DOAKAN PENGUASA SECARA KHUSUS (“Nasionalisme” yang Sebenarnya)
Maka, Subhanalloh…
Kalau berbicara tentang faham ‘nasionalisme’, pada prakteknya ahlussunnah salafy itu yang paling baik. Secara praktek, bukan secara pemahaman. Na’am.
Beberapa kali saya berbincang-bincang, sekadar bincang-bincang saja, na’am, dengan apa namanya…aparat keamanan, dengan temen-temen begini yang baru ngaji, dokter, dan semisal, na’am.
Sekarang nasionalisme itu sebenarnya apa? Apakah orang yang mengibarkan bendera merah putih sambil menyanyikan bersama lagu Indonesia raya, lalu hormat kepada bendera merah putih? Itu yang disebut nasionalisme? Hanya sebatas itu?
Begitu murahnya nasionalisme di Indonesia.
Setiap orang kan bisa menghafalkan lagu Indonesia raya, na’am. Walaupun dia bukan orang Indonesia. Setiap orang bisa saja mengibarkan bendera (merah) putih lalu hormat.
Itu sudah bisa dikatakan orang Indonesia asli? Sejati? Nasionalismenya sudah teruji?
Tetapi misalkan contoh kecil saja, misalkan ketika pemerintah pusat katakan negara, untuk kepentingan bersama kepentingan bangsa menentukan lahan ini akan digunakan sebagai proyek negara, Jalan tol misalkan. Terjadi perlawanan, demonstrasi. Sebagian pihak menolak kalau harganya tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Ini yang namanya nasionalisme? Ini yang namanya nasionalisme? na’am
Tapi seandainya yang memiliki lahan-lahan tersebut adalah ahlussunnah salafiyin, diberi ganti yang murahpun (akan) diberikan. Karena pemerintah yang menginginkan, untuk kepentingan bersama. Untuk kepentingan bersama. Silakan pak ambil lahan saya untuk kepentingan bersama. Sudah tidak perlu ribet berpikir. “Wah…yang untung pemerintah kalau gini, kita dapet ganti ruginya apa?”na’am.
Karena alhamdulillah ahlussunnah terbimbing, tebimbing dengan Al quran dan Sunnah Nabi Shalallohu ‘alaihiwasallam.
Ketika harga bahan bakar minyak dinaikkan, BBM dinaikkan, oleh pemerintah.
Bagaimana sikap ahlussunnah salafiyin? Dari ujung Sumatera sampai ujung Papua, na’am, mereka yang betul-betul belajar sunnah Nabi shalallahu’alaihiwasallam tidak ada satu kata pun yang terucap sebagai bentuk celaan kepada pemerintah dan penguasa. Tidak…
Yang ada justru “ya sudah…Sabar, kita yang menyesuaikan, dikurangi jalan-jalannya, kan gitu. Dikurangi jalan-jalannya.”
Karena kebijakan itu adalah kebijakan pemerintah, yang tentunya kita berprasangka baik berdasarkan sekian banyak pertimbangan. Tidak mungkin kebijakan yang kemudian mendzolimi rakyat dan warga, kemudian ditelurkan dan ditetapkan secara terang-terangan seperti itu. Nggak mungkin. Pasti melalui berbagai pertimbangan.
Siapa yang melakukan aksi demo, sampai pada tindakan anarkis? Membakar ban di jalan raya, memukuli polisi, bentrokan fisik dengan polisi, menyandera tangki-tangki minyak, na’am. Menyatakan memboikot ini dan itu, mencela dan mencaci maki.
Ada ahlussunnah yang melakukannya? TIDAK !!!
Hizbiyun, ahlul bid’ah yang melakukannya. Hizbut Tahrir, melakukan aksi demo serentak dan serempak di seluruh Indonesia. Na’am. Di pusat kota-kota besar, na’am, melakukan aksi demonstrasi. Na’am.
Mahasiswa, yang katanya ‘maha’ tetapi bodohnya luar biasa. na’am. Di makassar, bentrokan fisik antara mahasiswa dengan aparat keamanan hanya karena urusan pemerintah menaikkan harga BBM. Tangki-tangki minyak disandera, padahal isi tangki tersebut sedang dinanti dan ditunggu oleh masyarakat di bagian sana. Bukan bertambah baik kondisinya, tambah rusak, nambah pekerjaan.
