Hadiah Teruntuk Ustadz Abdul Barr Atas Kekeliruannya – Bagian 2

bagian2

7.  Melengkapi Syubhat Ustadz Abdul Barr  diatas, dia menukilkan hadits yang mulia :

Jangankan Syaikh Robi’ hafizhahullah sebagai seorang ulama yang kita hormati, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pun memberikan hukum sesuai dengan apa yang sampai kepada beliau, sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,

إِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَىَّ وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ فَأَقْضِى لَهُ عَلَى نَحْوٍ مِمَّا أَسْمَعُ مِنْهُ فَمَنْ قَطَعْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا فَلاَ يَأْخُذْهُ فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ بِهِ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ

“Sesungguhnya kalian membawa perselisihan kalian kepadaku, dan bisa jadi sebagian kalian lebih pandai menyampaikan hujjahnya dibanding yang lain, sehingga aku memutuskan sesuai dengan apa yang aku dengarkan darinya, maka siapa yang aku putuskan baginya sesuatu dari hak saudaranya maka janganlah ia mengambilnya, karena sesungguhnya yang aku putuskan baginya adalah potongan dari neraka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha)

Hadits Shahih yang Mulia dan diletakkan oleh Abdul Barr bukan pada tempatnya.

8.  Ucapan selanjutnya yang dituliskan oleh ustadz Abdul Barr dalam artikel “ilmiahnya”. Sebagai Hujjah dan Burhan bahwa Ustadz Luqman Baabduh adalah Politikus Dakwah dan Pemecah Belah Ahlus Sunnah.

“Dan diantara politisasi Ustadz Luqman ketika di Slipi, beliau melecehkan Ustadz Dzulqarnain dalam masalah pendidikan formal, yaitu ketika Ustadz Dzulqarnain menyampaikan fatwa Syaikh Sholih Al-Fauzan hafizhahullah, yang tidak terekam atau tertulis.

Lihatlah bagaimana politisasi Ustadz Luqman, beliau membesar-besarkan masalah fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah yang tidak terekam atau tertulis, padahal kalau Ustadz Luqman jujur, mengapa beliau tidak membahas fatwa tertulis Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri hafizhahullah yang membolehkan pendidikan formal?!”

Abdul Barr menyinggung permasalahan Ustadz Luqman yang dalam muhadharahnya di Slipi telah melecehkan Dzulqarnain. Dengan alasan bahwa Dzulqarnain tidak memiliki fatwa tertulis ataupun terekam.

Ustadz Abdul Barr mestinya harus bersikap tenang terlebih dahulu. Konteks kalimat yang dikatakan Ustadz Luqman itu dalam keadaan seperti apa? Beliau sedang menceritakan kejadian. Yaitu ketika  terjadi majelis antara beberapa Asatidzah, sebagian kawan-kawanmu juga hadir disana. Tidakkah engkau tanyakan kepada kawan-kawanmu terlebih dahulu? Di situ ada Ustadz Jauhari, Ustadz Muhammad Na’im, ustadz Dzulqarnain dan yang lainnya, itu jika mereka mau jujur.

Berikut perhatikan keterangan Ustadz Luqman di Slipi kemarin,

Waktu itu sedang terjadi Musyawarah bersama yang sudah beberapa waktu lamanya tidak pernah terwujud. Alhamdulillah Allah takdirkan terwujud musyawarah itu.Tema musyawarah yang diangkat adalah tentang pendidikan formal. Mereka berkumpul untuk “Menyusun pertanyaan yang resmi dari Asatidzah dan disepakati semua point yang akan ditanyakan sehingga tidak ada lagi tuduhan memolitisir pertanyaan demi kepentingan kelompok tertentu”

Kemudian Dzulqarnain menimpali bahwa sudah ada fatwa dari Syaikh Shalih Al Fauzan yang memperbolehkan pendidikan formal di Indonesia. Sehingga Ustadz Luqman balas menimpali dengan bersyukur Alhamdulillah jika sudah ada fatwa Syaikh Al Fauzan, sehingga tidak perlu repot-repot lagi untuk menyusun pertanyaan yang akan disepakati bersama.

Maka sebagai tanggung jawab ilmiah, wajar kemudian ditanyakan kepada Dzulqarnain tentang fatwa tertulis atau rekaman fatwa. Dikarenakan pada waktu itu tema-nya adalah menyusun pertanyaan resmi yang disepakati bersama oleh yang hadir, sehingga tidak ada politisasi isi pertanyaan.

