BANTAHAN TERHADAP ASY-SYAIKH SHALIH SUHAIMY (BAGIAN 6)
Asy-Syaikh Abu Ammar Ali bin Husain asy-Syarafy al-Hudzaify hafizhahullah
POIN KELIMA
Asy-Syaikh as-Suhaimy mengatakan, “Hakekat sebenarnya bahwa ini manhaj hizbi yang sempit yang mengakibatkan perpecahan dan bergolong-golongan serta perselisihan diantara orang-orang yang satu manhaj, bahkan berakibat sebagian orang-orang yang baru belajar berani tampil sebelum waktunya, sampai-sampai orang yang baru masuk Islam, ingin menjadi hakim diantara Masayikh dan para penuntut ilmu Salafiyyun.” [7]
Saya katakan: Ini adalah vonis-vonis yang zhalim, kasar, dan keras, yang muncul dari asy-Syaikh as-Suhaimy.
Apakah orang-orang yang mulia layak untuk dituduh dengan hizbiyyah yang sempit, disifati sebagai orang-orang yang baru belajar, dan direndahkan sebagai orang-orang yang baru masuk Islam, hanya gara-gara mereka suka menanyakan keadaan para dai dengan tujuan agar mereka mengetahui dari siapa mereka akan mengambil ilmu agama mereka?!
Duhai kiranya asy-Syaikh as-Suhaimy bersikap lembut terhadap orang-orang yang mulia itu. Wahai Ahlus Sunnah, tidakkah kalian bersikap lembut kepada sesama Ahlus Sunnah?!
Adapun pensifatan yang dilemparkan oleh asy-Syaikh as-Suhaimy -semoga Allah memaafkan beliau- terhadap sebagian mereka bahwa mereka baru masuk Islam, maka itu sifat yang tidak merugikan, itu justru merupakan keutamaan Allah yang dia karuniakan kepada siapa yang Dia kehendaki.
Jadi ada orang yang Allah beri hidayah kepada Islam, lalu dia mendapatkan hidayah kepada manhaj Salaf hanya dalam waktu yang singkat, sementara selainnya ada yang tidak mendapatkan hidayah kepada manhaj Salaf sekian tahun lamanya.
Maka tidak merugikan mereka keadaan mereka yang baru masuk Islam, selama dia bertindak dalam batas-batas fatwa-fatwa para ulama yang diakui kelurusan aqidah dan bersihnya manhaj mereka.
Saya tidak mengetahui dari mana asy-Syaikh as-Suhaimy menyimpulkan bahwa orang yang menanyakan keadaan para dai -di masa yang padanya banyak dai-dai jahat- berarti dia telah memposisikan dirinya sebagai hakim yang mengadili para Masayikh dan para penuntut ilmu?!
Jadi harusnya dibedakan apakah mereka benar-benar memposisikan diri mereka sebagai hakim atau mereka hanya sekedar mengambil vonis dari para ulama.
Maka apa maslahatnya dari merubah hakekat yang sebenarnya ini?!
***
? Catatan Kaki:
[7] Tanbih Dzawil Afham, hlm. 17
—
Sumber artikel: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=159780
Bersambung In Syaa Allah ..