri dari saudara-saudara suaminya atau kepada istri-istri dari saudara-saudara dia sendiri, karena bisa saja hal itu sampai ke telinga istri-istri yang lain, sehingga bisa menyebabkan berbagai masalah bagi suami dan juga bisa menyebabkan suami membenci istri semacam ini.
- Ikut campurnya keluarga seorang istri atau para istri dalam urusan rumah tangga antara seorang suami dengan istri-istrinya. Maka hendaknya masing-masing istri menolak campur tangan siapa saja dalam urusan rumah tangganya dan jangan mengizinkan hal tersebut, karena sesungguhnya hal itu termasuk yang bisa menyebabkan kemarahan suami dan menjadikannya lari dari para mertua atau iparnya dan membenci mereka, dan dengan sebab itu dia akan lari dari istrinya.
- Saling menuding dan meninggikan suara ketika cekcok dengan ibu dari suami atau dengan saudara perempuannya atau dengan istri-istri yang lain di hadapan suami, yang ini bisa menyebabkan saling memutus hubungan suami istri hanya gara-gara sebab yang sepele karena ibu dari suami atau saudara perempuannya atau kerabatnya, atau karena para istri yang lain, yang bisa menjadikan suami bertindak yang kurang tepat kepada mereka. Maka sepantasnya bagi seorang istri atau para istri untuk membiarkan urusan para wanita diantara para wanita saja dan jangan memberitahukan sedikitpun kepada suami, terlebih lagi dalam bentuk celaan, pengaduan, dan kejengkelan.
- Cemburu berlebihan yang melewati batas yang wajar, misalnya jika istri melihat sesuatu ada pada orang lain dan dia tidak memilikinya, maka dia cemburu dan keluar dari batasan yang masuk akal lalu menyalahkan suami dengan ucapan dan perbuatan orang lain dari kerabat atau tetangga atau teman yang dia cemburu kepada mereka. Misalnya dengan mengatakan: “Kenapa si fulan demikian dan si fulanah demikian dan demikian, kenapa si fulan dengan si fulanah demikian dan demikian…”
- Sering keluar rumah tanpa sebab, sering berkunjung tanpa alasan yang jelas dan tanpa izin suami, dan terkadang mengunjungi orang-orang yang suaminya tidak suka dia mengunjungi mereka karena mereka tidak komitmen dengan syari’at atau karena sebab-sebab yang lain.
- Keluar di depan pintu atau membuka pintu dan berdiri di sampingnya jika dia tinggal di apartemen yang dihuni oleh beberapa penghuni, dia berdiri di depan pintu dan ngobrol dengan tetangganya, sementara ada orang yang lewat naik turun, dalam keadaan dia tidak mempedulikan dan tidak menjaga kehormatan suami. Atau dia mengeluarkan kepalanya lewat jendela atau balkon rumah dan memanggil anak-anaknya dengan suara keras, dan terkadang sambil mendoakan kejelekan terhadap mereka, bahkan terkadang bertengkar dengan orang lain gara-gara mereka, sebagaimana keadaan banyak wanita yang bodoh di negara kami.
- Berlebihan dalam berhias dengan bedak dan pakaian pada acara-acara di luar rumah dengan tujuan untuk saling membanggakan dan pamer. Namun hal itu tidak dia lakukan untuk suaminya. Jika dia berada di rumah dia hanya memakai baju biasa dan tidak ganti baju walaupun setelah selesai dari pekerjaan rumah dengan tetap memakai baju kerja dan memasak, dan tidak membersihkan dirinya serta tetap dalam keadaan seperti itu. Tetapi ketika ada acara maka dia berdandan seakan-akan menyambut suaminya pertama kali seperti pengantin. Hal semacam ini bisa menimbulkan kecemburuan suami dan membuatnya goncang. Dan bisa jadi terkadang keadaannya hingga membuat suami meragukannya. Hal semacam ini terjadi sebagaimana yang dikatakan oleh banyak orang kepada saya: “Subhanallah, untuk siapa istri semacam ini berhias jika untuk saya dia tidak berhias?!” Apakah orang yang engkau berhias untuk mereka lebih tinggi derajatnya dan lebih berharga dibandingkan pendamping hidupmu?!
- Memukul anak-anak di hadapan suami, atau mendoakan keburukan terhadap mereka. Demikian juga melawan suami dengan penentangan yang keras dan berteriak di hadapannya serta berkata kotor ketika marah dalam pertengkaran.
- Ikut campur dalam urusan luar suami bersama teman-teman dan rekan-rekan kerjanya. Jadi tidak sepantasnya seorang istri ikut campur dalam urusan suami di luar rumah dan jangan bertanya kepadanya dalam segala hal dan ingin mengetahui semua yang kecil maupun besar pada urusannya bersama teman-temannya di pekerjaannya dan di luar rumah atau di keluarganya, karena sesungguhnya hal itu bisa membuat suami jengkel.
- Memuji laki-laki lain di hadapan suami walapun orangnya telah mati. Jadi tidak sepantasnya bagi seorang istri untuk memuji laki-laki lain di sisi suaminya atau menyebutkan sifatnya walaupun orangnya telah mati, karena hal semacam itu akan membakar rasa cemburu suami yang bisa menjadikannya goncang dan marah yang bisa menenggelamkan istri sehingga dia tidak bisa keluar dari kemarahan itu kecuali dengan perceraian.
- Seorang istri jangan memberi apapun kepada siapapun dari harta suaminya kecuali dengan seizinnya, terlebih lagi hal-hal yang khusus yang suaminya tidak ingin memberikannya kepada orang lain. Bahkan walaupun dia bersedekah dengan hartanya sendiri, yang lebih baik adalah dengan memberitahukan kepada suaminya untuk menjaga perasaannya.
- Seorang istri jangan memasukan ke dalam rumahnya siapapun yang tidak disukai oleh suaminya, sama saja apakah dia dari kerabat suami maupun dari kerabatnya sendiri. Karena sesungguhnya hal itu termasuk tindakan menjaga kehormatan suami, serta akan menjaga kehormatan dirinya sendiri dan juga harta suaminya.
- Berlepas diri dari tanggung jawab mendidik anak-anak dan menelantarkan mereka, dan menjadikan mereka sebagai dalih untuk meninggalkan kewajiban seperti shalat dan yang lainnya, dan berakhlak buruk terhadap kerabat dan tetangga.
Demikian, dan sesungguhnya saya yakin jika engkau sebagai istri meninggalkan perkara-perkara yang dibenci oleh suami yang saya sebutkan dalam nasehat ini, berusaha mendekat kepada suamimu dan menampakkan kecintaan kepadanya dengan hal-hal yang dia sukai, dan engkau menutup mata dari hal-hal sepele yang bisa mengeruhkan suasana, maka hidup ini akan terasa jernih dan menyenangkan bagimu dan engkau akan mendapatkan kehidupan yang tenang.
Saya memohon kepada Allah Ta’ala semoga memperbaiki hubungan semua suami istri yang shalih dan menjauhkan mereka dari tipu daya para pendengki dan orang-orang suka melakukan makar jahat. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atasnya.
Sumber artikel: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=148028
Alih Bahasa: Abu Almass
Ahad, 2 Muharram 1436 H