APAKAH SIKAP MENENTANG PADA SELAIN MASALAH AQIDAH BISA MENJATUHKAN SESEORANG?
Pertanyaan Ketiga
Asy-Syaikh Ahmad bin Umar Bazmul hafizhahullah
Penanya: Apakah sikap menentang memberikan pengaruh dengan menjatuhkan seseorang walaupun bukan pada perkara yang berkaitan dengan aqidah dan prinsip, jika nampak jelas sikap menentang tersebut dengan berbagai indikasi?
Asy-Syaikh:
Salaf –ridhwanullahi alaihim– dahulu mereka tidak membedakan masalah-masalah ilmu antara masalah perkara aqidah dengan perkara fikih yang sifatnya cabang, jika nampak jelas dari orang yang menyelisihi kebenaran sikap menentang dan terus-menerus dalam kebathilan. Dan tidak ada dalil yang lebih jelas yang menunjukkan hal ini dari firman Allah Azza wa Jalla:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ.
“Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintahnya (Rasulullah shallallahu alaihi was sallam) takut akan ditimpa fitnah atau adzab yang pedih.” (QS. An-Nuur: 63)
Jadi semata-mata menyelisihi sebuah perintah Nabi shallallahu alaihi was sallam terkadang menyeret seseorang untuk tertimpa fitnah pada agamanya atau tertimpa adzab yang pedih. Al-Imam Ahmad mengatakan: “Tahukah engkau apa yang dimaksud dengan fitnah tersebut? Fitnah adalah kesyirikan.” Maksudnya: seseorang akan terus menyimpang dari kebenaran hingga dikhawatirkan akan menyimpang dari Islam.
Jadi seorang yang menentang jika nampak darinya sikap menyelisihi kebenaran dan terus-menerus menyelisihi kebenaran, maka dia dijatuhkan keadilannya, dicela dan terkadang dihajr (diboikot). Sikap semacam inilah yang dipastikan keshahihannya dari sekelompok Salaf, seperti hajr yang dilakukan oleh Abdullah bin Al-Mughaffal radhiyallahu anhu terhadap anaknya sendiri pada masalah mengetapel hewan buruan (lihat: Shahih Muslim no. 1954 –pent) serta para shahabat yang lain ridhwanullahi alaihim.
Mereka menghajr anak-anaknya hanya semata-mata karena menyelisihi hadits, bukan karena menentang, hanya menyelisihinya saja. Mereka menghajrnya dan tidak mau mengajaknya berbicara dalam rangka membela Sunnah Nabi shallallahu alaihi was sallam. Maka bagaimana pendapat kita dengan seseorang yang menentang kebenaran, menampakkan penentangan dan terus-menerus melakukannya. Tidak diragukan lagi bahwa orang semacam ini perlu ditahdzir, walaupun bukan pada masalah-masalah aqidah. Karena penilaiannya ditujukan kepada sikapnya terhadap masalah-masalah agama dan bagaimana dia menyikapinya.
Sumber artikel: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=108091
* Alih bahasa: Abu Almass
Jum’at, 25 Jumaadats Tsaniyah 1435 H