BAGAIMANA MENYIKAPI KHATIB AWAM YANG SUKA MENCELA PARA ULAMA
[ Pertanyaan Ketujuh ]
Asy-Syaikh Ahmad bin Umar Bazmul hafizhahullah
Penanya: Ini adalah pertanyaan tentang masalah yang muncul diantara para pemuda, walaupun banyak para pemuda dari kedua belah pihak adalah orang-orang yang baik dan mereka menginginkan kebenaran, namun kami tetap membutuhkan penjelasan mana yang benar agar jelas dan keakraban diantara para pemuda kembali seperti semula.
Kasusnya adalah ada seorang khatib Jum’at yang bodoh, suka ngawur dan mencampur aduk dalam menghukumi permasalahan dan suka mencela para ulama, maka sebagian pemuda ada yang mentahdzirnya dan mengatakan: “Dia ini bodoh dan suka mencela para ulama.” Namun sebagian pemuda yang lain ada yang emosi dan tidak menerimanya seraya membantah: “Dia ini orang awam yang memiliki kebaikan, dia bukan seorang penuntut ilmu sehingga tidak bisa kita vonis sebagai mubtadi’ atau kita tahdzir, dan memang tidak sepantasnya untuk mentahdzirnya.” Lalu mereka pun mentahdzir para pemuda lain yang mentahdzirnya dengan menganggap mereka sebagai orang-orang yang keras yang mana hal itu termasuk yang menyebabkan perpecahan diantara para pemuda itu. Jadi mereka membela khatib yang bodoh tersebut seakan-akan dia adalah seorang shahabat, sebaliknya siapa saja yang mencelanya maka dia dijatuhkan dan dianggap sebagai orang yang keras, karena menurut mereka yang tepat adalah mengatakan bahwa khatib tersebut adalah orang yang bodoh?
Jawaban:
Pertanyaan ini aneh bin ajaib dan menunjukkan sejauh mana lemahnya keilmuan para pemuda itu:
Pertama: Pertanyaan ini –sebagaimana dikatakan– memiliki jawaban, jika kita semua sepakat bahwa khatib tersebut adalah orang yang bodoh, maka orang semacamnya jelas tidak pantas untuk diambil ilmunya dan tidak pantas orang seperti dia dijadukan rujukan, dia hanya boleh berbicara ketika menyampaikan nasehat sebatas yang dia mampu saja dan pada sebagian hukum yang telah dia pelajari saja. Maka jika di samping kebodohannya dia suka mencela para ulama, tidak diragukan lagi bertambahlah kebodohannya dengan kebodohan yang lain yang berlipat ganda, bahkan lebih buruk karena dia suka mencela para ulama, karena sesungguhnya termasuk cirri-ciri ahli bid’ah adalah suka mencela para ulama. Jadi orang yang semacam ini jika dia mencela para ulama lalu dia diingatkan namun tetap ngeyel, maka dia harus dijauhi dan ditinggalkan (dihajr). Bahkan menurut bimbingan Salaf, orang yang semacam dia ini bisa saja divonis sebagai mubtadi’ dan tidak boleh duduk bersamanya serta tidak boleh mendengar ucapannya, apalagi dengan para pemuda bolak-balik mendatanginya!
Ini merupakan kesalahan tanpa diragukan lagi. Jadi terhadap orang semacam ini sikap kalian wajib untuk bersatu dengan meyakini bahwa dia tidak pantas untuk berdakwah, bahkan dia sangat membahayakan. Karena kalau dia sudah berani dengan lancang mencela para ulama, maka celaan terhadap para ulama yang mereka merupakan pewaris para nabi, tidak diragukan lagi hal itu sangat jelas menunjukkan penyimpangan yang sangat berbahaya pada orang tersebut. Ini perkara kedua.
Perkara ketiga: Para pemuda Salafiyun itu ketika mereka mengatakan bahwa khatib tersebut adalah orang awam yang memiliki kebaikan, maka kita katakan kepada mereka: jika seseorang memiliki ilmu namun dia suka mencela para ulama, maka kita tetap akan metahdzirnya. Maka jika dia adalah orang yang bodoh namun suka mencela para ulama, tentunya dia lebih pantas lagi untuk ditahdzir setelah menasehatinya.
