Bolehkah Membagi Agama Menjadi Isi Dan Kulit?

 

Isi Dan Kulit1

BOLEHKAH MEMBAGI AGAMA MENJADI ISI DAN KULIT

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah

| | |

Pertanyaan: Bagaimana hukum membagi agama menjadi kulit dan isi, seperti masalah jenggot?

Jawaban:

Membagi agama menjadi kulit dan isi adalah pembagian yang salah dan bathil, karena agama semuanya merupakan isi dan semuanya bermanfaat bagi hamba-hamba Allah. Semuanya mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, semuanya akan diberikan pahala kepada seorang hamba atasnya dan seorang hamba mendapatkan manfaat dengannya dengan bertambah keimanannya dan ketundukannya kepada Rabbnya Azza wa Jalla, walaupun masalah-masalah yang berkaitan dengan pakaian dan penampilan dan semisalnya. Semuanya jika seseorang melakukannya dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dan dalam rangka mengikuti Rasul-Nya shallallahu alaihi was sallam maka dia akan mendapat pahala atasnya.

Sedangkan kulit sebagaimana yang kita ketahui adalah sesuatu yang tidak ada manfaatnya, bahkan dibuang. Dalam agama Islam dan syari’at Islam tidak ada sesuatu yang sifatnya semacam ini, bahkan semua syari’at Islam adalah isi yang mana seseorang akan mendapatkan manfaat dengannya jika dia mengikhlaskan niat karena Allah dan baik sikapnya dalam mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi was sallam. Hendaknya orang-orang yang menyebarkan ucapan semacam ini agar berfikir dengan sungguh-sungguh, agar mereka mengetahui mana yang benar. Kemudian hendaklah dia mengikuti kebenaran serta menjauhi ungkapan semacam ini.

Memang benar bahwa agama Islam padanya ada perkara-perkara penting, besar, dan agung, seperti rukun Islam yang lima yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi was sallam dengan sabdanya:

بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ.

“Islam dibangun di atas 5 perkara; syahadat (persaksian) bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa Ramadhan.”  [1]

Dan di dalamnya ada perkara-perkara yang tingkatannya di bawah itu. Hanya saja padanya tidak ada bagian kulit yang seseorang tidak bisa mendapatkan manfaat darinya, bahkan membuang dan melemparnya.

Adapun berkaitan dengan masalah jenggot maka tidak diragukan lagi bahwa membiarkannya tumbuh merupakan ibadah, karena Nabi shallallahu alaihi was sallam memerintahkannya. [2]  Dan semua perkara yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu alaihi was sallam maka hal itu merupakan ibadah yang dengannya seseorang bisa mendekatkan dirinya kepada Rabbnya dengan dia melaksanakan perintah Nabi-Nya shallallahu alaihi was sallam. Bahkan ini termasuk petunjuk Nabi shallallahu alaihi was sallam dan semua saudara-saudara beliau dari kalangan para rasul. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala ketika menceritakan perkataan Harun kepada Musa:

قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي.

“Hai putera ibuku, janganlah engkau pegang jenggotku dan jangan pula kepalaku.” (QS. Thaha: 94)

Dan telah pasti riwayat dari Nabi shallallahu alaihi was sallam yang menceritakan bahwa membiarkan jenggot termasuk fithrah yang manusia ditetapkan atasnya. [3] Jadi membiarkan jenggot termasuk ibadah dan bukan termasuk kulit sebagaimana anggapan sebagian orang.

Footnote:
[1] HR. Al-Bukhary no. 8 dan Muslim no. 16.
[2] HR. Al-Bukhary no. 5892 dan Muslim no. 260.
[3] HR. Muslim no. 261.

Sumber artikel:
Fataawaa Ulama Al-Balad Al-Haram, hal. 1676

Alih bahasa: Abu Almass
Senin, 4 Sya’ban 1435 H

© 1446 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.