Karena permasalahan yang dihadapi bukanlah permasalahan pribadi, akan tetapi permasalahan besar dalam Dakwah di Indonesia. Sudah kewajiban untuk mendasarkannya pada fatwa otentik yang tertulis atau terekam. Kita bukan sedang bermain-main dalam Dakwah, sebagaimana yang dilakukan oleh Dzulqarnain yang hendak memolitisir musyawarah tersebut.

Hasilnya, Dzulqarnain terbungkam dan tidak bisa menjawab, hingga akhirnya ketika ditanya tentang isi pertanyaannya, baru dia mengaku hanya menanyakan tentang ujian nasional. Dzulqarnain si politikus dakwah, hendak mempermainkan asatidzah dan dakwah di Indonesia dengan berlindung dibalik punggung Syaikh Al Fauzan?

Bayangkan jika kemudian Asatidzah bersikap polos-polos saja di hadapan Dzulqarnain dalam kesempatan itu. Kemudian Salafiyyin di Indonesia berbondong-bondong mendirikan sekolah formal pada hari ini, dalam keadaan menyangka ada fatwa Syaikh Al Fauzan yang dijadikan sandaran dalam berpijak.Ternyata si politikus Dakwah Dzulqarnain tidak jujur dan hendak berdusta di hadapan Asatidzah. Apakah itu bukan pemecah belah Ahlus Sunnah? Semoga Allah membalas kebaikan Ustadz Luqman atas ketelitian dalam menghadapi permasalahan yang terjadi.

Musyawarah masih berlanjut untuk menyusun pertanyaan yang akan disepakati. Kelanjutannya adalah satu persatu kelompok Dzulqarnain minta udzur alias mundur teratur dengan berbagai alasan yang dikemukakan, termasuk Dzulqarnain sendiri. Padahal tanpa kehadiran mereka akan berakibat tidak adanya kesepakatan dalam penyusunan pertanyaan yang akan diajukan, karena mereka yang mendirikan sekolah formal. Sehingga musyawarah berujung kandas tanpa menghasilkan apa yang diharapkan.

Kemudian Abdul Barr di sini menganggap kejadian tersebut adalah bentuk pelecehan kepada Dzulqarnain sekaligus membesar-besarkan masalah. Hendaknya kamu cermati dengan baik dulu wahai Ustadz Abdul Barr! Itu bukanlah suatu pelecehan tapi suatu tindakan ilmiah atas seorang yang mau bermain tipu-menipu dalam Dakwah. Ini juga bukan membesar-besarkan, akan tetapi kasus yang benar-benar sangat besar, karena menyangkut pendidikan seluruh anak-anak Salafiyyin di Indonesia. Jika engkau menganggap pendidikan anak-anak Salafiyyin di Indonesia tidaklah besar, maka saya khawatir dirimu adalah seorang yang buta lagi tuli.

Fatwa Syaikh Al Fauzan memiliki posisi yang besar dalam Dakwah Salafiyyah, sebagaimana beliau adalah seorang Ulama Besar. Sehingga merupakan sikap yang benar jika seseorang harus berhati-hati dalam sebuah fatwa yang disandarkan kepada Syaikh Al Fauzan. Terlebih lagi jika permasalahannya adalah pendidikan anak di Indonesia. Kembali saya tekankan, bahwa ini adalah permasalahan yang sangat besar sekali, dan bukan membesar-besarkan permasalahan (kecil!!).

Anehnya, perhatian dan ketelitian ilmiah dalam menyikapi landasan berpijak dalam beramal dengan fatwa Ulama Kibar ini, justru dianggap oleh Ustadz Abdul Barr sebagai bentuk politisasi Dakwah. Seharusnya anda berterima kasih kepada Ustadz Luqman karena beliau Alhamdulillah bisa teliti dalam menyikapi usaha tipu-menipunya kawanmu Dzulqarnain. Jangan engkau justru menolong orang yang mendzhalimi Dakwah Salafiyyah dengan membelanya, dan engkau jatuhkan orang yang hendak membela Dakwah dari kedzhaliman dengan melecehkannya. Sehingga diantara kesimpulannya, bahwa Ustadz Abdul Barr telah melecehkan Ustadz Luqman yang sedang membela dakwah dari makar Dzulqarnain. Sebaliknya justru membela Dzulqarnain yang bermain-main dengan dakwah.

