BANTAHAN LENGKAP ASY-SYAIKH ALI AL-HUDZAIFY TERHADAP HANI BIN BURAIK

BANTAHAN LENGKAP ASY-SYAIKH ALI AL-HUDZAIFY TERHADAP HANI BIN BURAIK

الحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، وبعد

Seandainya saya bersikap basa-basi kepada seseorang dalam urusan agama, tentu saya akan bersikap basa-basi kepada al-Akh Hani bin Buraik, karena antara saya dengan dia terdapat persahabatan yang lama, saya telah berhubungan dekat dengannya selama 3 dekade, dan di masa itu antara dia dengan saya ada kecintaan, penghormatan, dan keakraban, di masa itu saya mengenalnya dengan sikap-sikap yang mulia, diantaranya sikapnya terhadap fitnah Abul Hasan, sikapnya terhadap fitnah al-Hajury, dan sikap terakhirnya yang mulia adalah tentang perang terhadap Hutsiyun di Kitaf, kemudian perang terhadap Hutsiyun di Aden.

Ketika muncul fitnah Watsiqah Muhammad al-Imam, para pengikut Muhammad al-Imam menghadapi watsiqah tersebut dengan sikap fanatik busuk, dan setelah berlalu lebih dari sebulan maka asy-Syaikh Ubaid al-Jabiry mengkritiknya —dan ketika itu kami sedang mengadakan daurah di Indonesia di bulan Syawwal 1435 H—, lalu para pengikut Muhammad al-Imam membantah vonis mubtadi’ terhadapnya dengan bantahan yang tidak bermutu yang menunjukkan kengawuran dan tidak mempedulikan. Lalu Hani bin Buraik mendengar bantahan mereka yang ngawur, maka dia membantah mereka dengan ucapannya yang terkenal itu di Indonesia, namun ketika itu saya mencelanya dengan sebab ucapan dia tersebut, karena ucapan itu lebih banyak merugikan dibandingkan memberi manfaat.

Setelah ucapan Hani di Indonesia tersebut, para fanatikus Muhammad al-Imam membantah Hani bin Buraik, dan mereka mengeluarkan hal-hal lama yang pernah dilakukan oleh Hani bin Buraik, diantaranya yang mereka sebutkan adalah tentang Jum’iyyah asy-Syarurah, tampilnya dia di beberapa foto, dan hal-hal lain yang saya tidak mengetahui sebelumnya. Lalu mereka mentahdzirnya, dan dengan hal inilah telah tamat riwayat Hani bin Buraik menurut orang-orang rendahan itu, padahal para ulama belum berbicara, dan menurut mereka siapa saja yang tidak merasa puas dengan kedunguan mereka itu, maka dia termasuk fanatikus Hani bin Buraik.

Kemudian, orang-orang yang mengurus ma’had Fiyusy melarang para penuntut ilmu dari luar Yaman untuk menghadiri ceramah-ceramah yang disampaikan oleh Hani bin Buraik yang menyerukan untuk memerangi Hutsiyun, dan beberapa waktu setelah itu mereka mengusir para penuntut ilmu yang dari luar Yaman dari Fiyusy, dan mereka menyebarkan kedustaan yang masyhur, yaitu bahwasanya Presiden Yaman memerintahkan untuk mengusir para penuntut ilmu dari luar Yaman, dan kami telah menjelaskan dari beberapa sisi —di tempat yang lain— bahwa klaim ini tidak benar secara meyakinkan.

Hani bin Buraik menyampaikan ceramah di masjid ash-Shahabah, namun dia tidak tepat dalam menangani permasalahan, dan cara yang dilakukan oleh Hani mendorong saya untuk keluar dari ceramahnya tersebut dengan berat hati sebelum selesai. Dan pada hari berikutnya ketika kami pergi ke Gubernur Lahj untuk membicarakan tentang urusan para penuntut ilmu dari luar Yaman, terjadi diskusi yang panjang antara saya dengan dia, sampai suara meninggi di dalam mobil, dan diantara yang hadir ketika itu adalah asy-Syaikh Nashir az-Zaidy dan al-Akh al-Fadhil Abdur Rauf Ibad.

