Kapankah Wanita Yang Meninggalkan Puasa Ramadhan Karena Hamil Atau Menyusui Mengganti Puasanya

 

Mengganti Puasa Bagi Wanita Hamil Atau Menyusui1

KAPANKAH WANITA YANG MENINGGALKAN PUASA RAMADHAN KARENA HAMIL ATAU MENYUSUI MENGGANTI PUASANYA

Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah

| | |

Pertanyaan: Penanya menanyakan tentang wanita yang tidak mampu berpuasa Ramadhan karena melahirkan atau hamil?

Jawab:

Yang wajib baginya adalah mengganti puasa, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ. [البقرة:184

“Maka barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia tidak berpuasa), maka hendaknya mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Jadi dia wajib mengganti pada waktu yang dia telah mampu, bisa setahun, atau dua tahun, atau tiga tahun setelahnya.

لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا. [البقرة: 286

“Allah tidak membebani seorang jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Terdapat riwayat di dalam kitab-kitab As-Sunan dari hadits (Abu Umayyah –pent) Anas bin Malik Al-Ka’by bahwasanya dia safar kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi berkata kepadanya: “Makanlah!” Anas menjawab: “Saya sedang berpuasa.”

Maka Nabi bersabda:

إِنَّ اللهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاةِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّيَامَ.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala menggugurkan bagi musafir setengah shalat (dengan mengqashar yang empat raka’at menjadi dua raka’at) dan menggugurkan kewajiban puasa terhadap wanita yang hamil dan wanita yang menyusui.”  [1]

Atau yang semakna.

Yang dimaksud dengan menggugurkan di sini adalah menggugurkan yang sifatnya sementara, yaitu berdasarkan ayat yang baru saja kalian dengar:

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ. [البقرة: 184

“Maka barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia tidak berpuasa), maka hendaknya mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)

Sebagian ulama berpendapat bahwa jika telah berlalu setahun namun wanita tersebut belum mengganti puasa Ramadhan yang pertama, maka dia wajib membayar kaffarah di samping tetap mengganti puasa yang dia tinggalkan. Atau wajib bagi orang lain yang meninggalkan puasa karena sakit atau safar untuk membayar kaffarah di samping tetap mengganti puasa yang dia tinggalkan jika telah berlalu setahun namun dia belum mengganti puasanya. Hanya saja pendapat ini tidak memiliki dalil dari Kitabullah maupun dari sunnah Rasulullah shallallahu alaihi was sallam, tetapi hanya pendapat sebagian Salaf saja.

Sedangkan kami maka kami mengambil apa yang nampak dari ayat di atas. Dan Allah Azza wa Jalla tidak berfirman: “Barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia tidak berpuasa), maka hendaknya mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain, dan jika telah berlalu setahun namun dia belum juga mengganti puasanya, maka dia wajib membayar kaffarah.”

وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا. [مريم: 64

“Dan Rabbmu sekali-kali tidak pernah lupa.” (QS. Maryam: 64)

Jadi tidak ada kewajiban atas wanita tersebut selain mengganti puasanya yang dia tinggalkan saja jika dia telah benar-benar mampu melakukannya, walaupun telah berlalu 3 Ramadhan atau lebih. Ketika dia telah mampu setelah itu barulah dia mengganti puasanya, hanya kepada Allah saja kita memohon pertolongan.

Mengganti puasa juga tidak harus dilakukan berturut-turut agar tidak memberatkannya. Jadi dia bisa berpuasa 3 hari lalu berhenti sehari, atau puasa sehari dan berhenti sehari, sesuai dengan kemampuannya. Contohnya Aisyah radhiyallahu anha menceritakan bahwa beliau masih memiliki kewajiban mengganti sebagian puasa Ramadhan karena haidh, lalu beliau tidak menggantinya kecuali di bulan Sya’ban. Maksud dari Aisyah radhiyallahu anha bahwasanya mengganti puasa tidak harus secepatnya. Wallahul musta’an.

Footnote:

  1. HR. Ahmad (4/347 hadits ke 18568), At-Tirmidzy (715), Abu Dawud (2408), An-Nasa’iy (2276, 2278) dan Ibnu Majah (1667, 1668) dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah di dalam Al-Jami’ Ash-Shahih Mimma Laisa fi Ash-Shahihain (2/438) dan di dalam Ash-Shahih Al-Musnad Mimma Laisa fi Ash-Shahihain (127) dengan lafazh:

            إِنَّ اللهَ تَعَالَى وَضَعَ شَطْرَ الصَّلاةِ أَوْ نِصْفَ الصَّلاةِ وَالصَّوْمَ عَنْ الْمُسَافِرِ وَعَنْ الْمُرْضِعِ أَوْ الْحُبْلَى.

           “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menggugurkan bagi musafir setengah shalat (dengan mengqashar yang empat raka’at menjadi dua raka’at)               dan menggugurkan kewajiban puasa terhadapnya dan terhadap wanita yang menyusui dan wanita yang hamil.” (pent)

Sumber artikel:
Ijaabatus Saa-il, terbitan Daarul Haramain, cetakan ke-1 tahun 1416 H, pertanyaan no. 352 hal. 594-595

Alih bahasa: Abu Almass
Selasa, 14 Rajab 1435 H

© 1445 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.
Enable Notifications OK No thanks