Adapun ucapan Abdul Barr: “padahal kalau Ustadz Luqman jujur, mengapa beliau tidak membahas fatwa tertulis Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri hafizhahullah yang membolehkan pendidikan formal?!”

Pembahasan tentang fatwa Syaikh Ubaid Al-Jabiri tentunya dibutuhkan ruang dan waktu tersendiri. Dikarenakan ketelitian yang harus ekstra hati-hati, terkait sebab keluarnya fatwa, siapa yang bertanya, dan apa saja poin-poin yang ditanyakan. Karena sebab itu pula yang menjadikan kesepakatan dalam menyusun pertanyaan sangat dibutuhkan agar jawaban yang diberikan Ulama sesuai dengan kenyataan penggambaran. Umat harus dijauhkan dari para politikus Dakwah yang bermain-main dalam mendapatkan fatwa Ulama.

9.  Ucapan selanjutnya yang dituliskan oleh ustadz Abdul Barr dalam artikel “ilmiahnya”. Sebagai Hujjah dan Burhan bahwa Ustadz Luqman Ba’abduh adalah Politikus Dakwah dan Pemecah Belah Ahlus Sunnah.

“Sesungguhnya politisasi adalah keahlian Ustadz Luqman sejak di Yaman, yaitu di masa Syaikh Muqbil rahimahullah masih hidup, seharusnya seorang penuntut ilmu di Dammaj menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, tapi tidak demikian dengan Ustadz Luqman.

Lain halnya dengan Ustadz Dzulqarnain, beliau lebih fokus dengan ilmu, sehingga Syaikh Muqbil lebih menganggap Ustadz Dzulqarnain dibanding Ustadz Luqman.
Lalu apa kesibukan Ustadz Luqman?

Beliau lebih fokus untuk mengumpulkan sebagian Ikhwan Indonesia secara berkala untuk memembahas berbagai fitnah yang ada di Indonesia. Padahal orang yang sedikit berakal akan berkata, “Bukankah di sini ada Syaikh Muqbil? Mengapa masalahnya tidak serahkan kepada beliau?”Dan tentunya keputusan Syaikh Muqbil akan lebih diterima semua pihak daripada keputusan Ustadz Luqman”.

Abdul Barr telah berdusta dengan kedustaan yang sangat besar, dia menuduh Ustadz Luqman lebih sibuk dan fokus dalam mengumpulkan ikhwan Indonesia secara berkala untuk membahas fitnah di Indonesia daripada menuntut ilmu.

Pertanyaannya, sehari berapa kali pertemuan musyawarah tersebut? Seminggu berapa kali? Sebulan berapa kali? Atau mungkin kebetulan pada waktu dan kondisi tertentu? Adapun Ustadz Luqman sehari berapa Durus yang dihadiri? Apakah sehari sekali? Seminggu sekali? Sebulan sekali? Dengan mengetahui pembagian waktu Ustadz Luqman ketika di Dammaj baru kita bisa mengetahui apakah Ustadz Luqman lebih sibuk mengumpulkan ikhwan Indonesia untuk mengurusi fitnah di Indonesia ataukah lebih sibuk menuntut ilmu layaknya seorang Thalibul Ilmi. Bagi yang ingin tahu jawabannya, bertanyalah kepada Asatidzah yang dahulu bersama beliau ketika di Dammaj.

Adapun musyawarah dalam rangka memberitakan keadaan di Indonesia, kemudian menyimpulkan point-point penting dari Dakwah di Indonesia hingga kemudian bertanya kepada Ulama tentang hasil dari point-point yang telah disimpulkan, ini adalah suatu kebaikan. Kami ucapkan Jazahumullahu Khairan bagi Asatidzah yang telah rela meluangkan waktunya untuk Salafiyyin dan Dakwah Salafiyyah secara keumuman.

Jazahumullahu Khairan atas kepeduliannya nun jauh disana untuk ikut memikirkan perjalanan dakwah di kampung halaman Indonesia.

Jazahumullahu Khairan atas komunikasi yang telah disambung bersama Ulama kemudian kita mendapatkan solusi permasalahan langsung dari lisannya para Ulama, terlebih khusus Syaikh Muqbil bin Hady Al Wadi’i rahimahullah pada waktu itu.

Kebaikan telah tertutupi, dan telah diplintir sebagai bentuk politisasi, dengan istilah manuver ataukah intrik politik. Musyawarah disebutnya sebagai politisasi dan menyibukkan dari thalabul ilmi.