Beberapa waktu kemudian muncul darinya beberapa hal yang menyelisihi syari’at, seperti memakai celana panjang yang ketat dan menutupi mata kaki, bermudah-mudahan dalam masalah gambar hingga keluar dari batas darurat atau kebutuhan, dan yang lainnya. Dan kami telah menasehatinya secara pribadi melalui whatsapp, dan kami bertekad untuk menasehati dan berbicara dengannya jika kami berjumpa dengannya, namun kami tidak berjumpa dengan Hani kecuali setelah dia menjabat sebagai menteri, yaitu ketika Hani mengundang kami untuk bertemu dengannya di sebuah tempat. Maka semua Masyayikh pergi ke sana bersama dengan beberapa ikhwah yang lain, dan terjadilah diskusi yang sengit antara saya dengan dia dengan disaksikan oleh ikhwah.

Setelah dia menjabat sebagai menteri, muncullah para fanatikus Muhammad al-Imam berlagak sebagai orang-orang yang menasehati, mereka mentahdzir Hani bin Buraik semata-mata karena Presiden mengangkatnya sebagai menteri, dan mereka membawakan dalil-dalil dan riwayat-riwayat yang melarang dari meminta jabatan, dan mereka tidak membedakan antara meminta jabatan karena ambisi, dengan negara menunjuk seseorang untuk memegang sebuah jabatan karena membutuhkannya, terlebih di saat negara dalam keadaan krisis yang parah dan sedikitnya orang-orang yang bekerja dengan baik, serta banyaknya orang-orang yang mempermainkan keuangan negara.

Mereka juga menyebutkan bahwa masuk ke dalam politik termasuk perbuatan kelompok al-Ikhwanul Muslimun, dan mereka tidak membedakan antara majelis pembuat keputusan yang dalam undang-undangnya bersandar dengan suara mayoritas, dengan sebuah kementerian yang menterinya ditunjuk oleh Presiden untuk mengurusi orang-orang yang luka-luka dalam perang dan yang mati syahid, tanpa ikut campur dalam kegiatan demokrasi.

Jadi bahayanya bukan pada semata-mata pengangkatannya sebagai pejabat, sebagaimana anggapan orang-orang dekat Muhammad al-Imam, tetapi bahaya itu jika Hani datang untuk mengikuti tes atau ujian yang sesungguhnya untuk meraih jabatan, lalu bisa jadi kelayakannya untuk jabatan tersebut terbukti dan dia mengerahkan kemampuannya yang diharapkan oleh negara dan jauh dari kesalahan-kesalahan sebatas kemampuannya, atau bisa jadi dia gagal. Jadi hasilnya akan nampak setelah itu. Sehingga permasalahannya bukan karena menerima jabatan semacam ini, berbeda dengan yang dipahami oleh orang yang tergesa-gesa lalu mentahdzir, dan tahdzir mereka itu menyingkapkan betapa dangkal dan rendah pemahaman mereka.

Beberapa waktu kemudian saudara kami Hani ingin mengajak para pemuda di Aden untuk memerangi ISIS, bahkan dia bersikeras dan beberapa kali mengulangi hal itu, lalu para penuntut ilmu menyanggahnya dengan menyatakan bahwa masalah ini harus pemerintah yang pertama kali memintanya, kemudian yang kedua membutuhkan musyawarah dengan para Masyayikh kita yang mulia. Jadi sebagaimana kita tidak memerangi Hutsiyun kecuali berdasarkan fatwa ulama dakwah salafiyyah, maka demikian juga kita tidak akan memerangi ISIS kecuali berdasarkan fatwa ulama kita. Hanya saja saudara kami Hani tetap bersikeras, dan muncullah kerenggangan antara dia dengan saudara-saudaranya sesama Ahlus Sunnah.

