APA YANG DILAKUKAN AGAR TETAP TEGAR DAN KOKOH DI ATAS MANHAJ SALAF SHALIH
Fatwa asy-Syaikh Shalih al-Fauzan –hafizhahullahu Ta’ala–
Fatwa asy-Syaikh Shalih al-Fauzan –hafizhahullahu Ta’ala–
| | |
Pertanyaan: Apa kaidah-kaidah syariat yang perlu diperhatikan oleh seorang muslim agar dia tegar dan kokoh dalam menjalani manhaj salaf shalih, tidak terjatuh pada penyelewengan, serta tidak dipengaruhi oleh manhaj-manhaj susupan yang menyimpang?
Jawaban:
Kaidah-kaidah syariat tersebut bisa difahami dari kumpulan apa yang telah dibicarakan, hal ini dengan menempuh hal-hal berikut ini:
1. Setiap insan kembali kepada ahli ilmu dan bashirah. Mengambil ilmu serta bermusyawarah dengan mereka dalam menghadapi segala perkara yang bergejolak pada fikirannya sehingga dia mengambil masukan dari ide-ide mereka.
2. Pelan-pelan dalam segala hal, tidak tergesa-gesa, dan tidak lancang dalam menghukumi seseorang, bahkan wajib baginya untuk meneliti.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan kalian itu.” [Q.S. al-Hujurat: 6]
Allah juga berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ كَذَلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kalian mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepada kalian: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kalian membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kalian dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kalian, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ [Q.S. an-Nisa: 94]
Makna ‘tabayyanu’ adalah telitilah berita yang sampai kepada kalian.
3. Lalu jika hal itu benar, wajib bagi kalian untuk mengatasi masalah tersebut dengan langkah-langkah yang akan menghasilkan ishlah (perbaikan), bukan dengan cara-cara kekerasan dan brutal.
3. Lalu jika hal itu benar, wajib bagi kalian untuk mengatasi masalah tersebut dengan langkah-langkah yang akan menghasilkan ishlah (perbaikan), bukan dengan cara-cara kekerasan dan brutal.
Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam– bersabda,
بشروا ولاتنفروا
“Berilah kabar gembira dan jangan bikin lari.” [H.R. al-Bukhari dari shahabat Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu–]
Beliau juga bersabda,
إنما يعثتم مبشرين لا منفرين
“Sesungguhnya kalian diutus hanya sebagai pemberi kabar gembira bukan membikin lari manusia.”
Beliau berkata kepada sebagian shahabatnya yang mulia,
إن منكم لمنفرين فمن أم الناس فليخفف فإن وراءه الضعيف وذا الحاجة
“Sesungguhnya di antara kalian ada yang membikin manusia lari. Barang siapa mengimami manusia, hendaklah ia meringankan (shalatnya), sesungguhnya di belakangnya ada orang yang lemah dan punya hajat.” [H.R. al-Bukhari dari shahabat Abu Mas’ud al-Anshari –radhiyallahu ‘anhu–]
Apa pun keadaannya, segala urusan harus ditangani dengan penuh hikmah dan ekstra hati-hati. Tidak setiap orang boleh masuk pada perkara yang tidak layak baginya untuk turut campur.
4. Demikian juga, di antara ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan adalah hendaklah setiap orang berbekal dengan ilmu yang bermanfaat dengan duduk di majelis ahli ilmu, mendengarkan wejangan-wejangan mereka, membaca kitab-kitab salafush shalih dan kisah perjalanan mushlihin (orang-orang yang melakukan perbaikan, pen) dari kalangan salafush shalih dan para ulama. Bagaimana mereka menyelesaikan berbagai perkara, bagaimana mereka menasehati umat manusia, bagaimana mereka memerintahkan yang makruf dan melarang yang mungkar, serta bagaimana mereka menghukumi berbagai hal problema. Semua ini dibukukan pada kitab sejarah, biografi, dan berita-berita mereka, serta kisah-kisah mereka yang telah berlalu dari kalangan ahli kebaikan, keshalihan, dan jujur.
