BAGAIMANA MENGHADAPI ORANG TUA YANG MENOLAK ANAK PEREMPUANNYA BERCADAR
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan: Pendengar yang berinisial (ا س) Ummu Juwairiyah dari Kuwait diantara pertanyaannya kepada Fadhilatus Syaikh adalah dengan mengatakan bahwa dia adalah seorang gadis yang bercadar –dan dia memuji Allah atas perkara tersebut– dia mengatakan: “Hanya saja ibu saya tidak mau pergi bersama saya untuk mengunjungi keluarga dan kerabat, karena beliau menganggap bahwa saya merupakan sumber masalah yang memberatkan beliau dan beliau tidak ridha dengan tindakan saya memakai cadar dan tidak mau berjabat tangan dengan pria yang bukan mahram serta perkara-perkara lain yang harus dipegangi dengan kuat. Maka bagaimana saya menyikapi ibu saya dan bagaimana bimbingan Anda? Semoga Allah memberi Anda pahala.”
Jawaban: Jawaban terhadap perkara ini dari dua sisi:
Pertama: Berkaitan dengan ibumu maka sesungguhnya saya menasehatinya agar meninggalkan perkara ini, yaitu menyulitkan dirimu dengan sebab engkau berpegang teguh dengan syari’at. Dan saya katakan kepadanya bahwasanya yang wajib atasnya adalah bersemangat membantumu untuk melakukan kebaikan dan ketakwaan, dan hendaknya dia memuji Allah Azza wa Jalla karena Dia telah menjadikan sebagian keturunannya ada yang shalih. Dan setiap orang tanpa diragukan lagi akan merasa senang jika anak-anaknya menjadi orang-orang yang shalih, baik anak-anak laki-laki maupun anak-anak perempuan. Seorang anak yang shalih apakah dia laki-laki atau perempuan, dialah yang akan bermanfaat bagi orang tuanya setelah dia meninggal.
Hal itu berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ.
“Jika seorang hamba meninggal maka terputuslah amalnya kecuali dari 3 hal: shadaqah jariyah (yang manfaatnya masih berlangsung –pent), ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kebaikan untuknya.” (HR. Muslim no. 1631 –pent)
Dan tidak halal baginya selama-lamanya untuk menyulitkan dirimu untuk melakukan perkara yang ma’ruf dan meninggalkan kemungkaran.
Kedua: Berkaitan dengan dirimu, maka hendaknya engkau tetap berpegang teguh dengan batasan-batasan Allah yang Dia tetapkan dan engkau jangan mempedulikan siapa pun. Tidak ibumu dan tidak pula selainnya. Jika engkau melakukan hal-hal yang membuat Allah ridha, maka jangan pedulikan kemarahan semua manusia kepadamu, walaupun ibumu. Dan barangsiapa marah kepadamu karena engkau mentaati Allah, maka silahkan dia marah dan jangan engkau pedulikan sama sekali. Adapun sikap ibumu yang merasa keberatan untuk pergi bersamamu, maka itu menunjukkan sedikitnya bashirah (ilmu) dia. Karena sesungguhnya pada cadar dan ketidakmauan untuk berjabatan tangan dengan pria yang bukan mahram sama sekali tidak ada sesuatu yang memberatkan. Bahkan hal itu termasuk nikmat Allah yang sepantasnya seseorang untuk merasa gembira dengannya serta memuji Allah yang telah menolongnya untuk melakukannya, karena sesungguhnya hal itu termasuk ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla.
Sumber artikel: http://youtu.be/sbUD99anSNI
Download Audio Disin
Selasa, 1 Dzulqa’dah 1435 H