Beberapa waktu kemudian kesalahan-kesalahan ini semakin parah, dan diantaranya adalah twit-twitnya dan pembicaraannya di facebook dengan kecenderungan sektarian yang membicarakan tentang Yaman Selatan dan rakyat Yaman Selatan serta tentang pemisahan Yaman Selatan dari Republik Yaman. Juga pujiannya kepada seseorang yang dahulu salafy lalu terfitnah dengan pemikiran takfir dan bergabung dengan ISIS, lalu dia terbunuh bersama ISIS. Hani memujinya bahkan setelah kematiannya, dengan dalih dia dahulu termasuk yang berjihad di Kitaf, dan dia telah bertaubat atau ingin bertaubat dari ISIS.

Maka kami dan para Masayikh yang mulia bermusyawarah, diantaranya Nashir az-Zaidy, Yasin al-Adny, Shalah Kantusy, Zakariyya bin Syu’aib, Abbas al-Jaunah, Munir as-Sa’dy, Abdur Rauf Ibad, Arafat al-Muhammady, dan selain mereka. Lalu kami sepakat untuk menasehatinya dan menunjukkan kesalahan-kesalahan ini kepadanya, dan para Masayikh tersebut menunjuk saya untuk mewakili mereka, maka saya menyerahkan surat yang bernada keras kepadanya pada tanggal 22 Sya’ban 1437 H.

Di awal surat tersebut disebutkan, “Ada beberapa perkara yang kami jumpai dalam urusan dakwah di Aden yang kami menilai bahwa kita harus saling menasehati padanya, karena perkara-perkara tersebut sangat membahayakan dakwah salafiyyah, terlebih di waktu-waktu terakhir ini, dan kami tidak ridha dakwah ditimpa keburukan dari arah manapun.”

Sedangkan di bagian akhir disebutkan, “Maka takutlah kepada Allah dalam urusan dakwah salafiyyah, dan takutlah kepada Allah berkaitan dengan para ikhwah yang perlu dikasihani yang terjatuh ke pangkuan para pengusung kebathilan karena mereka terfitnah oleh sebagian perkara yang mereka lihat muncul darimu atau dari orang lain.”

Namun setelah itu saya tidak menjumpai faedah dari nasehat kepada Hani bin Buraik, maka saya menulis sebuah selebaran kecil yang di dalamnya saya sebutkan bahwa Hani tidak mewakili dakwah salafiyyah, tetapi dia hanya mewakili dirinya sendiri. Dan saya telah menjumpai hal yang sangat menyakitkan dari sebagian orang-orang yang bodoh —semoga Allah memberi hidayah untuk mereka— disebabkan nasehat ini dengan dalih bahwa Hani termasuk pejabat pemerintah.

Maka saya tidak bisa mentahdzir Hani secara menyeluruh, karena termasuk kaidah-kaidah yang kita tempuh sejak awal belajar adalah bahwa tahdzir terhadap orang-orang yang dikenal sebagai salafy hanya hak para ulama.

Maka kami mengangkat kesalahan-kesalahan tersebut kepada Masyayikh kita di Arab Saudi, lalu sebagian Masyayikh menasehatinya, kemudian Hani berhenti dari twit-twitnya selama beberapa waktu.

Dan termasuk sikap-sikap Masyayikh Aden yang terpuji adalah ketika al-Akh Hani ingin mengirim kepada kami bantuan keuangan setiap bulan yang jumlahnya sekitar 2000 Riyal Saudi, dan dia menyebutkan bahwa Masyayikh di Aden membutuhkan bantuan semacam ini untuk menafkahi istri dan keluarga mereka, juga karena kesibukan dakwah mereka. Maka kami berkumpul bersama untuk mendiskusikan masalah ini, lalu kami sepakat untuk menolak tawaran al-Akh Hani bin Buraik dan tidak menerima bantuan darinya.

