Benarkah Tidak Perlu Memperbanyak Membaca Kitab-kitab Manhaj

Benarkah tidak perlu memperbanyak Membaca Kitab-kitab ManhajBENARKAH TIDAK PERLU MEMPERBANYAK MEMBACA KITAB-KITAB MANHAJ

Asy-Syaikh Abu Ammar Ali Al-Hudzaify hafizhahullah

Muhammad Al-Imam ditanya pada tanggal 2 Rabi’ Tsany 1434 H ditanya dalam audio yang terekam: Bagaimana seorang penuntut ilmu menkompromikan antara membaca matan-matan ilmiyah dan syarah-syarahnya dengan membaca kitab-kitab manhaj seperti kitab-kitab Asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah dan kitab-kitab Asy-Syaikh Al-Albany rahimahullah serta ulama Ahlus Sunnah yang lainnya?

Maka Muhammad Al-Imam menjawab dengan mengatakan:

إذا أنت تطلب العلم على يد عالم، فخذ بالتوجيهات في التدرج في طلب العلم، في البدء بالأهم فالأهم، حسب ما يوجهك. فالكتب المنهجية هذه لا يحتاج إلى من الإكثار من القراءة فيها، بحيث تأخذ وقتاً كبيراً، المطلوب القراءة في الكتب التي يعني ما يتعلق بكتب العقيدة، بكتب يتعلم الواحد اللغة العربية، يتعلم مصطلح الحديث، يتعلم أصول الفقه وهكذا، بحيث تكون عنده ملكة علمية، وأسس يقوم عليها العلم الذي يريد أن ينشره، ويريد أن يظفر به. والإقبال على الكتب المنهجية هذا يكون على حسب الحاجة حسب الداعي، ولا يكثر من ذلك على حساب العلوم التي أهم من ذلك.
أيضا الشخص بحاجة إلى أن يقرأ في كتب الزهد، حتى يحصل له إصلاح لقلبه، لما كان عليه السلف، تجد كثيرا من علماء الحديث ألفوا كتباً في الزهد، وما ذلك إلا لحرصهم على إصلاح قلوبهم، فإن الإقبال على المسائل التي فيها الخلافات والجدالات هي تقسي القلب شيئاً فشيئاً، فمن طريقة علماء الحديث، ومن حرصهم وإدراكهم لأهمية هذه الأمور، أنهم لم يكونوا منشغلين بهذه الأشياء كثيرا، بل ينشغلون بالزهديات، حتى تبقى القلوب مواتية، فيها من الخشية والرغبة فيما عند الله، والإقبال على الله عز وجل، والله المستعان.ـ

“Jika engkau menuntut ilmu di bawah bimbingan seorang ulama, maka ambillah bimbingan-bimbingan dalam menuntut ilmu secara bertahap dengan cara memulai yang paling penting dan yang paling penting sesuai yang dibimbingkan kepadamu. Jadi kitab-kitab manhaj ini tidak perlu untuk memperbanyak membacanya dengan menghabiskan banyak waktu. Yang dituntut adalah membaca kitab-kitab yang berkaitan dengan aqidah, kitab-kitab yang digunakan oleh seseorang untuk mempelajari Bahasa Arab, mempelajari musthalah hadits, mempelajari ushul fiqih, dan seterusnya. Tujuannya agar dia memiliki kemampuan ilmiyah dan pondasi yang menjadi dasar pijakan bagi ilmu yang ingin dia sebarkan dan ingin dia kuasai. Sedangkan memperhatikan kitab-kitab manhaj ini sesuai kebutuhan dan sesuai faktor yang mendorongnya, dan dia jangan memperbanyaknya dengan mengorbankan ilmu-ilmu yang lebih penting darinya. Seseorang juga membutuhkan untuk membaca kitab-kitab tentang zuhud agar dia mendapatkan upaya memperbaiki hatinya sesuai dengan bimbingan Salaf. Engkau menjumpai banyak ulama hadits yang menulis kitab-kitab tentang zuhud, dan tidaklah hal itu mereka lakukan kecuali semangat mereka untuk memperbaiki hati mereka. Jadi sesungguhnya memperhatikan masalah-masalah yang mengandung berbagai perselisihan dan perdebatan itulah yang akan mengeraskan hati sedikit demi sedikit. Karena itulah termasuk jalan yang ditempuh oleh ulama hadits dan termasuk bentuk semangat mereka dan mengertinya mereka terhadap pentingnya perkara-perkara ini, maka mereka tidak banyak menyibukkan diri dengan hal-hal ini (kitab-kitab manhaj atau rudud –pent), tetapi mereka menyibukkan diri dengan perkara-perkara yang berkaitan dengan zuhud agar hati tetap dalam keadaan kondusif yang padanya senantiasa dipenuhi oleh rasa takut dan berharap kepada apa yang ada di sisi Allah serta konsentrasi dalam menghadap Allah Azza wa Jalla. Hanya kepada Allah saja kita memohon pertolongan.”