Ustadz Abdul Barr menuliskan : “Padahal orang yang sedikit berakal akan berkata, “Bukankah di sini ada Syaikh Muqbil? Mengapa masalahnya tidak serahkan kepada beliau?”Dan tentunya keputusan Syaikh Muqbil akan lebih diterima semua pihak daripada keputusan Ustadz Luqman”.

Sudah terjawabkan penyataan Abdul Barr dengan mengubah sedikit kalimat “Padahal orang yang sedikit akalnya akan berkata”. Ini adalah kalimat yang lebih tepat untuk mengawali ucapan Abdul Barr diatas.

Wahai Abdul Barr, Syaikh Muqbil adalah seorang Alim Kabir, seorang yang kuat dalam perhatiannya terhadap Dakwah Salafiyyah, di negeri Yaman sendiri ataukah di selain Yaman. Maksud dari ucapanmu “Mengapa masalahnya tidak diserahkan kepada Beliau?” Permasalahan apakah yang akan diserahkan kepada Beliau? Apa maksudmu Syaikh harus turun ke Indonesia menggali langsung dari tempat ke tempat, bertanya dari seorang ke orang yang lainnya sehingga beliau aktif turun di lapangan di semua negara? Ataukah justru semestinya Asatidzah yang aktif memberikan informasi tentang perjalanan dakwah di Indonesia?  Kemudian dengan informasi tersebut, Syaikh dengan hikmah bisa memberikan solusinya. Tidakkah engkau sedikit berakal?

Apakah baik jika masing-masing Ustadz datang menemui Syaikh dan bertanya tentang permasalahan Dakwah yang menyangkut orang banyak, dengan cara mengambil kesimpulan pribadi dengan pemilihan kata semau sendiri, kemudian hasil fatwanya disebarkan entah dengan isi pertanyaan yang seperti apa. Manakah yang baik? Tidakkah engkau sedikit berakal?

Jangan memolitisir permasalahan, seakan engkau gambarkan bahwa Asatidzah menyepelekan Syaikh Muqbil Rahimahullah dan acuh tak acuh. Apalagi dengan gaya bahasamu “Dan tentunya keputusan Syaikh Muqbil akan lebih diterima semua pihak daripada keputusan Ustadz Luqman”.

Siapa yang tidak menerima keputusan Syaikh Muqbil? Siapa pula yang mendahulukan keputusan Ustadz Luqman dari Syaikh Muqbil? Dan keputusannya seperti apakah itu? Keputusan tentang apa? Beritakan kepada kami wahai Ustadz. Jangan membuat syubhat di tengah manusia tanpa selembarpun data yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiyah. Sebelum itu semua, mana ada keputusan Ustadz Luqman? Apa ada beliau membuat keputusan untuk menentang Syaikh Muqbil rahimahullah?!

Adapun yang benar adalah, bahwa keputusan bersama hasil musyawarah di serahkan kepada Syaikh Muqbil untuk kemudian mendapatkan jawaban dari Syaikh Muqbil berdasar hasil musyawarah Asatidzah Indonesia yang berada di Yaman. Sudah berapa banyak kita mendapatkan faidah dari metode seperti ini.

Bisa kita buka Fatwa Syaikh Muqbil di dalam kitab-kitabnya. Sebagai contoh adalah Kitab Tuhfatul Mujib pada halaman 83-102, sebuah Bab yang berjudul “Asilah Syabab Indunisiyin” (Pertanyaan Saudara-saudara dari Indonesia). Kebaikan itu kita rasakan sampai hari ini. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh apakah itu hasil keputusan musyawarah? Ataukah keputusan pribadi seseorang entah siapa, yang kemudian diajukan kepada Syaikh Muqbil?

Ustadz Abdul Barr telah mengkaburkan pembahasan musyawarah dengan istilah “fitnah” dalam ucapannya : “Beliau lebih fokus untuk mengumpulkan sebagian Ikhwan Indonesia secara berkala untuk membahas berbagai fitnah yang ada di Indonesia”.

