BOLEHKAH MEMBELA AHLI BID’AH DENGAN DALIH KARENA MEREKA MEMILIKI JASA BESAR KEPADA UMMAT
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Pertanyaan: Apa hukum orang yang membela ahli bid’ah dengan dalih: “Dia memiliki sekian kebaikan dan telah berjasa kepada Islam dalam hal ini dan itu.” Syubhat semacam ini telah menyebar di sebagian dai, maka apakah hukumnya hal tersebut?
Jawaban:
Kita menjelaskan kesalahan dalam rangka agar manusia menjauhiya. Adapun dalih bahwa dia memiliki sekian banyak kebaikan, maka itu ilmunya di sisi Allah dan kita tidak mengetahuinya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan disia-siakan di sisi Allah dan kita bukan timbangan yang menimbang kebaikan dan keburukan. Kebaikan dan keburukan memiliki timbangan sendiri pada Hari Kiamat nanti di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tujuan kita bukan untuk menjatuhkan kehormatan seseorang, tetapi hanya semata-mata untuk menjelaskan kebenaran dan menyingkap kesalahan agar manusia tidak terjatuh pada kesalahan tersebut.
Adapun pribadinya maka kita tidak masuk ke dalamnya. Kebaikannya untuknya dan tidak akan disia-siakan di sisi Allah jika dia benar-benar memiliki kebaikan. Kita tidak sedang membicarakan kebaikannya dan kita juga tidak mengatakan bahwa dia tidak memiliki kebaikan –Allah yang lebih mengetahui kebaikannya– karena tujuan kita hanya semata-mata menjelaskan kesalahannya agar orang lain tidak tertipu dengannya, sedangkan pribadinya urusannya kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kebaikannya tidak akan disia-siakan di sisi Allah jika dia memang memiliki kebaikan.
Adapun jika dia tidak memiliki kebaikan maka kita tidak boleh meletakkan kebaikan untuknya dan tidak mengklaim bahwa dia memiliki kebaikan. Jadi tidak ada penafian dan tidak pula penetapan dari sisi kebaikan. Tetapi yang kita lakukan hanyalah menjelaskan kesalahan berdasarkan dalil atau bukti nyata, dengan tujuan agar manusia tidak tertipu dengannya. Tidak boleh bersikap basa basi kepada seorang pun dalam urusan kebenaran. Siapa saja yang salah maka dijelaskan kesalahannya. Para shahabat dahulu tidak merasa benci jika salah seorang dari mereka tergelincir dalam kesalahan lalu ada saudaranya menjelaskan kesalahannya tersebut. Demikian juga para ulama sejak dahulu hingga sekarang tidak merasa benci jika salah seorang dari mereka tergelincir dalam kesalahan lalu ada yang menjelaskan kesalahannya tersebut. Jadi masalahnya bukan masalah fanatik dan bukan pula sikap basa basi, tetapi masalahnya adalah menjelaskan kebenaran karena Allah Azza wa Jalla.
Allah Ta’ala berfirman:
كُوْنُوْا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِيْنَ.
“Jadilah kalian orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap diri kalian sendiri atau kedua orang tua dan kerabat.” (QS. An-Nisa’: 135)
Jadi yang wajib adalah menjelaskan kebenaran. Adapun dalih bahwa dia memiliki kebaikan, maka kita mengharapkannya dan semoga Allah melipatgandakan balasannya untuknya. Kita tidak ikut campur dalam masalah ini, namun hal ini tidak menghalangi kita untuk menjelaskan kesalahan.
Sumber artikel:
Al-Ijaabaat Al-Muhimmah Fil Masyaakil Mudlahimah, hal. 201-202
Alih bahasa: Abu Almass
Kamis, 23 Rajab 1435 H