Tanggapan:

Pertama: Pembicaraan tentang masalah-masalah manhaj termasuk bagian agama, dan kitab-kitab yang berkaitan dengan masalah-masalah ini termasuk kitab-kitab ilmu. Maka seandainya engkau mengatakan: “Kitab-kitab manhaj diberikan waktu untuknya sebagaimana bidang-bidang ilmu yang lain.” Tentu ucapan seperti ini akan lebih baik.

Kedua: Di sana ada orang yang banyak membaca kitab-kitab aqidah dengan mengorbankan bidang-bidang ilmu yang lain, di sana ada orang yang banyak membaca kitab-kitab nahwu dengan mengorbankan bidang-bidang ilmu yang lain, dan di sana ada orang yang banyak membaca kitab-kitab syair dengan mengorbankan bidang-bidang ilmu yang lain, maka kenapa engkau hanya mengkhususkan menyebutkan kitab-kitab manhaj saja tanpa menyebutkan kitab-kitab yang lain?! Dan ucapan ini kita gabungkan dengan ucapan-ucapanmu yang lain, seperti: “Pintu jarh wa ta’dil merupakan pintu keburukan.” Pada kali yang lain engkau mengatakan: “Para imam jarh wa ta’dil jumlahnya sedikit, dan mayoritas ulama lebih mengutamakan keselamatan dan tidak masuk ke dalam pintu ini.” Di lain waktu engkau mengatakan: “Jarh wa ta’dil merupakan jalan yang susah didaki.” Dan engkau juga pernah mengatakan: “Janganlah kalian memperbanyak membaca kitab-kitab manhaj!” Maka apakah rahasia dari upaya membuat lari semacam ini?!

Ketiga: Masalah-masalah syari’at yang padanya terdapat perbedaan pendapat tidaklah mengeraskan hati, sama saja apakah dia memaksudkan dengan bantahan-bantahan Ahlus Sunnah terhadap orang-orang yang menyelisihi kebenaran dalam bab aqidah dan tauhid, atau pada masalah-masalah fiqih dalam fiqih perbandingan, bahkan hal itu akan membuat hati bersemangat dan menguatkan cita-cita (untuk mengetahui mana yang benar dan lebih mendalam –pent), terlebih lagi bagi seorang penuntut ilmu. Jadi tidak perlu dengan ungkapan-ungkapan semacam ini!!

Keempat: Anggaplah kita terima bahwa ada salah seorang yang mencintai dakwah As-Sunnah padanya tidak ada kecenderungan untuk meluas dalam menuntut ilmu dan dia tidak memiliki semangat atau cita-cita yang tinggi terhadapnya, tetapi dia telah mengambil ilmu yang sifatnya wajib ain, namun dia senang untuk membaca kitab-kitab manhaj di waktu longgar, apakah engkau memiliki dalil untuk melarangnya dari hal tersebut?!

Kita telah melihat ada seseorang yang mencurahkan waktunya secara penuh untuk membaca kitab-kitab syair atau adab atau selainnya, namun kita tidak melihat ada celaan semacam ini terhadapnya?!

Jadi tinggalkan sikap membesar-besarkan masalah dan celaan semacam ini!