Kemudian datang berita tentang dipecatnya dia dari jabatan menteri, maka kami mengatakan mudah-mudahan hal itu sebagai sebab dia mau kembali mengajar dan sibuk dengan ilmu. Namun kami dikejutkan dengan berita naiknya dia ke podium dan bergabung bersama orang-orang awam, di samping kemunculannya mengandung sikap melawan pemerintah yang memalukan, sehingga kami merasa sangat terpukul, terlebih lagi gambar-gambar yang menunjukkan peristiwa itu sangat jelas.

Kemudian asy-Syaikh Ubaid al-Jabiry membantah Hani  bin Buraik dan menyebutkan bahwa jalan yang dia tempuh sangat buruk. Dan sikap dari asy-Syaikh Ubaid ini ditambahkan pada kamus yang berisi keutamaan-keutamaan mulia dari Masyayikh kita, di mana hal itu menunjukkan bahwa Masyayikh kita tidak bersikap basa-basi kepada siapapun dan mereka berani dengan lantang menyuarakan kebenaran, dan itu merupakan tingkatan yang tidak bisa dicapai oleh orang-orang dekat Muhammad al-Imam walaupun sepersepuluhnya.

Tambahkan lagi bahwa tahdzir asy-Syaikh Ubaid terhadap Hani merupakan tamparan keras di wajah orang-orang yang terus menyebarkan kedustaan bahwa Masyayikh kita dikelilingi oleh orang-orang dekat yang jahat yang suka menyampaikan pernyataan-pernyataan yang tidak jujur dan tidak sesuai dengan kenyataan.

Kemudian kesalahan-kesalahan Hani bin Buraik diangkat oleh sebagian ikhwah kepada asy-Syaikh Rabi’, diantaranya bersikerasnya dia dalam menuntut untuk memisahkan Yaman Selatan dari Republik Yaman, pujiannya terhadap para pemimpin Yaman Selatan terdahulu, dan hal-hal yang lain.

Dan lebih dari setengah bulan yang lalu —terhitung dari hari ini— asy-Syaikh Rabi’ meminta saya agar menasehati al-Akh Hani secara pribadi, dan sayapun mengingatkan dia agar takut kepada Allah, serta saya katakan kepadanya, “Kenapa engkau menuntut untuk memisahkan diri, jika engkau memisahkan diri dari Yaman, maka apakah kita akan membiarkan Yaman Utara dikuasai oleh Hutsiyun Rafidhah?!”

Dan beliau meminta saya agar menasehatinya juga atas pujiannya kepada para pemimpin Yaman Selatan terdahulu, lalu saya sampaikan kepadanya nasehat tersebut sebagimana yang diperintahkan oleh asy-Syaikh Rabi’ kepada saya, dan saya mengajaknya berdiskusi melalui whatsapp, hanya saja saya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Hani bin Buraik, semoga Allah Ta’ala memberinya hidayah.

Dan terakhir, tadi malam salah seorang ikhwah mengirim pesan kepada saya dengan mengatakan bahwa asy-Syaikh Rabi’ berkata kepada Anda, “Engkau telah menasehati Hani secara rahasia, tetapi dia tidak menerima nasehat tersebut, maka tahdzirlah dia dan kesalahan-kesalahannya dengan dalil-dalil.”

  • Dan asy-Syaikh Rabi’ menambahkan, “Sampaikan dariku bahwa sesungguhnya saya mentahdzir Hani dan kelakuan-kelakuannya, dan apa yang disebarkan dari saya tentang sikap diam saya terhadapnya adalah tidak benar.”
  • Beliau juga mengatakan, “Bahkan Masayikh Aden yang lain, katakan kepada mereka agar mereka membantahnya dan jangan mendiamkan kesalahan-kesalahannya, karena hal ini akan membahayakan dakwah.”