Ada ancaman mebakar SPBU, ada ancaman ini, ancaman itu, sampai kemudian objek-objek vital milik pertamina kemudian harus dijaga aparat keamanan, ini malah membuat susah, na’am. Warga sudah takut, masyarakat kemudian khawatir dan cemas, masing-masing lebih baik berdiam diri di dalam rumah. Na’am.
Coba kalau misalkan kita kembali kepada tuntunan Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam:
“Tu addunamaa ‘alaikum wa tas aluuna haqqokum ‘indalloh”
Ini bimbingan Nabi shalallahu’alaihiwasallam,
“sudah lakukan saja tugasmu sebagai rakyat, laksanakan kewajibanmu sebagai warga. cukup, titik sampai disitu.”
Hak kita? Hak rakyat bagaimana?
Nabi menganjurkan, sebagai sebuah tuntunan hidup, mintalah kepada Alloh Subhanahu wata’ala. Kalau tidak diberikan di dunia, nanti di akherat Alloh akan berikan. Nanti di akherat Alloh akan berikan.
Lantas penguasa yang dzolim dibiarkan? Penguasa yang lalim seperti itu didiamkan?
Tidak, doakan agar mereka mendapatkan petunjuk dari Alloh ‘azza wa jalla. Berdoa agar orang-orang yang ada di sekeliling dan di sekitar pemimpin kita adalah orang-orang yang baik, ‘bithonah ashsholihah’, teman-teman baik, para pembisik-pembisik yang baik, bukan para pembisik-pembisik yang jahat.
Doakan, untuk presiden kita, wakil presiden kita, mendapatkan pembantu-pembantu yang baik, yang sholeh. na’am. Para ulama sampai-sampai mengatakan kalau seandainya saya memiliki doa yang mustajab, akan aku berikan untuk kebaikan penguasa, karena kalau penguasanya baik, rakyatnya pun baik.
Sayang, tugas dan kewajiban kita sebagai rakyat belum terlaksana.
Tahukah apa salah satu tugas dan kewajiban kita sebagai rakyat?
Mendoakan kebaikan untuk pemimpin-pemimpin kita.
~Mendoakan presiden kita,
~mendoakan wakil presiden kita,
~mendoakan para menterinya, na’am
~mendoakan gubernur-gubernur di Indonesia.
Para pemerintah, penguasa itu didoakan kebaikan.
Ya Alloh berikan kesabaran untuk mereka dalam menjalankan amanah,
Ya Alloh bimbinglah mereka ke jalan yang lurus,
Ya Alloh jauhkan dari mereka orang-orang yang jahat,
Ya Alloh lembutkan hati mereka, hati para pemimpin kami untuk lebih memperhatikan rakyat kecil,
Ya Alloh…Ya Alloh… Doa !!!
Itu tugas dan kewajiban kita sebagai rakyat, yang ternyata kita belum tentu semua sudah melakukannya.
Doa secara khusus, di waktu yang khusus.
Coba bayangkan kalau misalkan 160 juta muslim dan muslimah di Indonesia sama-sama mendoakan tiap hari, mendoakan kebaikan untuk pemerintahnya, apakah Alloh akan membiarkan doa-doa begitu saja? Tidak, Alloh akan kabulkan.
Tapi sayangnya dari 160 atau 180 juta muslim ini yang pernah mendoakan pemerintah dengan baik berapa orang sih, berapa persen? Tidak perlu ya kita membayangkan orang yang ada di luaran sana, kita sekarang yang hadir di masjid ini. Coba misalkan secara jujur diadakan angket kecil-kecilan, yang pernah secara khusus mendoakan pemerintah, Ya Alloh..Ya Alloh..Ya Alloh.. semoga pemerintah kami…. Cuma berapa persen, berapa orang? Na’am
Padahal ini adalah salah satu prinsip dan salah satu aqidah ahlussunnatiwaljama’ah.
Diranskrip oleh Syabab Forum Salafy dari potongan rekaman dauroh Ustadz Abu Nasim Mukhtar Iben Rifai
30 Jan – 01 Feb 2015
Masjid Markaz Al Islamy, Pangkalan Bun, Kalimantan tengah.