Sungguh telah ada sekian banyak pemuda yang mendengarkan ceramah Khalid Ar-Rasyid dan Ali Al-Qarny serta orang-orang yang semisal dengan keduanya yang itu tidak dilakukan terhadap para ulama kita yang mulia dari Kibarul Ulama, maka apakah para pengikut mereka juga mau tinggal diam dan hilang semangatnya untuk berusaha melarikan manusia dari mendengarkan perkataan para ulama kita dengan segala cara?! [1]

Asy-Syaikh Al-Allamah Rabi’ bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah berkata: “Tuntutlah ilmu, bersungguh-sungguhlah dalam menuntut ilmu, dan kerahkan segenap kemampuan kalian dalam menuntut ilmu! Dan termasuk yang akan membantu kalian dalam memahami ilmu yang benar adalah kitab-kitab rudud (bantahan), karena sesungguhnya itu merupakan bagian yang sangat penting dari menuntut ilmu. Dan orang yang tidak mengerti kitab-kitab rudud, walaupun dia menghafal sekian banyak ilmu maka sesungguhnya dia –baarakallahu fiik– berada pada tempat yang rawan goncang.”

Beliau hafizhahullah juga berkata: “Jadi kitab-kitab rudud penuh dengan ilmu, dan kalian tidak akan menjumpai ilmu yang hidup dan bercahaya terang yang mampu membedakan dengan jelas antara kebenaran dengan kebathilan kecuali pada kitab-kitab rudud.

Dan demi Allah, Al-Qur’an membantah orang-orang kafir, orang-orang sesat, orang-orang munafiq, Yahudi, dan Nashara, dan tidak membiarkan kesesatan kecuali membantahnya, menghancurkannya, dan menjelaskan kesesatannya. As-Sunnah juga demikian, dan manhaj Salaf juga. Kitab-kitab aqidah dan kitab jarh wa ta’dil penuh dengan kritikan dan bantahan terhadap para pengusung kebathilan, karena kebenaran dan kebathilan tidak akan nampak jelas perbedaannya kecuali dengan kritikan dan bantahan-bantahan semacam ini.” [2]

Beliau hafizhahullah juga mengatakan: “Peperangan terhadap bantahan-bantahan Ahlus Sunnah di masa ini dimulai oleh Al-Ikhwan Al-Muslimun yang suka menyebarkan ucapan-ucapan bathil, keyakinan-keyakian yang rusak, kitab-kitab yang menyesatkan, dan celaan-celaan yang zhalim terhadap Ahlus Sunnah.

Jadi tatkala sebagian Ahlus Sunnah bangkit untuk membantah berbagai kebathilan dan makar mereka, maka Al-Ikhwan Al-Muslimun pun menanamkan pada pikiran manusia berupa celaan terhadap orang-orang yang suka membantah dan kitab-kitab bantahan. Dan termasuk yang sangat disayangkan sekali adalah dengan kita melihat sebagian Ahlus Sunnah suka mendengung-dengungkan apa yang ditanamkan oleh Al-Ikhwan Al-Muslimun berupa celaan terhadap kitab-kitab bantahan dan pengingkaran kepada bantahan-bantahan terhadap ahli bid’ah dan para pengusung fitnah dan kesesatan.” [3]

Dan Asy-Syaikh Al-Allamah Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah ditanya: Semoga Allah senantiasa melimpahkan kebaikan-Nya kepada Anda, sebagian orang ada yang mengatakan bahwa membantah ahlul ahwa’ dan ahli bid’ah hanya menyia-nyiakan waktu dan tidak bermanfaat bagi orang-orang awam, apakah pernyataan ini benar?

Maka beliau menjawab: “Masak menyia-menyiakan waktu?! Justru orang yang mengatakan ucapan ini dialah yang tidak ada gunanya. Adapun menjelaskan kebenaran maka hal itu merupakan upaya mengembalikan kepada kebenaran dan menyatukan umat di atas kebenaran.” [4]

Beliau juga ditanya: Semoga Allah memberi pahala kepada Anda, apa pendapat Anda terhadap orang yang mengatakan bahwa kitab-kitab rudud akan membuat hati menjadi keras?

Maka beliau hafizhahullah menjawab: “Tidak, justru meninggalkan rudud itulah yang akan membuat hati menjadi keras, karena manusia hidup di atas kesalahan dan kesesatan sehingga hati mereka menjadi keras. Adapun jika kebenaran dijelaskan dan kebathilan dibantah maka ini termasuk yang akan melembutkan hati tanpa diragukan lagi.” [5]

Asy-Syaikh Al-Allamah Zaid bin Muhammad Al-Madkhaly rahimahullah ditanya: Seorang penanya dari Emirat mengatakan: “Apa nasehat Anda wahai Syaikh bagi para pemula yang menyibukkan diri dengan penjelasan para ulama berupa bantahan-bantahan dan ucapan-ucapan (yang sesat), padahal dia tidak mengerti walaupun sekedar fiqih thaharah dan yang lainnya?