Saya katakan: demikianlah, maka hendaknya tahdzir yang muncul dari para penuntut ilmu berupa dalil-dalil dan bukti-bukti, kemudian kesabaran dan saling menasehati, lalu tahdzir di atas bukti nyata, bukan dengan engkau membela dengan segala cara berbagai kesesatan Muhammad al-Imam yang orang awampun mengetahuinya. Atau dengan engkau selama sekitar 10 tahun mendiamkan berbagai kesesatan al-Hajury yang diingkari oleh manusia di belahan bumi yang timur dan barat. Sementara Hani bin Buraik ditahdzir hanya dalam hitungan hari, itupun hanya dengan jarh atau cercaan yang sifatnya global tanpa ada penjelasan. Maka yang semacam ini merupakan cara yang gagal, dan orang-orangnya tidak bisa dijadikan sandaran dalam masalah ini, dan ucapan mereka dalam menilai orang lain tidaklah bisa dipercaya.

Maka ini saya menyampaikan kepada manusia perkataan guru kita asy-Syaikh Rabi’ dalam mentahdzir Hani bin Buraik, dan lembaran Hani telah dilipat oleh para penuntut ilmu. Dan saya terus mengingatkan dia agar takut kepada Allah berkaitan dengan keselamatan dirinya, agar takut kepada Allah dalam urusan dakwah salafiyyah yang membutuhkan orang-orang yang memikulnya dengan kejujuran, bukan malah merugikannya dengan kelakuan-kelakuan buruknya.

Dan saya katakan kepadanya bahwa dakwah tidak akan mengalahkan pihak-pihak yang memusuhinya —seperti kelompok al-Ikhwanul Muslimun dan selain mereka— kecuali dengan istiqamah di atasnya, bukan dengan menyelisihinya. Dan berdakwah disertai sikap istiqamah walaupun minim sarana dan kemampuan, itu jauh lebih kuat dibandingkan dalam keadaan menyelisihinya, meskipun semua sarana untuknya mudah.

Jadi, kekuatan dakwah ini berasal dari pertolongan Allah Ta’ala, kemudian dengan kejujuran bersamanya.

Dan saya telah mengatakan kepadanya: “Wahai Abu Ali, dakwah yang bersih walaupun hanya makan dengan sepotong roti, lebih baik dibandingkan dengan dunia seisinya, dan keselamatan agama serta ketenangan hati tidak bisa ditukar dengan apapun di dunia ini.”

 

وصلى الله وسلم وبارك على عبده ورسوله.

Ditulis oleh: Abu Ammar Ali bin Husain asy-Syarafy, yang dikenal dengan Ali al-Hudzaify

? Senin, 16 Syawwal 1438 H

? Sumber : https://t.me/dourous_machaikhaden

 

===============================================================

ما هكذا يا هاني تورد الإبل

الحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، وبعد:

— فلو كنت سأجامل أحدًا في الدين، لجاملت الأخ هاني بن بريك، لما بيني وبينه من صحبة طويلة، قاربت ثلاثة عقود من السنين، بقي فيها بيننا وبينه مودّة واحترام وأُلفة، عرفته فيها بمواقف مشرّفة، منها موقفه من فتنة أبي الحسن، وموقفه من فتنة الحجوري، وآخرها موقفه المشرّف في قتال الحوثيين في كتاف، ثم قتال الحوثيين في عدن.

— ظهرت فتنة الوثيقة لمحمد الإمام، وقابل أصحاب محمد الإمام تلك الوثيقة بالتعصّب العفن، وبعد أكثر من شهر تكلّم فيه الشيخ عبيد الجابري —وكنّا يومها في دورة علمية في أندونيسا في شوّال 1435 هـ— فردّ أتباع محمد الإمام على تبديع الشيخ عبيد بردّ تافهٍ يدلّ على استهتار وعدم مبالاة، فسمع هاني بن بريك ردّهم المستهتر، فردّ عليهم بكلمته المشهورة في أندونيسيا. وقد لُمته حينها بسبب هذه الكلمة، لأن كلامه يضرّ أكثر مما ينفع.

— بعد كلمة هاني في أندونيسيا تكلّم المتعصّبون لمحمد الإمام في هاني بن بريك، وأخرجوا أشياء قديمة لهاني بن بريك، منها ما ذكروه عن جمعية الشرورة، ومنها ظهوره في بعض الصور، وأشياء ما كنت أنا أعرفها عنه من قبل، فحذّروا منه، وبهذا انتهى أمر هاني بن بريك عند هؤلاء الصغار قبل كلام العلماء، ومن لم يقتنع بسفاهتهم فهو بريكي من البريكيين.

