BOLEHKAH MEMUJI AHLI BID’AH KARENA MEREKA MASIH MEMILIKI KEBAIKAN
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
Penanya: Apakah hukumnya orang yang memuliakan ahli bid’ah, menghormati mereka dan memuji mereka dengan menyatakan bahwa mereka masih menerapkan hukum Islam, padahal orang yang memuji mereka ini mengetahui berbagai kebid’ahan mereka. Dan pada suatu ketika pada sebuah pelajaran umum dia mengatakan: “Di samping tetap berhati-hati terhadap sebagian sikap mereka.” Yang dia maksud dengan “mereka” ini adalah para mubtadi’ itu. Atau dia mengatakan: “Kita harus menutup mata dari kesalahan-kesalahan yang ada pada mereka.” Dan ungkapan semisalnya yang menunjukkan sikap meremehkan bid’ah mereka. Perlu juga diketahui bahwa sebagian para mubtadi’yang dimuliakan, dipuji dan dibela oleh orang yang mengatakan ucapan ini mereka memiliki ucapan yang tertulis dan terekam yang mana orang yang mengatakan ucapan ini mengetahui bahwa pada ucapan tersebut terdapat celaan terhadap As-Sunnah, menganggap para Shahabat sebagai orang-orang yang jahil, serta menyindir Nabi shallallahu alaihi was sallam. Maka apa hukum orang yang mengatakan ini? Dan apakah boleh mentahdzir ucapan-ucapannya ini?
Asy-Syaikh:
Tidak boleh memuliakan ahli bid’ah dan memuji mereka, walaupun pada mereka terdapat sesuatu dari kebenaran, karena pujian dan sanjungan terhadap mereka akan menyebabkan tersebarnya bid’ah mereka, dan akan menjadikan para mubtadi’ berada dalam barisan orang-orang yang diteladani dari tokoh-tokoh ummat ini. Salaf telah memperingatkan kita agar tidak percaya terhadap para mubtadi’, tidak memuji mereka serta tidak bermajelis dengan mereka. Dan diantara perkataan mereka adalah:
مَنْ جَالَسَ إِلَى مُبْتَدِعٍ فَقَدْ أَعَانَ عَلَى هَدْمِ السُّنَّةِ.
“Barangsiapa yang duduk bermajelis dengan seorang mubtadi’ maka dia telah membantu menghancurkan As-Sunnah.”
Jadi para mubtadi’ wajib ditahdzir dan wajib menjauhi mereka, walaupun pada mereka ada sesuatu dari kebenaran. Karena kebanyakan orang-orang sesat pasti memiliki bagian dari kebenaran walaupun sedikit. Tetapi selama pada mereka terdapat kebid’ahan, penyimpangan dan pemikiran-pemikiran yang buruk, maka tidak boleh memuji mereka, tidak boleh menyanjung mereka, dan tidak boleh menutup mata terhadap kebid’ahan mereka. Karena sesungguhnya pada sikap semacam ini terdapat unsur menyebarkan bid’ah dan menhancurkan As-Sunnah. Dengan cara semacam inilah para mubtadi’ menampakkan diri dan tampil menjadi para pemimpin ummat –semoga Allah tidak mentakdirkan hal itu– sehingga wajib untuk mentahdzir mereka atau memperingatkan ummat dari bahaya mereka.
Dan para imam Ahlus Sunnah yang pada mereka tidak terdapat bid’ah pada setiap masa –walillahilhamdu– telah mencukupi bagi ummat dan merekalah yang pantas menjadi teladan. Yang wajib adalah mengikuti orang-orang yang istiqamah di atas As-Sunnah yang pada mereka tidak ada kebid’ahan. Adapun mubtadi’ maka wajib untuk mentahdzirnya dan mencelanya dengan keras agar manusia mewaspadainya dan agar dia sendiri dan para pengikutnya berhenti dari kebid’ahannya. Adapun pernyataan bahwa mereka juga memiliki kebenaran, maka ini tidak bisa menjadi dalih untuk menjustifikasi atau membenarkan sikap memuji mereka, karena bahaya yang timbul akibat pujian terhadap mereka lebih besar dibandingkan maslahat pada kebenaran yang mereka miliki. Dan telah dimaklumi bahwa diantara kaedah dalam agama adalah “mencegah kerusakan lebih didahulukan dibandingkan meraih maslahat.”
Dan pada sikap memusuhi mubtadi’ terdapat upaya melindungi ummat dari kerusakan yang ini mengalahkan maslahat bagi ummat yang diklaim itu jika benar-benar ada pada dirinya. Seandainya kita mengambil prinsip ini maka tidak akan ada seorang pun yang dianggap sesat dan divonis sebagai mubtadi’, karena tidak ada seorang mubtadi’ pun kecuali dia pasti memiliki bagian dari kebenaran dan iltizam, karena seorang mubtadi’ bukan orang yang kafir murni dan bukan teranggap orang yang menyelisihi syariat secara keseluruhan, dia hanyalah seorang mubtadi’ pada sebagian perkara atau pada kebanyakan perkara. Apalagi kalau bid’ahnya itu pada perkara akidah dan manhaj, maka sesungguhnya perkaranya sangat berbahaya, karena dia dikhawatirkan akan menjadi panutan. Dari pintu sanalah bid’ah itu akan menyebar di tengah-tengah ummat.
Jadi orang yang memuji para mubtadi’ ini dan melemparkan syubhat kepada manusia bahwa mereka memiliki kebenaran, orang semacam ini ada dua kemungkinan:
- Bisa jadi dia adalah orang yang jahil, tidak mengetahui bahaya bid’ah, tidak mengetahui manhaj Salaf dan sikap mereka terhadap para mubatdi’. Maka orang yang jahil semacam ini dia tidak boleh bicara, dan kaum Muslimin tidak boleh mendengar ucapannya.
- Atau dia orang yang mempunyai kepentingan terselubung. Jadi sebenarnya dia mengetahui bahaya bid’ah dan juga mengetahui bahaya para mubtadi’. Tetapi dia orang yang memiliki kepentingan tersembunyi yang ingin menyebarkan bid’ah.
Yang jelas ini adalah perkara yang sangat berbahaya. Ini adalah perkara yang tidak boleh. Tidak boleh meremehkan bahaya bid’ah dan para pengusungnya bagaimanapun keadaannya.
Sumber audio: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=130328
Sumber transkrip:
http://www.islamport.com/w/amm/Web/1086/4757.htm
http://www.islamport.com/w/amm/Web/1086/4758.htm
http://www.islamport.com/w/amm/Web/1086/4759.htm
* Alih Bahasa: Abu Almass
Jum’at, 18 Jumaadat Tsaniyah 1435