Saya berikan contoh diantara isi pertanyaan Syabab Indonesia yang diajukan kepada Syaikh Muqbil bin Hady :

  1. Bagaimana hukum shalat di Masjid yang di depannya terdapat kuburan?
  2. Bagaimana hukum shalat di belakang seorang Imam Ahlul Bid’ah pengagung kubur?
  3. Apakah definisi Mubtadi’?
  4. Apakah seorang mukmin bisa melihat Allah dalam mimpinya, tolong sertakan dalil. Dan apakah benar sebagian salaf melihat Allah dalam mimpinya?
  5. Seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita dari Jama’ah takfir dalam keadaan dirinya tidak mengetahui, setelah dia mengetahui maka kemudian ia menceraikannya dan mereka telah memiliki seorang anak. Apakah boleh dia mengambil anaknya dengan paksa karena khawatir terpengaruh oleh ibunya?
  6. Bagaiman hukum shalat sendirian di belakang Shaf?
  7. Bagaimana komentar terperinci tentang yusuf qardhawi ?apakah dia termasuk Mubtadi’ ataukah bukan ? dan bagaimana pendapatmu tentang orang yang mengatakan bahwa dia adalah musuh Allah dan sebagai anak keturunan yahudi bahkan dijuluki dengan Al Quradzhi sebagai nisbat kepada Bani Quraidzhah?
  8. Bagaimana madzhab Salafus Shalih dalam bermuamalah bersama pemerintah?
  9. Abdurrahman Abdul Khaliq mengatakan ketika berkunjung ke Indonesia :”Bahwa kesalahan yang dikritik oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz itu terkait zaman dahulu dan bukan terkait dengan keadaan kita saat ini”. Bagaimana pendapatmu atas ucapan ini?

Dan masih ada pertanyaan-pertanyaan lainnya. Sekarang kita bertanya kepada Abdul Barr, apakah itu yang kamu maksud dengan fitnah? Sangat jelas sekali itu adalah Masyakil fitnah yang membutuhkan jawaban dan bimbingan dari Masyaikh Ahlus Sunnah.

10.  Ucapan selanjutnya yang dituliskan oleh ustadz Abdul Barr dalam artikel “ilmiahnya”. Sebagai Hujjah dan Burhan bahwa Ustadz Luqman Ba’abduh adalah Politikus Dakwah dan Pemecah Belah Ahlus Sunnah.

“Diantara manuver politik dan intrik dalam dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Luqman dan belum terjawab sampai detik ini adalah, ketika beliau bertemu dengan Syaikh Rabi’ hafizhahullah di akhir-akhir masa Laskar Jihad dan beliau mendustakan laporan Ustadz Dzulqarnain tentang sepak terjang LJ di hadapan Syaikh Rabi’ hafizhahullah.
Ustadz Luqman berdusta di hadapan Syaikh Rabi’ dengan mengatakan bahwa laporan Ustadz Dzulqarnain tersebut berisi dusta-dusta.Akan tetapi dalam waktu singkat beliau bermanuver lagi dengan membenarkan hampir seluruh poin yang dilaporkan Ustadz Dzulqarnain.

Apakah gerangan yang menjadikan Ustadz Luqman melakukan manuver-manuver politiknya tersebut?! Kemudian tiba-tiba menjadi pahlawan?! Padahal semestinya beliau bersyukur terhadap Ustadz Dzulqarnain yang telah menasihati LJ sampai dibawa ke Syaikh Rabi’ hingga akhirnya LJ yang sudah sangat menyimpang dibubarkan, dan janganlah Ustadz Luqman menyimpan dendam terhadap Ustadz Dzulqarnain.

Jawabannya sangat mudah wahai Ustadz Abdul Barr, mengapa engkau tidak tanyakan kepada Ustadz Usamah Mahri yang mengetahui langsung kejadian tersebut? Kenapa pula engkau tidak bertanya langsung kepada Syaikh Rabi bin Hady Al Madkhaly yang mengetahui langsung kejadian tersebut? Ini pula yang engkau lakukan atas perkataan Syaikh Abdurrahman Al Adeny di awal artikelmu ini dengan menafsirkan secara buruk kalamnya Syaikh Abdurrahman. Padahal beliau masih hidup dan bisa dihubungi.

Mengapa engkau tidak bertanya langsung kepada Syaikh Abdurrahman tentang makna ucapannya, dan engkau tidak bertanya apakah tafsiran ruwaibidhohmu atas kalam beliau sebagaimana yang telah kamu tampilkan itu bersesuaian dengan yang beliau maukan? Bukankah engkau telah menampilkan dirimu sebagai sosok yang tergesa-gesa tanpa mencermati dengan baik? Barangkali itu merupakan akibat tidak bermusyawarah dengan orang-orang yang pantas untuk diajak musyawarah karena sudah terlanjur “memolitisir” musyawarah sebagai ajang untuk membahas fitnah secara berkala.