4. Demikian juga, di antara ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan adalah hendaklah setiap orang berbekal dengan ilmu yang bermanfaat dengan duduk di majelis ahli ilmu, mendengarkan wejangan-wejangan mereka, membaca kitab-kitab salafush shalih dan kisah perjalanan mushlihin (orang-orang yang melakukan perbaikan, pen) dari kalangan salafush shalih dan para ulama. Bagaimana mereka menyelesaikan berbagai perkara, bagaimana mereka menasehati umat manusia, bagaimana mereka memerintahkan yang makruf dan melarang yang mungkar, serta bagaimana mereka menghukumi berbagai hal problema. Semua ini dibukukan pada kitab sejarah, biografi, dan berita-berita mereka, serta kisah-kisah mereka yang telah berlalu dari kalangan ahli kebaikan, keshalihan, dan jujur.
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” [Q.S. Yusuf: 111]
Setiap insan merupakan satu bagian dari umat ini. Sementara umat ini merupakan himpunan kaum muslimin dari awal muncul Islam hingga tegak kiamat. Inilah adalah komunitas umat ini. Setiap muslim merujuk kisah perjalanan dan berita-berita salafush shalih, bagaimana mereka mengatasi permasalahan-permasalahan, serta bimbingan mereka dalam hal tersebut. Sehingga dia berjalan di atas jalan mereka dan tidak memandang ucapan-ucapan orang-orang yang ceroboh serta kabar orang-orang jahil yang membakar semangat manusia tanpa ilmu.
Sekian banyak buku kecil, muhadharah, dan konsep-konsep saat ini muncul dari kalangan orang-orang yang jahil ilmu syar’i. Memprovokasi dan memerintahkan manusia perkara yang tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Walaupun ini didasari oleh tujuan dan niatan yang bagus, namun yang menjadi tolak ukur bukan sekedar tujuan dan niatan. Patokannya adalah kebenaran. Kebenaran itu adalah apa yang sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah dengan faham salafush shalih. Adapun manusia, selain Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam–, terkadang benar dan terkadang salah, perkara yang benar diterima dan perkara yang salah ditinggalkan.
Sumber: Irsyad Al-Khillan ilaa Fatawa al-Fauzan, soal: 465 (1/360-361)
Diterjemahkan oleh: Abu Bakar Jombang
Thalib Darul Hadits Fiyusy
Ahad, 19 Rajab 1435 H
Setiap insan merupakan satu bagian dari umat ini. Sementara umat ini merupakan himpunan kaum muslimin dari awal muncul Islam hingga tegak kiamat. Inilah adalah komunitas umat ini. Setiap muslim merujuk kisah perjalanan dan berita-berita salafush shalih, bagaimana mereka mengatasi permasalahan-permasalahan, serta bimbingan mereka dalam hal tersebut. Sehingga dia berjalan di atas jalan mereka dan tidak memandang ucapan-ucapan orang-orang yang ceroboh serta kabar orang-orang jahil yang membakar semangat manusia tanpa ilmu.
Sekian banyak buku kecil, muhadharah, dan konsep-konsep saat ini muncul dari kalangan orang-orang yang jahil ilmu syar’i. Memprovokasi dan memerintahkan manusia perkara yang tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Walaupun ini didasari oleh tujuan dan niatan yang bagus, namun yang menjadi tolak ukur bukan sekedar tujuan dan niatan. Patokannya adalah kebenaran. Kebenaran itu adalah apa yang sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah dengan faham salafush shalih. Adapun manusia, selain Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam–, terkadang benar dan terkadang salah, perkara yang benar diterima dan perkara yang salah ditinggalkan.
Sumber: Irsyad Al-Khillan ilaa Fatawa al-Fauzan, soal: 465 (1/360-361)
Diterjemahkan oleh: Abu Bakar Jombang
Thalib Darul Hadits Fiyusy
Ahad, 19 Rajab 1435 H