MELEPAS PAKAIAN LUAR, DI SELAIN RUMAH SUAMI
Tanya: Disebutkan dalam hadits, adanya larangan bagi wanita melepas pakaiannya di selain rumah suaminya. Apa maksudnya? Apakah boleh ia melepas pakaiannya di rumah keluarganya atau kerabatnya?
Jawab:
Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan al-Hakim, dari Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu ‘anha dengan lafadz,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ وَضَعَتْ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا فَقَدْ هَتَكَتْ سِتْرَ مَا بَيْنَها وَ بَيْنَ اللهِ
“Wanita mana saja yang meletakkan (melepas) pakaiannya di selain rumah suaminya maka sungguh ia telah merobek penutup antara dia dan Allah.” [1]
Diriwayatkan juga oleh al-Imam Ahmad, ath-Thabarani, al-Hakim, dan al-Baihaqi dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَزَعَتْ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِها خَرَقَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهَا سِتْرَهَ
“Wanita mana saja yang menanggalkan pakaiannya di selain rumahnya maka Allah Subhanahu wa ta’ala akan merobek darinya penutup-Nya.”
Yang dimaksud oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, wallahu a’lam, adalah melarang wanita dari sikap bermudah-mudah membuka/menyingkap pakaiannya di tempat yang bukan rumah suaminya sehingga terlihatlah auratnya. Apalagi jika maksudnya adalah untuk melakukan perbuatan yang keji dan semisalnya.
Adapun melepas pakaian di tempat yang aman, seperti rumah keluarganya dan rumah mahramnya, untuk mengganti pakaian tadi atau untuk tujuan lain yang mubah dan jauh dari gangguan/godaan, seperti berangin-angin dan semisalnya, maka tidak mengapa.
[Fatwa no. 10896, kitab Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, 17/224—225, Ketua: Abdul Aziz ibn Abdillah ibn Baz. Wakil Ketua: Abdurrazzaq Afifi. Anggota: Abdullah bin Ghudayyan]
Catatan Kaki:
- Apakah mungkin ada penutup yang menutupi si wanita dari pandangan Allah Subhanahu wa ta’ala? Menurut al-Imam Abul Hasan al-Hanafi t, yang lebih dikenal dengan sebutan al-Imam as-Sindi, dalam syarahnya terhadap hadits di atas pada kitab Sunan Ibnu Majah, bisa jadi yang dimaksudkan adalah rasa malu, karena Allah Subhanahu wa ta’ala malu untuk mencabut sifat malu dari seorang hamba dan menghukumnya akibat dosa-dosanya. Jadi, rasa malu tersebut kedudukannya seperti hijab dan penutup antara si hamba dan Allah Subhanahu wa ta’ala dari dosa-dosa si hamba. Allah Subhanahu wa ta’ala tidak mendebatnya dalam hal dosa-dosanya tersebut, bahkan memaafkannya. Namun, apabila seorang wanita sengaja membuka pakaiannya padahal ia tidak berada di rumah suaminya, sama artinya ia merobek penutup berupa rasa malu tersebut. Wallahu a’lam.
————————————————-
Sumber : Majalah Asy Syariah