Kalimat yang engkau bawakan “Diantara manuver politik dan intrik dalam dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Luqman dan belum terjawab sampai detik ini adalah, ketika beliau bertemu dengan Syaikh Rabi’ hafizhahullah di akhir-akhir masa Laskar Jihad dan beliau mendustakan laporan Ustadz Dzulqarnain tentang sepak terjang LJ di hadapan Syaikh Rabi’ hafizhahullah.
Ustadz Luqman berdusta di hadapan Syaikh Rabi’ dengan mengatakan bahwa laporan Ustadz Dzulqarnain tersebut berisi dusta-dusta.Akan tetapi dalam waktu singkat beliau bermanuver lagi dengan membenarkan hampir seluruh poin yang dilaporkan Ustadz Dzulqarnain”.

sudah sangat masyhur tentang kalamnya Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhaly, dan itu sudah diketahui oleh ikhwan-ikhwan semasa di Ambon di akhir waktu, saya termasuk saksi hidup kejadian masa pembubaran Laskar. Bahkan ucapan Syaikh Rabi’ tentang kekhawatiran bahwa Ustadz Luqman adalah Dasis juga turut diceritakan secara lengkap. Diceritakan dengan tujuan agar Salafiyyin benar-benar memahami bahwa Jihad di waktu-waktu terakhir tersebut telah menyimpang. Kemudian dengan tangisan penyesalan dari Asatidzah sebagai bentuk taubat telah tersaksikan.

Sudah masyhur di tengah ikhwan tentang awal mula pembubaran Laskar. Yaitu, Kisah bertemunya Ustadz Luqman dan sebagian Ustadz yang lain yang menemui Syaikh Rabi’ untuk melaporkan dan mempertanyakan keadaan Jihad di Ambon. Waktu itu dipicu oleh Dzulqarnain yang dengan sebab itu Alhamdulillah Asatidzah meminta bimbingan kepada Syaikh Rabi’ Al Madkhaly tentang keadaan Salafiyyin di Indonesia.

Saya bisa bercerita, akan tetapi lebih berhak sebagian Ustadz yang mempersaksikan secara langsung pertemuan tersebut. Yang kemudian muncul ucapan Syaikh Rabi’ tentang Ustadz Luqman yang sering kalian ulang-ulang sebagai bahan mencela Ustadz Luqman “Ana Akhsya An Yakuna Hadza ar Rajul dasis min dasais ikhwanal muslimin” (Saya khawatir orang ini adalah penyusup dari ikhwanul muslimin). Alhamdulillah kalam Syakh Rabi’ tersebut hanyalah kekhawatiran Beliau, yang kemudian telah diluruskan oleh beliau sendiri dengan mentazkiyah Ustadz Luqman sebagaimana yang dipersaksikan langsung oleh Al Ustadz Askari Hadahullah.

Simak audio di Link download: di sini

Alhamdulillah dengan taufiq dari Allah kemudian segera setelah itu nasehat Syaikh Rabi’ diterapkan dengan sungguh-sungguh hingga Laskar Jihad dibubarkan dan semua anggota Laskar diajak bersama-sama untuk bertaubat kepada Allah atas segala kesalahan yang dilakukan, yaitu berupa penyimpangan dari manhaj Salaf kepada Manhaj Ikhwanul Muslimin. Kemudian Salafiyyin dengan nasehat dari Ulama rujuk dari kesalahan dan kembali kepada garis yang benar.

Demikianlah tentunya taubat yang Nasuha, di ikrarkan dan di amalkan. Berujung dengan berpisahnya Ja’far Umar Thalib yang enggan mengikuti bimbingan Ulama.

Setelah itu muncul keanehan yang terjadi, Asatidzah Salafiyyin yang telah rujuk dari kesalahan dan telah menerapkan dengan sebenar-benarnya nasehat Ulama justru dituduh dengan tuduhan buruk yang terjadi di masa lampau. Sebaliknya, Ja’far Umar Thalib yang sampai detik ini belum rujuk dan masih berada di atas bid’ahnya,bahkan semakin lebih parah justru mereka bela dengan dalih “Asatidzah seakan menutup pintu taubat kepada Ja’far”.