Perkara terakhir yang ingin saya ingatkan: kita menjumpai sebagian pemuda Salafiyun –sangat disayangkan– mereka tidak mau merujuk kepada para ulama dan mengambil bimbingan mereka, yang engkau jumpai adalah salah seorang dari mereka jika merasa dirinya telah mengikuti manhaj Salaf, dia mengandalkan pikirannya dan ijtihadnya sendiri serta berani menilai bahwa perkara ini baik sedangkan yang ini tidak baik!
Maka menyikapi kasus semacam ini kita katakan kepadanya: Perkataan yang engkau katakan ini: “Si fulan adalah khatib awam yang memiliki kebaikan.” Apakah engkau mengatakannya berdasarkan ilmu dan pengetahuan, ataukah hanya semata-mata ijtihad dari dirimu sendiri?!
Jika hal itu berdasarkan ilmu maka tunjukkan buktinya kepada kami! Dan fatktanya tidak ada buktinya.
Namun jika hal itu hanya ijtihad dari dirimu sendiri, maka wajib untuk engkau ketahui bahwa engkau telah salah! Karena yang wajib dalam permasalahan semacam ini adalah dengan engkau merujuk kepada para ulama dan bertanya kepada mereka dengan mengatakan: “Bagaimana sikap yang benar terhadap seorang khatib yang bodoh namun dia suka mencela para ulama?”
Maka tidak diragukan lagi para ulama akan mengatakan kepadamu: “Engkau wajib mewaspadainya dan mentahdzirnya setelah menasehatinya jika hal itu memungkinkan bagi dirimu. Namun jika engkau tidak memungkinkan bagimu untuk menasehatinya, maka tahdzirlah dia dan tidak ada kemuliaan bagi orang semacam dia!”
Maka saya katakan sebagai kesimpulan: wajib bagi para pemuda Salafiyun untuk bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dalam urusan manhaj dan jangan menggunakan pendapatnya dan pemikirannya sendiri dalam masalah-masalah manhaj dengan menyatakan ini baik dan ini buruk, sebagaimana yang kita lihat dari pertanyaan sebelumnya di mana sebagian mereka ada yang menyatakan bahwa: “Engkau wajib untuk menasehati sebelum engkau mengingkari dengan terang-terangan!” Siapa yang telah mengatakan hal semacam ini kepadamu?! Apa dalilnya?! Apakah Salaf ada yang pernah mengatakan semacam ini?! Apakah para ulama ada yang pernah mengatakannya?!
Oleh karena itulah wajib atas kita untuk bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dalam urusan manhaj Salafus Shalih serta pada masalah-masalah ilmu yang lainnya.
Penanya: Wahai Syaikh, anggaplah para pemuda tersebut ada yang sedikit berlebihan dalam bersikap, apakah hal ini boleh menjadikan kita berselisih dan berpecah hanya gara-gara seseorang yang awam?
Asy-Syaikh:
Kami katakan: jika dipastikan bahwa sebagian pemuda Salafiyun ada yang telah bersikap terlalu keras terhadap khatib yang awam yang suka mencela para ulama tersebut, maka kami katakan kepada pihak lain yang mengingkari para pemuda Salafiyun tersebut: “Kalian bersikap demikian lembutnya terhadap orang yang bodoh yang suka mencela para ulama tersebut, maka kenapa kalian tidak bersikap lembut terhadap saudara-saudara kalian Salafiyun yang terkadang ucapan dan sikap mereka keras terhadap orang yang bodoh tersebut?! Jadi bersikaplah juga dengan kelembutan terhadap mereka, nasehatilah mereka, dan tunjukkanlah mereka kepada kebaikan! Jadi para pemuda Salafiyun yang kalian anggap keras itu lebih layak untuk disikapi dengan lembut dibandingkan khatib awam yang bodoh dan suka mencela ulama tersebut!
Sumber artikel: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=108091
Alih bahasa: Abu Almass
Rabu, 1 Rajab 1435 H