BENARKAH SEORANG ULAMA YANG TERJATUH PADA BID’AH TIDAK BOLEH DIVONIS SEBAGAI MUBTADI’
[ Pertanyaan Kesebelas ]
Asy-Syaikh Ahmad bin Umar Bazmul hafizhahullah
Penanya: Kami ingin mengetahui dengan jelas tentang masalah bahwa seseorang (yang terjatuh pada sebuah kebid’ahan –pent) jika dia telah sampai tingkatan ulama maka dia tidak boleh divonis sebagai mubtadi’, apakah tidak bolehnya dia divonis sebagai mubatdi’ tersebut disyaratkan orang tersebut harus seorang ulama, padahal hujjah telah tegak atasnya, berbeda keadaannya dengan orang yang bodoh, ataukah hal tersebut disyaratkan dengan diketahui apakah ulama tersebut jujur dan menginginkan kebenaran ataukah tidak?
Asy-Syaikh:
Masalah memvonis seseorang yang terjatuh pada sebuah kebid’ahan sebagai mubtadi’; jika kebenaran telah nampak baginya namun dia terus-menerus menyelisihinya, maka para ulama akan memvonisnya sebagai mubtadi’ setelah menasehatinya. Ini gambaran pertama.
Gambaran kedua: seseorang dari Ahlus Sunnah yang terjatuh pada sebuah kebid’ahan, jika dia telah meninggal maka dijelaskan bahwa ucapan yang pernah dia katakan itu bathil, hanya saja dia masih termasuk Ahlus Sunnah. Dia salah dalam masalah ini, tetapi tidak divonis sebagai mubtadi’.
Adapun jika dia masih hidup, maka dinasehati dan dijelaskan kesalahannya. Jika dia benar-benar seorang salafy, dia akan segera rujuk kepada kebenaran dengan izin Allah Azza wa Jalla.
Adapun perkataan bahwa “seorang ulama tidak boleh divonis sebagai mubtadi” maka ini merupakan ucapan yang salah. Karena sesungguhnya jika kita memperhatikan perbuatan Salaf, maka sungguh mereka telah memvonis banyak dari orang-orang yang dianggap berilmu sebagai mubtadi’, bahkan terhadap orang-orang yang termasuk menonjol ilmunya di masanya. Jadi mereka telah memvonis mubtadi’ sekelompok orang-orang yang dikenal memiliki ilmu jika mereka terjatuh pada kebid’ahan setelah menasehatinya. Jadi mereka yang menyatakan bahwa seorang ulama yang terjatuh pada kebid’ahan tidak boleh divonis sebagai mubtadi’, tidak diragukan lagi mereka ini telah membawa manhaj yang baru. Maka kita katakan kepada mereka: “Apa dalil yang berasal dari manhaj Salaf bagi ucapan tersebut?!” Bahkan manhaj Salaf menyelisihi ucapan kalian ini. Wallahu a’lam.
Sumber artikel: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=108091
Alih bahasa: Abu Almass
Ahad, 5 Rajab 1435 H