Mengapa kalian tidak membela orang-orang yang “sudah” rujuk dari kesalahan? Bahkan malah seakan-akan menutupi rujuknya dengan kalimat ucapan Syaikh Rabi bahwa Luqman adalah penyusup ini belum dicabut oleh Syaikh Rabi’? Padahal Syaikh tidak memvonis Ustadz Luqman sebagai penyusup. Akan tetapi “kekhawatiran” beliau.  Sebaliknya engkau membela orang yang belum rujuk dan masih di atas bid’ahnya? Ada apa dengan kalian Wahai Abdul Barr dan orang-orang yang bersamamu?

Kemudian diantara tulisanmu : “Ustadz Luqman berdusta di hadapan Syaikh Rabi’ dengan mengatakan bahwa laporan Ustadz Dzulqarnain tersebut berisi dusta-dusta. Akan tetapi dalam waktu singkat beliau bermanuver lagi dengan membenarkan hampir seluruh poin yang dilaporkan Ustadz Dzulqarnain”.

Wahai Ustadz, mengapa engkau tidak bertanya langsung kepada Ustadz Usamah, Ustadz Luqman, atau bahkan Syaikh Rabi’? Benarkah waktu itu Ustadz Luqman berdusta? Siapa yang bercerita kepadamu kalau Ustadz Luqman berdusta? Apakah orang yang bercerita kepadamu waktu itu hadir bersama beliau? Dan kedustaannya dalam kalimat yang mana? Saya dengar tentang anda, Dzulqarnain dan yang bersama anda semua “katanya” ahli tabayyun dan tatsabut? Kami ingin mendapatkan bukti yang katanya pandai bertabayyun tadi.

Kemudian diantara tulisanmu : “Apakah gerangan yang menjadikan Ustadz Luqman melakukan maneuver-manuver politiknya tersebut?! Kemudian tiba-tiba menjadi pahlawan?! Padahal semestinya beliau bersyukur terhadap Ustadz Dzulqarnain yang telah menasihati LJ sampai dibawa ke Syaikh Rabi’ hingga akhirnya LJ yang sudah sangat menyimpang dibubarkan, dan janganlah Ustadz Luqman menyimpan dendam terhadap Ustadz Dzulqarnain”

Sepertinya tulisanmu sedang menggambarkan seakan-akan engkau adalah politikus yang kalah dalam pemilu, sehingga menyerang “lawan politiknya” dengan membabi buta. Wahai Ustadz, Salafiyyin tidak sedang berpolitik. Salafiyyin selalu berusaha mengikuti Al Haq dan mengikuti bimbingan Ulama. Kita tidak menyebutkan kalimat pahlawan atau bukan pahlawan, tema kita bukanlah kepahlawanan seseorang.Tema kita adalah rujuk dari kesalahan menuju kebenaran.

Dan kita lebih berhak bersyukur kepada Syaikh Rabi’ bin Hadi dan bukan kepada seorang pembuat makar yang “kebetulan” benar. Kita mengikuti kebenaran yang telah dinyatakan Al Haq oleh orang-orang yang ma’ruf sebagai Ahlul Haq sehingga kita wajib bersyukur atasnya.

Adapun dendam yang kamu sebutkan? Anda telah menyebutkan beberapa jawaban pada beberapa alinea sebelumnya. Yaitu Hadits Abu Sa’id Al Khudry dan Kalam Ibnu Abdil Barr yang menyebutkan bahwa hukum sesuai dzahir, dan kita tidak diperintahkan membelah hati manusia. Sedangkan dendam tempatnya didalam hati. Apakah anda mengetahui isi hati Ustadz Luqman? Tentu engkau akan menjawab semisal dengan jawaban saya di atas bukan? Wahai Ustadz..jangan bermain kata dan memolitisir ucapan. Barakallahu fiik.

11.  Ucapan selanjutnya yang dituliskan oleh ustadz Abdul Barr dalam artikel “ilmiahnya”. Sebagai Hujjah dan Burhan bahwa Ustadz Luqman Baabduh adalah Politikus Dakwah dan Pemecah Belah Ahlus Sunnah.

“ Manuver politik Ustadz Luqman yang lain adalah ketika beliau menyampaikan laporan hasil Jalsah Makkah bersama Syaikh Rabi’ hafizhahullah.

Kalau kita cermati, sesungguhnya jalsah tersebut adalah pukulan telak untuk Ustadz Luqman, sebab beliau mendapatkan teguran keras dari Syaikh Rabi’ hafizhahullah untuk mejaga lisannya. Syaikh Rabi’ berkata,

احفظ لسانك على إخوانك

“Jaga lisanmu terhadap saudara-saudaramu.”