— ثم إن القائمين على الفيوش منعوا الغرباء من حضور محاضرات هاني بن بريك التي تدعو إلى قتال الحوثيين، وبعد مُدّة قاموا بإخراج الغرباء من الفيوش، وروّجوا للكذبة المشهورة وهي أن الرئيس اليمني أمر بإخراج الغرباء، وقد بينّا من عدة أوجه –في موضع آخر— أن هذه الدعوى غير صحيحة قطعًا.

— حاضر هاني بن بريك في مسجد الصحابة، فلم يُحسن معالجة المشكلة، وطريقة هاني في المحاضرة دفعتني إلى الخروج من المحاضرة متضايقًا قبل الانتهاء من المحاضرة.
وفي اليوم التالي وعند ذهابنا إلى محافظ لحج لمناقشة أمر الغرباء، حصل بيني وبينه نقاش طويل، ارتفعت فيه الأصوات في السيارة، وكان بين الحضور الشيخ ناصر الزيدي، والأخ الفاضل عبد الرؤوف عباد.

— وبعد مُدّة ظهرت منه بعض الأشياء من المخالفات مثل لبس البنطال، والإسبال، والتوسّع في التصوير حتّى خرج عن حدّ الضرورة أو الحاجة، وغيرها، ونصحناه فيما بيننا بالواتس، وعزمنا على نصحه والكلام معه إذا التقينا به، ولم نلتقِ بهاني إلا بعد صعوده إلى الوزارة، حيث استدعانا هاني إلى أحد الأماكن للقاء به، فذهب جميع المشايخ هناك، مع إخوة آخرين جاءوا معنا، واشتدّ النقاش بيني وبينه بحضرة الإخوة.

— بعد صعوده الوزارة ظهر أصحاب محمد الإمام وأتباعه بصورة الناصحين، فحذّروا من هاني بن بريك بمجرد تعيين الرئيس لهاني في الوزارة، وساقوا النصوص والآثار في النهي عن طلب المناصب، ولم يفرّقوا بين طلب المنصب طمعًا، وبين أن تُعيّن الدولة رجلًا لحاجتها إليه، في وقت تمرّ فيه البلاد بأزمة شديدة، قلّ فيها الناصحون، وكثُر فيه العابثون بالأموال.

وذكروا كذلك أن الدخول في العمل السياسي من عمل الإخوان المسلمين، ولم يفرّقوا بين المجالس التشريعية التي تعتمد في قوانينها على الأكثرية، وبين وزارة يكون وزيرها معيّنًا للرئيس في شئون جرحى الحرب وشهدائها، دون المشاركة في عمل ديمقراطيّ.

فلم تكن الخطورة في مجرّد تعيينه في المنصب كما ظنّه خواص محمد الإمام، وإنما الخطورة في أن هاني قادم على اختبار حقيقي، فإمّا أن يثبت جدارته بهذا المنصب، ويقدّم للدولة ما كانت ترجوه منه، بعيدًا عن الأخطاء بقدر استطاعته، وإما أن يفشل في ذلك، فالنتيجة ستظهر فيما بعد، وليس في ذات الرضى بمثل هذا المنصب، خلافًا لمن استعجل فحذّر، وقد كشف تحذيرهم عن خِفّة، وقلّة فقه.

— وبعد مُدّة أراد أخونا هاني أن يستنفر الشباب في عدن لقتال الدواعش، بل وأصرّ على ذلك، وكرّر هذا أكثر من مرة، فاعترضه طلبة العلم بأن هذه مسألة تحتاج إلى استنفار الحاكم أوّلًا، وتحتاج إلى مشاورة مشايخنا الفضلاء ثانيًا، فكما أننا لم نقاتل الحوثيين إلا بفتوى علماء الدعوة السلفية، فكذلك الدواعش لا نقاتلهم إلا بفتوى علمائنا، لكن أخانا هاني أصرّ على ذلك، وحصل بينه وبين إخوانه فجوة.