Maka beliau rahimahullah menjawab: “Nasehat saya untuknya adalah hendaknya dia mendalami ilmu agama dalam akidahnya dan dalam semua syiar ibadah, pada akhlaknya dan manhajnya yang dia tempuh juga. Yang termasuk darinya adalah kitab-kitab bantahan yang dengannya para Salaf yang shalih dan orang-orang yang meneladani mereka membantah ahlul ahwa dan ahli bid’ah, dan alangkah banyaknya kitab-kitab bantahan tersebut pada setiap zaman dan tempat.

Jadi tidak boleh bagi seorang pun untuk bertameng dengan sedikitnya fiqih dalam masalah thaharah atau shalat untuk melarang manusia dari mendengarkan kitab-kitab rudud, dari menulisnya, mengambil faedah darinya serta dari membacanya. Karena sesungguhnya agama ini sempurna, jadi sebagaimana wajib atas kita untuk mempelajari aqidah dan semua syiar ibadah, maka kita juga mempelajari manhaj ilmiyah dan As-Sunnah untuk kita amalkan serta mengenal apa yang menjadi musuhnya agar kita bisa menjauhinya, yaitu bid’ah.

Jadi inilah yang sepantasnya dilakukan, sehingga tidak boleh bagi seseorang untuk mengatakan kepada manusia: “Tinggalkan bantahan-bantahan ini, tinggalkan ini dan itu, dan lakukan saja demikian!” Orang semacam ini dia berbicara tanpa ilmu karena dia tidak mengenal keburukan sehingga terjatuh kepadanya. Padahal bantahan-bantahan itu menjelaskan jalan kebaikan dan jalan keburukan. Maka hendaknya dia mendengar kaset dan membaca kitab serta mendengar ceramah ulama pada semua bidang agama, yaitu aqidah, syari’at, sunnah, dan manhaj. Dan tidaklah para ahli bid’ah sejak zaman dahulu dari masa Shahabat hingga hari ini kecuali melalui kitab-kitab yang membantah mereka.

Jadi seandainya tidak ada kitab-kitab bantahan di berbagai zaman dan tempat, tentu manusia tidak akan mengetahui para ahli bid’ah dan tidak akan mampu mentahdzir seorang mubtadi’. Dan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membantah memiliki perjanjian dan ikatan dengan Allah agar mereka tidak mengatakan kecuali kebenaran, dan mereka jangan mempedulikan siapa saja yang mereka tidak memiliki bukti dan pengetahuan dari tulisan atau filenya atau kasetnya atau kitabnya untuk membantahnya. Ini merupakan cara membantah, dan tanpa semua itu maka tidak boleh bagi seorang pun untuk membantah hanya berdasarkan dugaan dan tuduhan dusta yang tidak ada hakekatnya.” [6]

Ditulis oleh:
Abu Ammar Ali Al-Hudzaify hafizhahullah
22 Shafar 1436 H

Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=149246

Catatan kaki:

[1] Setelah saya menyelesaikan tanggapan terhadap ucapan Muhammad Al-Imam di atas, saya menjumpai perkataan saudara kami Asy-Syaikh Nazzar bin Hasyim Al-Abbas yang juga menanggapi ucapan Muhammad Al-Imam tersebut. Tanggapan beliau sangat bagus sekali, semoga Allah membalas beliau dengan kebaikan.

Dan saya jumpai beliau telah menukil berbagai nukilan yang bagus dari para ulama, jadi saya hanya menukilnya dari beliau, dan keutamaan tersebut bagi beliau setelah dari Allah Ta’ala.

[2] Kaset yang berjudul “Asabaabul Inhiraaf wa Washaayaa fil Manhaj.”

[3] Bayaan Maa Fii Nashihati Ibrahim Ar-Ruhaily minal Khalal wal Ikhlal.

[4] Ceramah berjudul “As-Salafiyyah Haqiiqatuhaa wa Simaatuhaa.”

[5] Fatwa audio dari web beliau hafizhahullah.

[6] Perjumpaan Asy-Syaikh Ahmad An-Najmy dan Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhaly di Madinah tahun 1427 H.

© 1446 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.
Enable Notifications OK No thanks