Sesungguhnya Syaikh Rabi’ telah diberikan taufiq oleh Allah ta’ala untuk menasihati Ustadz Luqman agar menjaga lisannya, sebab memang lisannya itulah yang telah banyak mengakibatkan kemudaratan bagi dakwah Ahlus Sunnah.
Dan bukankah menjaga lisan adalah hal yang sangat penting, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

هَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ

“Tidaklah manusia itu diseret di neraka di atas wajah-wajah mereka atau pipi-pipi mereka, kecuali karena hasil perbuatan lisan-lisan mereka.” (HR. At-Tirmidzi dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu)

Tapi kenapa nasehat khusus Syaikh Rabi’ tersebut tidak disebutkan wahai Ustadz?!
Dan diantara pembangkangannya terhadap nasihat Syaikh Rabi’ hafizhahullah adalah ketika Syaikh Rabi’ meminta untuk saling memaafkan, tapi apa yang terjadi?

Ustadz Luqman dengan gagah berani mengatakan, “Aku maafkan kecuali Hanan Bahanan.”
Di mana jiwa besarmu sebagai seorang da’i wahai Ustadz?!
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا لَمْ تَسْتَح فَاصْنَعْ مَا شِئْت

“Kalau kamu tidak malu, maka berbuatlah semaumu.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Mas’ud radhiyallahu’anhu)

Kalau ada rasa malu seharusnya nasihat dan fatwa ulama tersebut juga tidak boleh disembunyikan, namun sangat disayangkan malah dipolitisasi, di manakah kejujuran?!”.

Kejadian tersebut telah dihadiri sejumlah Asatidzah, tentunya bukan maqam saya untuk menanggapinya.  Asatidzah Al Afadhil lebih berhak untuk menerangkannya. Alhamdulillah.

Tentunya jalsah di hadapan Syaikh Rabi’ isinya tidak hanya poin ini, masih banyak poin lain yang jauh lebih penting. Masalahnya bukan “pukulan telak” (sebagaimana istilah Ustadz Abdul Barr di atas) kepada salah satu pihak, tapi bukankah semua nasehat dan arahan ‘ulama di majelis tersebut kita jalankan dengan baik? Alhamdulillah nasehat menjaga lisan, benar-benar dijalankan dengan baik oleh Ustadz Luqman.Tentunya nasehat tersebut bukan maknanya diam dari kemungkaran.

Namun masalahnya, bagaimana dengan orang yang justru memunculkan fatwa lain tentang Rodja berbeda dengan fatwa ‘ulama paska pertemuan tersebut.

Namun masalahnya, bagaimana dengan orang yang terus bersikeras membela Rodja, bahkan tetap menyatakannya sebagai Radio Ahlus Sunnah, dan pendirinya adalah seorang Salafy? Apakah ini puas dan merasa cukup dengan nasehat ‘ulama?

Hadiahteruntukustadzabdulbarrataskekeliruannya2-2

Jafar Salih, Ustadz Badru Salafy

Dan apakah aneh jika dengan keyakinan semacam ini Ustadz Abdul Barr dan Jafar Salih santap malam bersama Ustadz Badru sebagaimana buktinya di bawah ini. Problem?

Hadiahteruntukustadzabdulbarrataskekeliruannya2-3

Dari beberapa tanggapan diatas, bukanlah tujuannya untuk melampiaskan rasa. Tujuan yang diinginkan adalah menjelaskan perkara yang dikaburkan oleh Ustadz Abdul Barr, yang telah  membuat rancu dan bingung Salafiyyin. Pengkaburan yang berefek negatif terhadap Dakwah Salafiyyah. Menjauhkan Salafiyyin dari para da’i yang mendakwahkan Al Haq. Menimbulkan kemungkaran yang sangat besar di tengah-tengah ummat. Hendaknya masing-masing kita bertaubat kepada Allah atas setiap kesalahan yang telah diperbuat.Semoga Allah melembutkan hati kita semua untuk dengan mudah kembali kepada kebenaran.

Dari semua yang telah saya paparkan mungkin terdapat penambahan ataupun pengurangan. Bila ada hal-hal yang menyelisihi dari yang sebenarnya karena kurangnya pengetahuan, maka hendaknya ada yang berbuat baik kepada saya dengan menghadiahi kritikan dan koreksi.

Allahu Al Muwaffiq Lis Shawwab.

Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammad Wa Ala Alihi Wa Ashabihi Ajmain

(Hamzah Rifa’i)

© 1445 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.
Enable Notifications OK No thanks