— وبعد مُدّة زادت هذه الأخطاء، ومن ذلك تغريداته، وحديثه على “الفيسبوك” بالنزعة المناطقية، التي تتحدث فيها عن الجنوب وأبناء الجنوب، وكلامه حول الانفصال. ومن ذلك ثناؤه على شخص كان سلفيًّا ثم فُتن بفتنة التكفير ولحق بداعش، ثم قُتل وهو مع داعش، فأثنى عليه هاني حتّى بعد موته، بحجة أنه كان من المجاهدين في كتاف، وأنه تاب أو كان يريد أن يتوب من داعش.

— تشاورنا نحن والمشايخ الفضلاء ومنهم ناصر الزيدي، وياسين العدني، وصلاح كنتوش، وزكريا بن شعيب، وعباس الجونة، ومنير السعدي، وعبد الرؤوف عباد وعرفات المحمدي وغيرهم، فاتفقنا على مناصحته، ومواجهته بهذه الأخطاء، وقد وكّلوني أنا بذلك، فرفعت له رسالة شديدة اللهجة في 22 شعبان 1437 هـ.

جاء في أوّل هذه الرسالة: (فهناك أمور نجدها في الدعوة في عدن، رأينا أننا لابد أن نتناصح فيها، لأنها مست الدعوة السلفية بضرر بالغ، ولاسيّما في الآونة الأخيرة، ونحن لا نرضى للدعوة بأي ضرر من أي جهة كانت)

وجاء في آخرها: (فاتّقِ الله في الدعوة السلفية، واتق الله في الإخوة المساكين الذين يرتمون إلى أحضان الباطل بسبب افتتانهم ببعض الأمور التي يرونها منك أو من غيرك)

— لم أجد فائدة من نصح هاني بن بريك، فقمت بكتابة منشور صغير، ذكرت فيه أن هاني لا يمثّل الدعوة السلفية، وإنما يمثّل نفسه، وقد وجدت أذىً شديدًا من بعض الجّهال —هداهم الله– بسبب هذه النصيحة بحجّة أنه من ولاة الأمور.

ولم أستطع أن أحذّر من هاني بالكليّة، لأن من القواعد التي نسير عليها من بداية طلب أن التحذير من المعروفين بالسلفية إنما يكون للعلماء.

ورفعنا تلك الأخطاء إلى مشايخنا في السعوديّة، فنصحه بعض المشايخ، فانقطع هاني عن تغريداته مُدّة من الزمن.
ـ ومن المواقف المشرّفة للمشايخ في عدن، أن الأخ هاني بن بريك أراد أن يوصل لنا مساعدة ماليّة شهريّة –تُقدّر بألفين ريال سعودي–، وذكر لنا أن المشايخ في عدن يحتاجون لمثل هذه المساعدات للنفقة على زوجاتهم وعيالهم، وأيضًا لمشاويرهم الدعوية، فاجتمعنا لمناقشة هذه المسألة، فخرجنا متّفقين بردّها للأخ هاني بن بريك، وعدم قبولها منه.

— ثم جاء خبر إقالته من الوزارة، فقلنا عسى أن يكون ذلك سببًا في رجوعه إلى التدريس والانشغال بالعلم، لكن فوجئنا بخبر صعوده على المنصّة، ومشاركته لعامّة الناس، مع ما تضمّن طلوعه من خروج فاضح على ولاة الأمور، فصُدمنا صدمة شديدة، ولاسيّما أن الصور كانت واضحة.

— تكلّم الشيخ عبيد الجابري في هاني بن بريك، وذكر أن طريقته خبيثة، وهذا الموقف من الشيخ عبيد يُضاف إلى قاموس المناقب المشرّفة لمشايخنا، حيث كان دليلًا على أن مشايخنا لا يحابون أحدًا، وأنهم صدّاعون بالحق، وهي مرتبة لا يستطيع أن يصل خواصّ محمد الإمام إلى عُشر معشارها. أضف إلى أن تحذير الشيخ عبيد من هاني كانت صفعة في وجوه الذين ما فتئوا ينشرون عن مشايخنا أن حولهم بطانة سيئة ترفع لهم تقارير تفتقد المصداقية والواقعية.

— ثم رُفعت أخطاء هاني بن بريك من جهة بعض الإخوة إلى الشيخ ربيع، ومنها إصراره على المطالبة بالانفصال، وثناؤه على قادة الجنوب السابقين، وأشياء أخرى.

وقبل أكثر من نصف شهر –من تاريخ اليوم– طلب مني الشيخ ربيع أن أنصح الأخ هاني فيما بيني وبينه، وأذكّره بالله، وأقول له: “لماذا تطالب بالانفصال، فإذا انفصلت اليمن، فهل نترك شمال اليمن للحوثيين الرافضة؟!”
وطلب مني أن أنصحه بسبب ثنائه على قادة الجنوب السابقين ؟! فنقلت له النصيحة كما أمرني الشيخ ربيع وحاورته في الواتس، لكني لم أجد جوابًا شافيًا من هاني بن بريك —هداه الله تعالى—.

وأخيرًا راسلني أحد الإخوة –البارحة— قائلًا: “إن الشيخ ربيعًا يقول لك: “أنت ناصحت هاني سرًّا، ولم يقبل النصيحة، فحذّر منه ومن أخطائه بالأدلة”. وأضاف الشيخ ربيع: “بلّغ عنّي أني أحذّر من هاني وأفعاله، وما يُشاع عني من سكوتي عنه غير صحيح”. وقال الشيخ: “حتّى بقية مشايخ عدن، قل لهم يردوا عليه لا يسكتوا عن أخطائه، هذا يضرّ الدعوة”.

أقول: هكذا فليكن التحذير من طلّاب العلم، حججٌ وبيّناتٌ، ثم صبرٌ ومناصحةٌ، ثم التحذير على بيّنة، لا أن تُدافع بكل وسيلة عن ضلالات محمد الإمام التي عرفها العوامّ، أو تسكت قرابة عشر سنوات عن ضلالات الحجوري التي استنكرها الناس في مشارق الأرض ومغاربها، بينما يُحذّر من هاني في غُضون أيّام، بجرحٍ مُجمل لا تفسير له، فهذه الطريقة فاشلة، وأهلها لا يُعتمد عليهم في هذا الباب، ولا يوثق بكلامهم في الناس.
فها أنا ذا أنقل للناس كلام شيخنا الشيخ ربيع في التحذير من هاني، وصفحة هاني انطوت عند طلّاب العلم، وأذكّره بأن يتّقي الله في نفسه، وأن يتّقي الله في الدعوة السلفية، التي هي بحاجة إلى من يحملها بصدق، لا أن يضرّها بأفعاله، وأقول له إن الدعوة لا تنتصر على خصومها – من الإخوان المسلمين وغيرهم – إلا بالاستقامة عليها، لا بمخالفتها، والدعوة مع استقامتها وإن قلّت الإمكانيّات، أقوى بكثير منها في حالة مخالفتها، وإن تيسرت لها كلّ السبل، فقوّة هذه الدعوة مستمدّة من الله تعالى، ثم من الصدق معها. وأقول له: يا أبا عليّ، دعوةٌ صافيةٌ مع كسرةِ رغيفٍ، خيرٌ من الدنيا وما فيها، وسلامة الدين، وراحة النفس، لا يعدلها شيء في الدنيا”.
وصلى الله وسلّم وبارك على عبده ورسوله.

كتبه أبو عمار علي بن حسين الشرفي
المعروف بعلي الحذيفي

يوم الاثنين – 16 شوّال 1438 هـ

 

© 1445 / 2024 Forum Salafy Indonesia. All Rights Reserved.
Enable Notifications OK No thanks